Gudang di Depan Rumahku: Horror Anthology #2

Jumat, 31 Desember 2021 08:45 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content0
img-content
Iklan
Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Dua orang anak yang bercita-cita menjadi tim pemburu hantu dan hal-hal berbau mistis. Semua berjalan mulus seperti yang mereka harapkan. Mereka bertemu dengan apa yang mereka buru. Sekarang, mereka harus berganti status dari pemburu menjadi yang diburu.

             Aku sudah lama melihat gudang yang terlantar di depan rumahku. Dia terbuat dari seng dan selalu terlihat bersih. Aku tidak pernah melihat seseorang merawatnya. Temanku menganggap itu adalah rumah setan. Kita tidak boleh menghancurkannya dan mengotorinya. Rasa penasaranku semakin meluap, aku dan temanku berjanji untuk mengintainya nanti malam. Sebagai dua orang dengan rasa ingin tahu yang tinggi, hal ini tidak boleh dilewatkan.

            “Cepatlah Dudi! Aku sudah tidak sabar meletakkan tanganku di perut Sundel Bolong.”, ujar si Andi, temanku. Mungkin aku kalah dalam rasa ingin tahu yang tinggi dari Ando, tetapi aku juga penasaran. “Sebentar, aku akan membawa raket tenis ayahku.”, ujarku. Aku juga melihat Ando membawa senjata. Tenang saja, senjata yang sering kita pakai waktu lebaran dengan peluru dari plastik. “Ayo mengintai setan.”, ujar Ando. Mudah-mudahan pemburu hantu di penjuru dunia bangga melihat kami.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

            Sudah dua jam kami tidak melihat apa pun. Namun, kami selalu mendengar pergerakan di sekitar gudang. Mungkin binatang liar atau suara angin. Aku melihat Ando yang di sampingku sudah sempoyongan. Padahal, aku sudah bilang untuk tidur siang pada hari ini. Jika aku ketahuan, aku bisa menggunakan Ando jadi tameng. Tiba-tiba aku melihat sekelebat hitam masuk ke dalam gudang itu. “Hey Ando. Aku melihat sesuatu. Bangun.”, ujarku. Aku mengeluarkan kameraku. Ando mengusap matanya dan mengeluarkan senjata andalannya. “Apa yang kau lihat?” Aku tidak melihat bayangan itu lagi. “Aku melihat bayangan yang cepat masuk ke gudang itu.”, ujarku. 

            Ando membantahnya dengan menepuk pundakku. “Mungkin kau mengantuk Dudi.”, ujar Ando. Dasar anak kambing. Tiba-tiba, Ando mundur dengan muka pucat dan berlari. “Ada apa Ando? Ini tidak lucu!” Aku berpaling dan di situlah aku melihat bayangan tinggi besar. Dia tidak memiliki wajah, hanya senyuman. Senyuman yang lebar. Aku mencoba memukul dengan raket tenisku dan tembus. Aku membuangnya dan kemudian berlari. Aku tidak menyangka kami melihatnya. Aku juga tidak tahu apa yang baru saja kami lihat. Dia hitam besar dengan senyuman yang lebar. Aku tidak tahu apakah dia hantu atau apa. Aku terus berlari, aku takut jika pergi ke rumahku, dia nanti akan mengikutiku ke sana. Aku bersembunyi di belakang kandang ayam. Aku berusaha menahan napasku. Namun, sudah beberapa menit berlalu, aku tidak melihat makhluk itu di mana pun. Aku memberanikan diri keluar dan bergegas pulang ke rumah. Aku berlari ke belakang rumahku agar tidak melewati gudang itu. Syukurlah aku sampai di dalam rumah. Rasa penasaranku tetap menggebu-gebu. Aku memberanikan diri dan mengintip dari jendela kamarku. Badanku bergetar, merinding, aku melihat dua makhluk hitam itu membawa Ando ke dalam gudang itu. Aku ingin berteriak tapi takut akan didatangi makhluk itu lagi. Tiba-tiba angin yang dingin melewati leherku. Aku terkejut dan membalikkan diri. Makhluk hitam itu sudah berdiri di hadapanku dengan senyumnya yang lebar. “Aaaaaaaa!!!” Teriakanku bergema di malam itu.

            “Kami melaporkan bahwa inilah lokasi di mana dua orang anak telah dinyatakan hilang.”, ujar seorang reporter yang sedang mendekati pak ketua RT. “Bagaimana menurut bapak?” Bapak RT yang bersarung dengan semangat memberikan pernyataannya. “Bu, bukannya ada gudang di depan rumahnya bu Dudi ya?” Segerombolan ibu-ibu sedang membahas kejadian tadi malam di sebuah warung dekat rumah Dudi. “Iya bu. Dari dulu saya memang tidak suka melihat gudang itu. Syukurlah telah dirobohkan.”, ujar salah satu ibu-ibunya.

            “Tolong!!” Seberapa kencang pun kami teriak. Tidak ada yang mendengar. “Apakah kau mendengar suara dari bekas gudang itu?” Seorang lelaki paruh baya dengan temannya. “Jangan begitulah. Menakutiku tidak akan membuatku membayar hutangku.”, ujar temannya. Mereka berdua pun terus berjalan, menghiraukan kedua anak yang malang tersebut. “Tolong!!!!” Teriakan kami hanya bergema di dalam gudang ini.

Bagikan Artikel Ini
img-content
Almanico Islamy Hasibuan

Penulis Indonesiana

0 Pengikut

img-content

Tidak akan Kuakui

Senin, 22 Januari 2024 07:42 WIB
img-content

Biasakan Diri untuk Merayu

Senin, 22 Januari 2024 07:42 WIB

Baca Juga











Artikel Terpopuler











Terpopuler di Peristiwa

img-content
img-content
img-content
img-content
img-content
Lihat semua