x

sebuah kamar pengantin yang melambangkan cinta dan kasih sayang sepasang suami istri.

Iklan

Frank Jiib

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 11 November 2021

Kamis, 17 Februari 2022 10:42 WIB

Indahnya Malam Pertama

Kisah ini adalah kelanjutan dari kisah yang berjudul Pernikahan nan Syahdu. Bercerita tentang perjalanan cinta dua insan dalam menjalani malam pertama pernikahan. Bagi sebagian orang malam pertama pernikahan adalah malam yang dinanti.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Indahnya Malam Pertama

Hari Minggu, Kota Labuha pulau Bacan

   Siang itu setelah melakukan prosesi akad nikah dan akhirnya sah menjadi sepasang suami istri, Aku berada di dalam kamar pengantin bersama Fahna istriku untuk menjalani sesi pemotretan yang dilakukan oleh seorang fotografer profesional untuk album kenangan pernikahan kami. Aku dan Fahna bergonta-ganti pose yang menampilkan kemesraan, kebersamaan, kedekatan serta memancarkan aura kasih-sayang dan cinta. Dan, ada satu pose yang paling aku suka adalah ketika aku dan Fahna duduk di atas ranjang pengantin serta saling berhadapan lalu dengan lembut aku mencium kening Fahna.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

   Setelah sesi pemotretan di dalam kamar pengantin selesai. Aku beserta Fahna istriku keluar dari dalam kamar pengantin lalu berjalan bersama menuju ke luar rumah untuk mengikuti acara resepsi pernikahan. Di luar, aku mendapati para tamu undangan yang sebagian besar wanita telah memenuhi tempat duduk yang telah disediakan. Lalu terdengar suara pembawa acara yang memberi tahu kepada para tamu undangan yang telah hadir, bahawa kedua mempelai yang sedang berbahagia akan berjalan lewat menuju ke pelaminan. Kemudian aku dipersilahkan jalan dan dengan bersemangat aku menggandeng tangan Fahna istriku dan mulai berjalan menuju ke pelaminan yang ada di bagian depan. Saat itu juga, para tamu undangan mulai berdiri dan dengan antusias melihat ketika aku beserta Fahna berjalan lewat dengan perlahan. Tidak ketinggalan para tamu undangan mengabadikan momen ini dengan kamera telepon gengam yang dibawanya.

   Aku merasa sangat berbahagia siang ini bagaikan aku adalah seorang raja dan ratu dalam sehari. Di depan, aku melihat sebuah panggung kecil yang telah  didekorasi sehingga hasilnya terlihat begitu indah, dengan dominasi warna coklat, serta dipadu dengan bunga-bunga segar yang ditata dengan penuh estetika sehingga enak dipandang mata. Selama berjalan menuju ke pelaminan, aku sesekali menolah memandang wajah istriku yang terlihat selalu tersenyum kepada para tamu undangan dan sungguh wajah itu begitu cantik siang ini. Ketika telah sampai di depan panggung, aku dengan berhati-hati menuntun Fahna untuk menaiki tangga hingga tiba di atas panggung lalu berjalan menuju ke pelaminan dan duduk bersama di sebuah kursi berwarna putih.

   Saat itulah acara resepsi pernikahan aku dengan Fahna dimulai. Acara siang ini diawali dengan pembukaan, lalu sambutan dari wakil keluarga besar Fahna dan dilanjutkan dengan doa untuk mempelai berdua yang sedang berbahagia dan di akhiri dengan para tamu undangan naik ke atas panggung secara bergantian untuk bersalaman serta berfoto bersama dengan mempelai berdua; lalu para tamu undangan bisa berama-tamah sambil menikmati hidangan yang telah disediakan. Aku bersyukur siang itu acara resepsi pernikahanku dengan Fahna berjalan lancar. Aku melihat wajah-wajah para tamu undangan yang hadir selalu memancarkan senyum bahagia. Tidak ketinggalan keluarga besar Fahna yang hadir tampak begitu bahagia dan selalu menggoda Fahna hingga istriku tersipu malu di atas pelaminan. Siang itu semua berkumpul dalam suasana kekeluargaan serta kebersamaan dan akhirnya aku diterima dengan tangan terbuka sebagai bagian dari keluarga besar Fahna.

   Setelah acara resepsi pernikahan, aku beserta Fahna istriku berjalan kembali masuk ke dalam rumah. Ketika telah berada di dalam rumah, aku membukakan pintu kamar pengantin dan mempersilahkan istriku masuk supaya ia dapat berganti pakaian. Aku meninggalkan istriku yang sedang berganti pakaian dan menuju ke ruang tamu untuk duduk sambil mengobrol santai dengan Kak Faris yang sekarang telah menjadi kakak iparku. Tidak terasa obrolan santai aku dengan Kak Faris berlangsung hingga pukul 17.00, kemudian dari dalam rumah aku mendengar suara istriku memanggil aku untuk masuk ke dalam. Aku mohon ijin ke Kak Faris lalu aku bangkit dan berjalan masuk ke dalam rumah. Saat berada di dalam rumah, aku mendapati istriku sedang duduk sambil berbincang santai dengan keluarga besarnya di ruang keluarga. Ketika melihatku masuk, Fahna langsung berdiri dan menghampiriku. Kemudian sambil menggandeng tanganku Fahna mengajakku masuk ke dalam kamar pengantin.

   Setelah kami berdua berada di dalam kamar pengantin, barulah aku memandang dengan penuh cinta dan kasih sayang wajah istriku yang terlihat begitu putih dan sangat cantik. Aku begitu beruntung memilikinya dan sungguh akan aku jaga pernikahan ini dengan sepenuh hati. Aku akan berusaha menjadi imam yang baik untuknya dan sekuat tenaga membahagiakannya baik lahir maupun batin. Karena dorongan rasa cinta yang begitu kuat dari dalam diriku, dengan lembut aku melingkarkan tanganku di pinggang istriku dan perlahan aku menariknya merapat kepadaku. Tapi alangkah terkejutnya aku ketika istriku menolak merapat kepadaku dan dengan menggelengkan kepalanya aku tahu saat ini ia tidak ingin aku peluk. Aku seperti tidak percaya dan menjadi bingung dengan kejadian yang baru saja terjadi. Akhirnya aku hanya bisa berdiri diam membisu bagai patung dan merasakan lantai kamar pengantin yang aku pijak perlahan-lahan mulai runtuh dan pada akhirnya aku pun terjatuh ke dalam sesuatu yang gelap. Ketika istriku mengetahui kebingungan yang terpancar jelas di wajahku. Barulah ia mengatakan sesuatu yang saat itu juga mengembalikan aku beserta jiwaku dari mimpi buruk jatuh ke dalam sesuatu yang gelap tanpa bisa kembali untuk melihat sinar matahari.

   “Sayang,” kata Fahna dengan manja, “masak sudah tidak tahan ingin peluk istrinya lagi, kan sekarang masih sore?” Suara manja itu ditambah dengan senyum manis istriku seakan membakar jiwaku dengan bara api cinta.

   “aku …,” kataku dengan terbata-bata. “Sepertinya sudah tidak sabar lagi ingin selalu memelukmu, membelai rambutmu serta menciummu sayangku. Malam ini adalah malam yang ….” Aku tidak melanjutkan kalimatku karena jari telunjuk istriku menyentuh bibirku dan aku langsung terdiam.

   “Engkau akan mendapatkan semua itu sayangku. Tapi dengan satu syarat,” kata istriku dengan suara menggoda dan manja.

   “Apa syaratnya sayangku, supaya aku bisa memelukmu sepuasnya?” tanyaku dengan tidak sabar.

   “Syaratnya adalah engkau segera masuk ke dalam kamar mandi, lalu bersihkan dirimu agar kembali harum dan segar,” kata istriku dengan senyum menawan, “baru setelah engkau kembali bersih, engkau boleh melakukan apa pun yang engkau mau terhadap diriku dan aku pasrah menerimanya sayangku.”

   Mendegar kata-kata yang baru saja diucapkan istriku membuat jantungku berdegup tidak karuan, ditambah saraf-saraf dalam tubuhku menegang bagai senar gitar yang setiap saat bisa putus.

   “Baiklah sayangku, aku tinggal mandi dulu sekarang. Dan jangan pergi kemana-mana karena aku sudah tidak sabar ingin menghabiskan waktu bersamamu malam ini,” jawabku sambil menggoda istriku.

   Ketika aku hendak berjalan menuju ke kamar mandi yang ada di dalam kamar pengantin, seketika Fahna memelukku dari depan dan aku pun melingkarkan tanganku di tubuh Fahna. Dalam diam kami berpelukan dengan erat dan saling merapatkan satu sama lain. Lalu Fahna memandangku dengan tatapan cinta, kasih sayang dan kebahagiaan seolah aku adalah miliknya yang paling berharga di dunia ini. Kemudian Fahna mencium pipiku dengan perlahan namun penuh gairah yang mana ciuman itu dapat melehkan pipiku saat itu juga.

***

   Setelah puas berlama-lama mandi dengan air hangat untuk melemaskan serta meredakan kembali saraf-sarafku yang tegang, aku mengenakan jubah mandi dan mengikatnya di bagian perut lalu melangkah keluar dari dalam kamar mandi. Ternyata, pakaian yang akan aku kenakan telah disiapkan oleh Fahna istriku di atas tempat tidur. Pada saat aku berganti pakaian, istriku sedang tidak berada di dalam kamar pengantin. Barulah setelah aku selesai berganti pakaian, istriku masuk kembali ke dalam kamar. Aku kemudian mengajak istriku melaksanakan sholat magrib berjamaah untuk pertama kalinya. Karena saat ini sudah masuk waktu magrib, istriku segera masuk ke dalam kamar mandi untuk berwudhu. Setelah selesai dari kamar mandi, Fahna segera mengenakan mukenah dan kemudian bersama-sama melaksanakan sholat magrib berjamaah. Aku yang menjadi imam sholat magrib dan istriku menjadi makmum. Setelah kami selesai melaksanakan sholat magrib, aku memutar posisi dudukku supaya menghadap istriku yang ada di belakangku. Lalu istriku segera menghampiriku dan menjabat tanganku sambil menciumnya. Tidak lupa aku mengusap kepala istriku dan mencium kening istriku dengan lembut sambil dalam hati aku berdoa ‘Ya Allah berkahilah pernikahan kami ini, jadikan rumah tangga kami rumah tangga yang sakinah, mawaddah, warahmah. Dan berilah kami keturunan anak-anak yang berbakti kepada kedua orang tuanya, menjadi kebahagiaan serta kebanggaan dalam keluarga. Ya Allah, mulai hari ini aku telah menjadi pakaian yang akan menutupi segala kekurangan istriku dan begitu pula sebaliknya. Ya Allah, bantulah serta kuatkanlah hambamu ini dalam menunaikan serta menjalankan amanat sebagai suami, sebagai imam dan kepala rumah tangga hingga ajal yang akan memisahkan kami berdua, amien.’

   Setelah selesai melaksanakan sholat magrib, aku beserta istriku keluar dari dalam kamar pengantin dan menuju ke ruang makan keluarga yang ada di bagian belakang rumah. Ketika berada di ruang makan, aku melihat di atas meja makan telah tersedia berbagai hidangan yang menggugah selera, terdapat irisan buah semangka, tidak ketinggalan jeruk sunkist dengan warna kuning kesukaan istriku yang diletakkan di atas piring buah. Aku dipersilahkan duduk oleh Ayah Ismed dan segera aku menarik sebuah kursi yang ada di depanku lalu duduk. Malam ini, di ruang makan keluarga juga hadir Kak Faris yang telah duduk lebih dulu dan tidak ketinggalan Fahna istriku yang duduk di samping aku. Makan malam kali ini begitu spesial bagiku, karena untuk pertama kalinya dalam perjalanan hidupku, aku dilayani dengan sepenuh hati oleh Fahna istriku. Pada saat makan malam berlangsung, sesekali istriku menyuapi aku dengan manja seolah tidak mempedulikan keadaan sekitar, baginya aku adalah segalanya dan malam ini adalah malam yang telah dinanti oleh Fahna istriku.

   Selepas makan malam yang sangat spesial dan begitu berkesan, ditambah dengan obrolan santai antara aku dengan Ayah Ismed juga Kak Faris sebagai keluarga besar. Malam itu aku baru ingat jika aku mempunyai janji untuk menghubungi ibuku yang ada di rumah untuk berbagi kebahagiaan dan menceritakan rangkaian acara akad nikah juga resepsi pernikahanku dengan Fahna istriku yang alhamdulilah berjalan lancar. Aku meminta ijin kepada Ayah Ismed untuk kembali ke kamar karena ada sesuatu hal. Aku segera bangkit dari tempat dudukku kemudian berjalan bersama Fahna istriku masuk ke dalam kamar pengantin. Saat ini adalah momen yang tepat untuk memberi kejutan yang spesial buat ibuku yang ada di rumah. Aku meminta istriku duduk di samping aku, karena aku akan memperkenalkannya kepada ibuku dan ternyata istriku begitu bersemangat ingin segera bertemu dan menyapa ibu mertuanya yang sayangnya tidak bisa hadir dalam rangkaian acara hari ini. Aku segera melakukan panggilan video ke ibuku dan dengan sabar menunggu panggilanku tersambung. Ketika akhirnya panggilan videoku tersambung, tampaklah wajah ibuku dengan senyum bahagia sedang duduk di kursi yang ada di ruang keluarga.

   “Assalamualaikum, selamat malam umik apa kabar hari ini di sana?” tanya istriku dengan senyum manisnya mendahului aku yang belum sempat mengucapkan salam.

   “Waalaikumsallam Fahna menantu ibu,” jawab ibuku dengan senyum bahagia bercampur haru karena ini adalah pertama kalinya ibuku melihat menantunya, “alhamdulilah kabar ibu baik-baik saja di sini Fahna.”

   “Alhamdulilah, Fahna ikut senang mendengar kabar umik baik-baik saja di rumah.”

   “Fahna, malam ini ibu merasa begitu bahagia akhirnya ibu memiliki menantu dan Fahad anak ibu akhirnya bisa menikah dan memiliki seorang istri,” kata ibuku seolah meluapkan semua perasaan yang ada di dalam hatinya.

   “Sama-sama umik, Fahna juga begitu bahagia malam ini bisa berjumpa dengan ibu mertua Fahna, biarpun hanya melalui panggilan video,” jawab Fahna istriku dengan senyum menawan yang akan selalu aku rindukan.

   “Alhamdulilah, ibu merasa senang sekali mendengarnya dan akhirnya kalian berdua menjadi sepasang suami istri. Semoga perjalanan rumah tangga kalian langgeng sampai akhir hayat,” doa ibuku untuk aku dan istriku.

   “Amien, terima kasih banyak umik doanya untuk pernikahan kami berdua,” ucap istriku dengan haru.

   “Sama-sama Fahna menantu ibu. Ya Allah Fahna, kamu malam ini terlihat sangat cantik dan begitu beruntungnya anakku Fahad bisa mendapatkan pendamping seperti dirimu,” kata ibuku memuji Fahna dengan tulus.

   Mendengar kata-kata yang baru saja ibuku sampaikan, aku langsung memeluk istriku dengan erat sambil mencium pipinya. Fahna langsung menyikut tulang rusukku seakan malu di depan ibu mertuanya kami menampakkan kemesraan. Aku tahu Fahna hanya menggodaku dan dalam hatinya Fahna juga merasakan apa yang aku rasakan.

   “Fahna sayang, kapan rencana kalian berdua berkunjung ke rumah ibu? Jujur, ibu sangat menantikan kehadiran kalian berdua di rumah ibu,” tanya ibuku ingin tahu.

   “Insyaallah dalam waktu dekat atau dalam minggu ini, aku beserta Fahna akan pulang ke rumah. Pasti aku dan Fahna akan menemani ibu di rumah biar tidak sendiri lagi dan rumah kembali ramai,” jawabku dengan bersemangat.

   “Pasti Fahna akan bertemu dengan umik di rumah. Dan Fahna juga sudah tidak sabar ingin segera berjumpa dengan umik agar bisa duduk bersama sambil bercengkrama sebagai keluarga besar,” imbuh Fahna.

   Obrolan antara Fahna dan ibuku berlangsung selama 90 menit, seolah kedua orang ini telah mengenal sejak lama dan semuanya mengalir begitu saja. Tidak ada kecanggungan dari istriku malah ia terlihat begitu senang bisa berbicara dengan ibu mertuanya. Setelah obrolan antara fahna dan ibuku berakhir, aku merasa begitu bahagia dan hatiku merasa lega, akhirnya aku berhasil menepati janjiku kepada ibuku untuk mengenalkan istriku kepadanya. Dan ibuku terlihat begitu senang mengetahui menantu pertamnya.

***   

   Setelah selesai melakukan panggilan video dengan ibuku yang ada di rumah, aku meletakkan telepon genggamku di atas meja rias lalu berdiri meregangkan tubuhku yang kaku setelah selama 90 menit aku duduk menemani istriku yang sedang berbincang santai dengan ibuku. Aku berjalan dan membuka pintu yang mengarah ke bagian samping kamar istriku. Aku berdiri sambil menyandarkan tubuhku di pintu dan melihat keadaan sekitar. Malam ini kota Labuha kembali diguyur hujan deras dengan kilat yang sesekali menyambar kemudian disusul suara gemuruh yang begitu keras. Halaman samping kamar istriku dibatasi dengan dinding setinggi tiga meter yang di atasnya terpasang kawat berduri yang menghalangi siapa pun untuk masuk ke halaman. Aku juga melihat di tengah halaman berdiri pohon kelengkeng dengan buah yang bergerombol sedang bergoyang-goyoang ditiup angin bercampur hujan.

   Aku berdiri diam sambil merasakan hawa dingin kota Labuha dan sesekali tetesan air hujan yang terbawa angin menerpa wajahku. Malam ini hatiku begitu berbahagia serta berbunga-bunga, karena telah menjadi sepasang suami istri dengan wanita yang begitu aku cintai. Perjalanan cintaku tidaklah mudah untuk sampai di momen ini, banyak halangan, hambatan juga rintangan yang harus aku lalui terlebih dahulu. Hampir saja pernikahanku dengan Fahna kandas di tengah jalan karena terkendala masalah biaya, karena pada saat itu kondisi keuanganku masih berantakan dan aku dalam posisi terpuruk. Tetapi, untunglah pada saat-saat terakhir Allah berikan jalan keluar yang tidak pernah aku duga sebelumnya, sehingga pernikahan ini bisa terlaksana dengan baik dan lancar. Biarpun aku tidak bisa mengajak ibuku untuk hadir, namun ibuku tidak mempermasalahkan itu, yang terpenting aku bisa menikah dan menjadi sepasang suami istri sampai akhir hayat. Aku tersenyum sendiri membayangkan perjalanan kisah cintaku dengan Fahna dan sungguh aku begitu beruntung dalam hidup ini.

   Tiba-tiba dari belakang aku merasakan sepasang tangan melingkar di pinggangku diikuti tubuh istriku yang merapat ke punggungku. Dengan perlahan aku meremas tangan istriku dan merasakan pelukan istriku semakin erat ke tubuhku. Dalam diam aku beserta istriku membiarkan momen ini berjalan begitu saja, ditambah suara air hujan yang turun dari langit menambah suasana malam ini begitu romantis. Ketika berdiri sambil berpelukan itulah aku merasakan sesuatu mulai bergolak di dalam diriku dan sedang mencari jalan untuk dilepaskan. Sesuatu yang kuat, liar serta membara bagaikan sebuah magma gunung berapi yang akan meletus dan tidak bisa dibendung lagi. Jantungku mulai berdegup lebih kencang, ditambah saraf-saraf dalam tubuhku seperti menerima aliran listrik bertegangan tinggi, dan ini membuat paru-paruku seakan tidak mampu menyimpan oksigen sehingga membuat napasku menggebu-gebu.

   Tanpa bisa ditahan lagi, aku berbalik untuk memandang wajah cantik istriku dan mendapat sebuah senyuman yang membakar hatiku. Dengan lembut aku mulai membelai rambut ikal istriku, lalu turun membelai wajah cantik istriku dengan kulit seputih dan selembut sutra. Dalam diam aku memeluk erat sambil tanganku membelai punggung istriku karena aku begitu mencintainya. Lalu terdengar suara istriku memanggilku dengan suara pelan.

   “Sayang,” panggil istriku dengan suara manja yang bisa membuat jantungku berhenti berdetak saat itu juga.

   “Iya sayang,” jawabku dengan lembut.

   “Sayang ….” Suara istriku semakin manja dan menggoda seolah sedang menginginkan sesuatu. Dan semua ini membuat tubuhku semakin tegang dan jika terus seperti ini, mungkin aku akan hilang kendali.

   “Kenapa sayang,” jawabku sambil membelai rambut istriku.

   “Tidak apa-apa sayang,” jawab istriku dengan manja sambil membenamkan wajahnya di dadaku.

   Tidak ada lagi kata yang terucap dari bibir istriku dan suasana kembali sunyi hanya terdengar suara air hujan yang masih terus mengguyur. Tiba-tiba aku merasakan sebuah ciuman yang dalam, kuat serta bergairah di bibirku dari istriku. Ciuman ini seakan menyedot habis jiwaku keluar dari dalam diriku. Aku hanya bisa memejamkan mata dan merasakan untuk pertama kalinya bibir istriku yang lembut, menggoda dan penuh gairah. Karena tak bisa menahan lebih lama lagi, aku lalu menggendong istriku dan berjalan membawanya ke ranjang pengantin. Dengan lembut aku membaringkannya di atas kasur sambil aku menatap wajah istriku yang terlihat begitu bahagia dan tatapan matanya mengatakan ia menginginkan sesuatu dariku dan sebaliknya aku pun menginginkannya.

   “Sayang, sini tidur di sampingku,” pinta istriku dengan nada merayu serta menggoda.

   “Iya sayangku, aku pasti tidur di samping dirimu. Karena malam ini adalah malam pertama pernikahan kita,” kataku dengan tersenyum tanpa memberi tahu jika detak jantungku spertinya akan kolaps. “Tunggu sebentar, karena aku akan menutup serta mengunci pintu agar tidak ada orang yang masuk.” Aku mengedipkan sebelah mataku kepada Fahna. Lalu aku berjalan menutup pintu samping kamar pengantin dan menguncinya.

   Sebelum naik ke atas ranjang, aku berganti pakaian tidur lalu mematikan lampu kamar pengantin dan seketika kamar menjadi gelap. Setelah itu aku segera naik ke atas ranjang pengantin lalu merebahkan tubuhku disamping tubuh istriku. Hanya terdengar suara hujan di luar yang terus turun dan tidak ada tanda-tanda akan mereda.

   “Peluk rapat diriku sayang, karena aku begitu menginginkanya.” Terdengar suara istriku meminta aku untuk memeluknya.

   Tanpa berbicara lagi, aku segera memeluk istriku dengan perlahan dan menarik tubuh istriku merapat ke tubuhku. Akhirnya tubuh kami saling menyatu didorong rasa cinta, juga hasrat yang sedang membara, ditambah kami saling membutuhkan dan mendamba. Tidak ada kata yang terucap hanya gerakan tubuh kami berdua yang saling mendekat bagaikan kutub magnet yang berlawanan bertemu.

   Malam itu dalam guyuran hujan deras, aku dan istriku untuk pertama kalinya merasakan betapa indahnya malam pengantin. Aku tidak mengetahui bagaimana semua ini berjalan. Yang dapat aku ingat adalah setelah kami berpelukan dengan erat, tangan kami mulai saling menyentuh dan meraba, gerakan kecil ini membuat kami berdua semakin bergairah. Aku mulai mencium kening istriku, kemudian mencium bagian tubuhnya yang lain hingga napas istriku menggebu seperti napasku. Setelah itu yang telintas hanya potongan-potongan ingatan tentang kebahagiaan, kepuasan, penyatuan jiwa kami yang seutuhnya. Dan semua itu terjadi ketika tubuh kami berdua mencapai sebuah …, yang mana sensasi yang ditimbulkan sulit untuk digambarkan dan dijelaskan. Hanya rasa senang dan nikmat yang begitu dalam yang menjalar ke seluruh bagian tubuh kami berdua mulai dari ujung kepala sampai dengan ujung kaki. Setelah sensasi itu perlahan-lahan menghilang, barulah tubuh kami seperti kehilangan tenaga dan akhirnya kami berdua jatuh tertidur dengan berpelukan erat.

***

Hari Senin, Kota Labuha pulau Bacan.

   Pagi pun tiba ditandai dengan suara burung yang saling bersaut-sautan di atas pohon Kelengkeng dan terdengar riuh. Aku mulai membuka mata dan mendapati istriku masih terlelap tidur di dadaku. Dengan lembut aku membelai rambut serta merasakan tarikan napas istriku yang teratur dan dalam di dadaku. Aku tetap berbaring diam karena tidak ingin membangunkan istriku jika aku langsung turun dari ranjang. Saat berbaring itulah aku teringat kembali momen malam pertama pernikahanku dengan Fahna dan tanpa sadar aku tersenyum sendiri. Karena tadi malam adalah malam yang begitu spesial dan tidak akan pernah aku lupakan untuk selamanya. Dan wanita yang telah memberiku sebuah pengalaman cinta yang begitu luar biasa saat ini sedang terlelap tidur di dadaku.

   Ketika ingatan akan momen indah malam pertama masih terngiang-ngiang di kepalaku, aku mendengar suara istriku menguap, diikuti sebuah kecupan lembut di dadaku yang memberi tahu bahwa istriku telah bangun. Aku kembali mendekap istriku dengan erat karena aku tidak ingin jauh-jauh darinya dan membiarkan momen kebersamaan yang begitu berkesan ini berakhir dengan cepat.

   “Selamat pagi sayangku, apa kabar hari ini?” tanyaku membuka percakapan.

   “Kabar baik sayang,” jawab istriku dengan suara manja.

   “Sayang,” katakau, “hari ini aku merasa begitu bahagia telah menjadi bagian dari perjalanan hidupmu. Ditambah dengan momen tadi malam yang sungguh luar biasa, membuat aku sulit untuk melukiskannya. Ditambah pagi ini hatiku sedang berbunga-bunga bagaikan bunga mawar yang sedang mekar di taman dan cintaku padamu tidak akan pernah tergantikan dengan apa pun.”

   “Aku juga merasakan kebahagaiaan, kepuasan, juga cinta yang tulus kepadamu sayangku. Telah kuserahkan jiwa ragaku kepadamu, dan mulai hari ini aku telah menjadi satu dengan dirimu,” jawab istriku sambil mengusap dadaku dengan tangannya.

   “Sayang, aku masih ingin menghabiskan malam-malam berikutnya bersamamu dalam kehangatan dan kebersamaan. Aku sepertinya tidak bisa jauh darimu karena apa yang telah engkau berikan tadi malam membuat aku seperti ingin dan ingin lagi,” kataku sambil menggoda istriku.

   “Sayangku udah mulai nakal sekarang, masak sudah mau minta lagi, kan masih pagi?” jawab istriku dengan mencubit pipiku.

   “Kalau aku boleh jujur,” ujarku, “aku masih ingin merasakan kenikmatan itu sayangku. Kenikmatan yang selalu aku dambakan dan inginkan.” Sambil aku membelai rambut istriku yang masih berbaring di dadaku.

   “Engkau pasti mendapatkan itu semua sayangku. Karena aku telah menjadi milikmu seutuhnya dan sebagai seorang istri aku wajib taat dan melayanimu dengan sepenuh hati.”

   Mendengar jawaban istriku, hatiku begitu tersentuh dan rasa cintaku semakin dalam kepada istriku. Aku lalu berkata. “Terima kasih sayangku. Engkau adalah anugerah terindah dalam hidupku. Dan aku pun akan berusaha memberikan yang terbaik untukmu sayang.”

   “Aku pun juga merasa beruntung mendapatkan suami seperti dirimu sayangku. Teruslah menjadi bagian dari perjalanan hidupku mulai saat ini dan seterusnya,” pinta istriku.

   “Pasti sayangku Fahna. Aku akan selalu menjadi bagian dari perjalanan hidupmu hingga ajal yang memisahkan cinta kita.” Aku lalu mencium puncak kepala istriku karena rasa cinta yang membuncah di dalam hatiku.

   “Sayangku Fahna, sekarang kita telah menjadi sepasang suami istri dan di hari pertama perjalanan rumah tangga kita, apa yang akan kita lakukan untuk mengisi hari ini?”

   “Karena hari ini adalah hari yang bersejarah bagi perjalanan cinta kita. Oleh karena itu, aku ingin mengajakmu jalan-jalan menikmati keindahan kota Labuha. Apakah engkau setuju dengan keinginanku sayangku?” tanya istriku.

   “Aku sangat setuju dengan ide kamu ini sayangku. Pasti menyenangkan kalau kita berdua jalan-jalan menyusuri jalanan kota Labuha dan menikmati indahnya pulau Bacan,” jawabku dengan tersenyum.

   “Baiklah kalau begitu, aku akan menyiapkan makan pagi yang spesial untukmu sayangku. Dan jangan lupa, sayangku masuk ke dalam kamar mandi lalu bersihkan diri.”

   “Baiklah sayangku,” kataku. Kemudian aku bangkit dari tempat tidur lalu turun dan berjalan menuju ke kamar mandi yang ada di dalam kamar. Sebelum menutup pintu kamar mandi, aku menjulurkan kepala dan berkata.

   “Sayangku, apa kamu tidak ingin ikut mandi bersamaku sekalian?” Aku mengedipkan sebelah mata menggoda istriku sambil tersenyum.

   “Sudah sana mandi bersihkan diri dulu,” kata istriku, “awas kalau nakal, nanti aku cubit pipinya sayang dengan keras.” Aku melihat senyum di wajah istriku yang begitu menawan. Cintaku pada istriku semakin meningkat setiap menit yang aku jalani.

_Bersambung_

“Kisah Selanjutnya Honey Moon”

  

 

Ikuti tulisan menarik Frank Jiib lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

10 Mei 2016

Oleh: Wahyu Kurniawan

Kamis, 2 Mei 2024 08:36 WIB

Terpopuler

10 Mei 2016

Oleh: Wahyu Kurniawan

Kamis, 2 Mei 2024 08:36 WIB