Lambaian jemarimu tertinggal di Jembatan Ratapan Ibu
saat kau tinggalkan Payakumbuh menuju Fort de Kock.
sebuah impian di sana menunggu; menjadi guru.
Sutan Ibrahim Gelar Datuk Sutan Malaka
yang brilian itu pun berguru.
Aku ingin mereka tak lagi bodoh. Dan aku akan ajari mereka cara melawan!
Dari jantung Sumatra kau menuju Belanda.
Perilaku yang semula ketat dan taat
kini longgar bertemu wajah materialisme dan logika.
Utopia itu menghantuimu bertahun-tahun
membuatmu merasa mampu mengubah dunia.
Bagimu akal adalah segalanya
Penjara menjadi tempat singgah tak berkesudahan.
menyepuhmu menjadi sosialis tapi bukan Marxis.
kau ronce pengetahuan dari penjara ke penjara
Berlari dan beraksi tanpa kompromi
menjelajah dari negeri ke negeri
karena kamu tak ingin dikenal sebagai hipokrit kekuasaan.
Revolusi sebuah kata yang bermagnet
menarikmu lekat dalam sakit dan jutaan debat.
katamu, “Ku katakan, tidak pada Kooperatif!”
Tapi entah di sana ada yang tak suka kamu punya cara
Saudaramu, Hatta, kecewa mendengarnya.
“Dia harus dihentikan,” tegasnya.
Kamu terlalu kukuh sebagai revolusioner.
Indonesia yang masih muda tak mampu memahamimu.
kamu pun harus minggir atau dipinggirkan.
entah pada suatu senja atau pagi
di pinggir kali di Kediri yang sepi
kau jadi tumbal kemerdekaan negeri sendiri.
Ikuti tulisan menarik Agus Buchori lainnya di sini.