x

YLKI menilai kebijakan satu harga minyak goreng Rp14 ribu per liter sia-sia, karena terbukti tidak efektif. Foto Ilustrasi- Aantara.

Iklan

djohan chan

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 28 November 2019

Rabu, 2 Februari 2022 15:52 WIB

YLKI Minta KPPU Tunjukkan Perannya dalam Kasus Kelangkaan Minyak Goreng

Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menilai, kebijakan satu harga minyak goreng Rp14 ribu per liter dari Pemerintah, hanya isapan jempol, dan menuntut peranan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) untuk menyiasatinya. Sementara itu Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) menolak untuk dipersalahkan.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menilai kebijakan satu harga minyak goreng Rp14 ribu per liter dari pemerintah hanya isapan jempol. YLKI menuntut peranan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) untuk menyiasatinya. Sementara itu Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) menolak untuk dipersalahkan.

Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi dengan Direktur Ekonomi Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Mulyawan Ranamanggala sempat debat di media sosial, gara gara kebijakan satu harga minyak goreng Rp14 ribu per liter yang dicanangkan oleh Pemerintah. Tetapi faktanya, harga minyak tersebut sulit ditemukan.

"Ironisnya, negara Indonesia penghasil CPO terbesar di dunia, namun harga minyak gorengnya masih mahal. Padahal, dalam catatan saya. Pemerintah telah memberikan subsidi uang sebesar Rp 3,5 triliun, untuk 1,2 miliar liter minyak goreng, namun kebijakan itu tidak juga efektif sampai detik ini," kata Ketua Harian YLKI Tulus Abadi, dalam webinar-nya Jumat kemarin, (28/1/2022). 

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Terkait dengan hal itu, Tulus Abadi menegaskan, semestinya dari subsidi yang diberikan pemerintah itu mampu untuk menciptakan harga minyak goreng, dengan harga yang terjangkau. Sebagaimana yang dicanangkan oleh Menteri Pedagangan, untuk kebijakan satu harga minyak goreng Rp14 ribu per liter, namun faktanya. Hanya beberapa tempat yang dijadikan pajangan, menjual minyak goreng dengan harga tersebut, dalam setok terbatas.

Sehubungan dengan masih terjadinya kelangkaan minyak goreng bersubsidi, dan masih terbatasnya pasokan yang tersedia di sejumlah daerah, baik di pasar tradisional maupun pasar ritel modern, semestinya pemerintah cukup tetapkan Harga Eceran Tertinggi (HET). Sebagai upaya penyeragaman harga, dan kebijakan anti kompetisi.

Menurut Tulus Abadi, penetapan HET tersebut dapat untuk mengantisipasi dari adanya dugaan praktek sindikat antar oknum pemerintah dengan pedagang minyak goreng besar yang menentukan, dan mengatur harga penjualan minyak goreng yang dijual pada pangsa pasar. " Faktanya Stok Minyak Goreng Murah di Sejumlah Minimarket disejumlah tempat masih langka,” jelas Tulus.

Selain itu, Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi juga menyinggung eksistensi Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) yang hingga saat ini dinilainya belum mengambil tindakan yang serius, atas kenaikan harga minyak goreng, sejak beberapa bulan yang lalu.   "Kami merasa aneh, seharusnya KPPU itu menjadi wasit kompetisi dalam perdagangan minyak goreng ini, tetapi hingga saat ini belum terlihat upaya apa yang dilakukan KPPU untuk mengatasi persoalan hulu dari masalah ini agar pemerintah dapat memahami kondisi pasar konsumen, sehingga mata rantai pasokan minyak goreng dalam negeri dapat berjalan lancar."   

Direktur Ekonomi Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Mulyawan Ranamanggala, yang didampingi Deswin Nur, kepada wartawan, melalui pesan WhatsApp-nya, Sabtu (29/1/2022) di Jakarta mengatakan. Harga penjualan minyak goreng yang dipermainkan di pangsa pasar, berpotensi melanggar ketertentu undang-undang.

Menurut Deswin, berdasarkan hasil dari analisis struktur pasar yang dilakukan KPPU menunjukkan bahwa, produsen minyak goreng itu telah melakukan pangsa yang mendominasi dan terintegrasi secara vertikal. Berdasarkan fakta kelangkaan, dan menaikan harga penjualan minyak goreng domestik, sejak akhir tahun lalu (2021), merupakan dugaan praktek kartel (persekongkolan). Masalah minyak goreng kemasan ukuran 1 Kg, sejak akhir tahun 2021, mengalami kelangkaan.

Namun tudingan KPPU terkait dugaan praktik kartel, dalam pergerakan kenaikan harga minyak goreng di Tanah Air itu dibantah oleh Ketua Umum Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) Bernard Riedo mengatakan. “ CPO merupakan bahan baku utama produksi minyak goreng, yang diperdagangkan secara global, dan harganya dipengaruhi oleh permintaan, pasokan internasional, “ kata Bernard.

Dari itu, mayoritas CPO masih untuk ekspor. Harganya tidak bisa lari dari harga minyak nabati lainnya, sehingga tidak benar jika perusahaan dalam negeri yang mengatur harga. Termasuk adanya keneaikan harga minyak goreng, sehingga Pemerintah melakukan operasi pasar murah dan memberi dana subsidi, untuk pembelian minyak goreng murah itu, kata Bernard (Djohan Chaniago).  

Ikuti tulisan menarik djohan chan lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

2 hari lalu

Terkini

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

2 hari lalu