HUJAN YANG DIRINDUKAN
Suatu waktu nanti ketika kebersamaan ini tidak lagi sama
Kita akan selalu menaruh rindu di setiap titik-titiknya yang luruh ke bumi
Sobat, kita tabur rindu hari ini untuk dituai nanti ketika kita semua akan pergi satu per satu menemui jalan takdirnya sendiri-sendiri
Inilah hujan yang akan selalu kita rindukan
CATATAN KECIL DI TUJUH DESEMBER
Ketika kelemahanku berada di titik nadir
Menyadari ketidakabadian adalah abadi
Aku menangis untuk cinta tanpa batas yang tak sanggup kubalas
Untuk nyawa yang dipertaruhkan demiku dihari yang sama puluhan tahun lalu
Aku membunuh waktu dan rindu yang menggebubu tapi aku keliru
karena cintamu mengejarku terus senafas senadi menjadi oksigen terbarukan
Untukmu ibuku,
Guru pertamaku yang mengajarkan memaknai cinta lalu menebarkannya pada dunia
KETIKA AKU HARUS MELEPASMU PERGI
Ketika aku harus melepasmu pergi
Duniaku berhenti
Tak ada sepi yang lebih mengerikan
Ketika aku harus melepasmu pergi
Malam dalam igau
Tak jua air mata ini surut
Tak jua kata-kata mampu terujar
Ketika aku harus melepasmu pergi
Bersimpuh menelan air mata
Di atas sajadah
bersamaNya
KAU KEMBALI UNTUK MENIKAMKU
Telah kutorehkan jejak di sini sepanjang jalan Limau manis
Menghempaskan kenangan di setiap sudutnya
Lorong dan halte
Memintas bayangmu di situ yang tak pernah jemu menunggu
Ah, enyahlah kau bedebah
Menggores luka yang telah membiru
Guratnya tak pernah hilang
Tapi aku tak bisa membunuh kenangan yang datang bagai langkisau
Mengerubungiku
Lalu bagai kaleidoskop semuanya kembali
Hingga aku terjerembab
Dalam lubang kepedihan
Kau kembali
Untuk menikamku kedua kalinya
JAKARTA SUATU MALAM
Malam telah renta namun Jakarta tak jua tidur
ikut terseret dalam ritmenya mengejar waktu diantara sentuhan keypad
ada haru yang menggebubu untuk rindu
-sejengkal lagi tak jua sampai
Sebentar lagi pagi akan turun
Ramainya Jakarta tak berlagu sama sebab hati hanya tertuju padamu
Cintaku nan mengalir dalam darah
Sejauh apapun aku pergi, bagaimanapun keadaannya
hakikatnya tak ada yang tertinggal atau ditinggalkan
BINTANG DI HATI
(Untuk sahabatku : Dewe, Harry, Danu
Kenangan kita di Gunung Kidul,Yogyakarta)
Bagaikan remaja usia belasan bersamamu menuju Bukit Bintang
Langkah kita pasti dan seirama
Melewatkan saat ini dan tak ingin terlepas direnggut waktu
Keindahan ini telah mempersatukan kita
Dalam rasa yang hanya tersimpan di lubuk hati
Mencatatkan sejarahnya dalam diam
Menyimpan keindahannya dibalik senyuman hangat
Semua ini milik kita
Jagung bakar menemani hati
nan tersenyum menatap bintang –bintang gemerlap
namun gamang pun merasuk
keindahannya tenggelam dalam rasa takut tak terperi
meneguk secangkir kopi Aceh
terasa getir menyekat tenggorokan
malam kian renta di Bukit Bintang
Tak ada lagi bunyi-bunyian
bumi terlelap tapi kita harus melewati jalan pulang penuh jeram
melepaskan kantuk di jalanan berdebu
menerabas waktu bersamamu
lalu menyimpan bintang- bintang itu di hati
SATU KATA
Telah kucatat dibuku hati tentang satu kata tak terperi
Satu kata, hanya satu kata
Angin melemparkan daun hingga sepi memagutku diasin air mata
Kemana satu kata ini akan kulabuhkan?
Menghitung waktu dalam detik
-tak terkira
Menahanmu
Membelenggumu dengan jiwaku
Sia-sia
Kau tetap pergi membawa separuh nadi
Satu kata yang selalu kembali mengusik
tak kenal masa datang menyiksa
Angin pun menghembuskan daun meninggalkan dingin merasuk
hingga satu kata kian menusuk
darah hitam, sakit , pahit !
Memanggul satu kata sepanjang hayat tanpa kutahu bagaimana mewujudkannya padamu
Apakah rasa ini cuma milikku?
Kemana satu kata ini akan kuhantarkan?
Menatap bulan menyipit dan bintang berkilau
Berharap keindahan abadi menepis satu kata ke tempat tak bernama
Tak jua
Akh, seperti inikah rasanya ketika asa tak berjawab?
bersimbah air mata melepaskan segala tanya tentang satu kata : RINDU
Ikuti tulisan menarik Rilda Gumala lainnya di sini.