x

Iklan

Rilda Gumala

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 23 November 2021

Rabu, 19 Januari 2022 13:20 WIB

Tujuh Puisi Rilda Gumala - Hujan Yang Dirindukan

Tujuh puisi Rilda Gumala; Hujan Yang Dirindukan, Catatan Kecil di Tujuh Desember, Ketika Aku Harus Melepasmu Pergi, Kau Kembali Untuk Menikamku, Jakarta Suatu Malam, Bintang Di Hati, dan Satu Kata merepresentasikan rasa tentang rindu, cinta, kehilangan dan kenangan

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

HUJAN YANG DIRINDUKAN

 

Suatu waktu nanti ketika kebersamaan ini tidak lagi sama

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Kita akan selalu menaruh rindu di setiap titik-titiknya yang luruh ke bumi

 

Sobat, kita tabur rindu hari ini untuk dituai nanti ketika kita semua akan pergi satu per satu menemui jalan takdirnya sendiri-sendiri

 

Inilah hujan yang akan selalu kita rindukan

 

 

CATATAN KECIL DI TUJUH DESEMBER

 

Ketika kelemahanku berada di titik nadir

Menyadari ketidakabadian adalah abadi

 

Aku menangis untuk cinta tanpa batas yang tak sanggup kubalas

Untuk nyawa yang dipertaruhkan demiku  dihari yang sama puluhan tahun lalu

 

Aku membunuh waktu dan rindu yang menggebubu tapi aku keliru

karena cintamu mengejarku terus senafas senadi menjadi oksigen terbarukan

Untukmu ibuku,

Guru pertamaku yang mengajarkan memaknai cinta lalu menebarkannya pada dunia

 

 

KETIKA AKU HARUS MELEPASMU PERGI

 

Ketika aku harus melepasmu pergi

Duniaku berhenti

Tak ada sepi yang lebih mengerikan

Ketika aku harus melepasmu pergi

Malam dalam igau

Tak jua air mata ini surut

Tak jua kata-kata mampu terujar

Ketika aku harus melepasmu pergi

Bersimpuh menelan air mata

Di atas sajadah

bersamaNya

 

KAU KEMBALI UNTUK MENIKAMKU

 

Telah kutorehkan jejak di sini sepanjang jalan Limau manis

Menghempaskan kenangan di setiap sudutnya

Lorong dan halte

Memintas bayangmu di situ yang tak pernah jemu menunggu

Ah, enyahlah kau bedebah

Menggores luka yang telah membiru

Guratnya tak pernah hilang

Tapi aku tak bisa membunuh kenangan yang datang bagai langkisau

Mengerubungiku

Lalu bagai kaleidoskop semuanya kembali

Hingga aku terjerembab

Dalam lubang kepedihan

Kau kembali

Untuk menikamku kedua kalinya

 

 

JAKARTA SUATU MALAM

 

Malam  telah  renta namun  Jakarta tak jua tidur

ikut terseret dalam ritmenya mengejar waktu diantara sentuhan keypad

ada haru yang menggebubu untuk rindu

-sejengkal lagi tak jua sampai

 

Sebentar lagi pagi akan turun

Ramainya Jakarta tak berlagu sama sebab hati hanya tertuju padamu

Cintaku  nan mengalir dalam darah

 

Sejauh apapun aku  pergi, bagaimanapun  keadaannya

hakikatnya tak ada yang tertinggal atau ditinggalkan

 

 

BINTANG DI HATI

 

(Untuk sahabatku : Dewe, Harry, Danu

 Kenangan kita di Gunung Kidul,Yogyakarta)

 

Bagaikan remaja usia belasan bersamamu menuju Bukit Bintang

Langkah kita pasti dan seirama

Melewatkan saat ini  dan tak ingin terlepas direnggut waktu

 

Keindahan ini telah mempersatukan kita

Dalam rasa yang hanya tersimpan di lubuk hati

Mencatatkan sejarahnya dalam diam

Menyimpan keindahannya dibalik senyuman hangat

Semua ini milik kita

 

Jagung bakar menemani hati

nan tersenyum menatap bintang –bintang gemerlap

namun gamang  pun merasuk

keindahannya tenggelam dalam rasa takut tak terperi

meneguk secangkir kopi Aceh

terasa getir menyekat tenggorokan

malam kian renta di Bukit Bintang

 

Tak ada lagi bunyi-bunyian

bumi terlelap tapi kita harus melewati jalan pulang penuh jeram

melepaskan kantuk di jalanan berdebu

menerabas waktu bersamamu

lalu menyimpan bintang- bintang itu di hati

 

 

SATU KATA

 

Telah kucatat dibuku hati tentang satu kata tak terperi

Satu kata, hanya satu kata

Angin melemparkan daun hingga sepi memagutku diasin air mata

Kemana satu kata ini akan kulabuhkan?

 

Menghitung waktu dalam detik

 -tak terkira

Menahanmu

Membelenggumu dengan jiwaku

Sia-sia

Kau tetap pergi membawa separuh nadi

 

Satu kata yang selalu kembali mengusik

tak kenal  masa datang menyiksa

Angin pun menghembuskan daun meninggalkan dingin merasuk

hingga satu kata kian menusuk

darah hitam, sakit , pahit !

 

Memanggul satu kata sepanjang hayat tanpa kutahu bagaimana mewujudkannya padamu

Apakah rasa ini cuma milikku?

 

Kemana satu kata ini akan  kuhantarkan?

Menatap bulan menyipit dan bintang berkilau

Berharap keindahan abadi menepis satu kata ke tempat tak bernama

Tak jua

Akh, seperti inikah rasanya ketika asa tak berjawab?

bersimbah air mata melepaskan segala tanya tentang satu kata : RINDU

 

Ikuti tulisan menarik Rilda Gumala lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler