Oleh: Bambang Udoyono
Demokrasi di Indonesia bisa diibaratkan baru seumur jagung. Sudah cukup banyak capaian kita dalam politik. Dalam waktu singkat kita sudah menjadi negara demokrasi yang lumayanlah. Meskipun demikian masih ada titik lemah yang perlu kita sempurnakan. Apa saja yang perlu kita perbaiki? Banyak sih. Salah satunya sikap mental kita semua. Baik para politisi maupun orang biasa masih perlu meningkatkan sikap mentalnya. Mari kita perhatikan kalimat bijaksana dari seorang filsuf Prancis bernama Voltaire.
Je ne suis pas d'accord avec ce que vous dites, mais je me battrai jusqu'au bout pour que vous puissiez le dire. Saya tidak sependapat dengan kata-kata Anda, tapi saya akan berjuang agar Anda bisa mengatakannya. Demikian kalimat mutiara Voltaire, sang filsuf Prancis.
Memang benar benar adiluhung (mulia) pendapat sang empu ini. Kita orang Indonesia sebaikya memang banyak belajar berdemokrasi dari Barat. Tidak usah ragu ragu karena mereka memang sudah lebih maju daripada kita. Tidak hanya iptek saja yang harus kita pelajari dari mereka tapi juga ilmu dan praktek politik. Bagaimana menerapkan politik yang adiluhung misalnya.
Dalam demokrasi ada kebebasan berpendapat. Jadi kalau kita mengaku seorang demokrat kita harus membela hak hak setiap orang, termasuk lawan politik kita untuk mengutarakan pendapatnya. Mungkin kita tidak sependapat bahkan berlawanan dengan dia. Tapi haknya berbicara yang kita bela, bukan substansi pendapatnya. Mampukah kita bersikap seperti itu? Kalau belum artinya kita belum menjadi seorang demokrat sejati.
Seorang demokrat sejati akan membela demokrasi. Dia akan berjuang agar prinsip prinsip demokrasi bisa tegak. Kalau kita masih ingin menang debat dengan membungkam lawan, artinya kita belum mampu menjadi seorang demokrat.
Sila pakai kalimat mutiara Voltaire untuk menilai diri Anda sendiri. Sudahkah Anda mampu menerapkannya? Sudahkah Anda mau membela hak lawan politik Anda untuk berbicara? Sudahkah Anda mampu menerapkan prinsip sepakat untuk tidak sepakat? (Agree to disagree)
Kemudian sila pakai hasil self assesment itu untuk memperbaiki diri. Tidak mudah memang menilai diri sendiri. Dalam bahasa Jawa ndelok gitoké déwé (melihat tengkuk sendiri) tentu sulit. Tapi ini lebih énak daripada Anda dikritik pedas lawan politik. Tidak banyak orang yang mampu menerima kritik dengan legowo. Biasanya kita membela diri atau bahkan marah. Sebenarnya wajar saja marah, asal jangan mengambil tindakan berdasar amarah. Orang bijak tidak akan memakai rasa marahnya sebagai dasar tindakannya.
Semoga kita semua mampu belajar dari Voltaire dan para empu lain.
Bambang Udoyono, penulis buku.
Ikuti tulisan menarik Bambang Udoyono lainnya di sini.