x

Presiden ke-2 Soeharto. TEMPO/Gunawan Wicaksono

Iklan

bambang bujono

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 10 Maret 2022

Kamis, 10 Maret 2022 17:37 WIB

SO 1 Maret, Mengapa Heboh?

Serangan Oemoem (SO) 1 Maret sebuah peristiwa besar, banyak tokoh terlibat. Peristiwa ini menjadi perdebatan ketika mencari jawab sejarah: siapa pelaku utama dan siapa pendukungnya? Pertanyaan ini pun menjadi sorotan karena di masa Orde Baru wacana resmi (pemerintah) menyebutkan penggagas utama SO 1 Maret adalah Kolonel Soeharto, presien Orde Baru. Tak banyak yang tau, bahwa penelitian siswa Seskoad Bandung membuktikan Soeharto bukan pemrakarsa SO 1 Maret.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Di masa pemerintahan Soekarno hingga 1965, rasanya SO (Serangan Oemoem) 1 Maret tak pernah dimasalahkan. Wacana yang beredar, serangan digagasan Oleh Sultan HB IX, didiskusikan dengan Jenderal Soedirman, dan akhirnya Jenderal Soedirman memagang komando, memerintahkan para komandan lapangan untuk melaukuka serngan umum tersebut.

Sejarah bergerak dan Soekarno disingkirkan, muncul Ode Baru (Orba) dipimpin Presiden Soeharto, salah satu komandan yang berperan besar dalam SO 1 Maret. Masalahnya, pelan-pelan di masa Orba itu dinobatkan bahwa penggagas SO 1 Maret adalah Kolonel Soeharto, yang notabene adalah Presiden. Di masa Orba tidak mudah mendiskusikan, kemudian menyimpulkan, hal-hal berkaitan dengan Presiden Soeharto, dalam hampir segala hal. Umpamanya, tudingan (diam-diam) bahwa Soeharto melakukan "kudeta merangkak". Prosesnya, dari turunnya Supersemar (Surat Perintah Sebelas Maret) 1966, penggantian anggota MPR (S) hingga majelis ini secara aklamsi menolak pidato Sukarno yang masih sah presiden, hingga memilih Soeharto sebagai presiden. Tidak pernah ada tulisan terbuka, apalagi sebuah diskusi publik soal "kudeta merangkak" ini, terlepas dari pro dan kontra terhadap Soekarno yang (waktu itu) sebenarnya juga semakin otoriter.

Tentang SO 1 Maret, boleh dikata sepanjang Orba tak dimasalahkan. Sampai pada 1991, ketika Feisal Tanjung menjadi Komandan Seskoad di Bandung. Kebetulan salah satu asisten Feisal Tanjung adalah menantu Pakde saya, Letkol Bintarto, mantan komandan Korem Singkawang (ia komandan terakhir, karena kemudian Korem Singkawang dibubarkan).  Dari Letkol. Bintarto saya mendapatkan cerita bahwa salah satu tugas siswa Seskoad waktu itu melakukan penelitian tentang SO 1 Maret 1949. Sebenarnya, ini tugas biasa di sebuah sekolah komando. Yang kemudian menjadi tidak biasa adalah hasilnya.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

 Singkat cerita, kelompok siswa Seskoad yang mengadakan penelitian menemukan data dan fakta yang tidak persis sama dengan kisah seputar SO 1 Maret yang waktu itu resmi menjadi wacana pemerintah, yaitu bahwa Kolonel Soeharto pemrakarsanya, sekaligus komandan lapangannya. Para peneliti menemukan bahwa sebuah peristiwa militer tentulah dikomandani oleh pejabat militer tertinggi. "Hipotesa" ini kemudian terbukti: dari data dan fakta yang ditemukan, Jenderal Soedirman yang berperan utama dalam SO 1 Maret. Bahwa beliau menugaskan para komandan di bawahnya, termasuk Kolonel Soeharto utuk menjalankannnya, dan tiap komandan punyai inisiatif masing-masing sesuai kondisi setempat, tentulah ini hal biasa di dunia kemiliteran. 

Dan Jenderal Soedirman ternyata melakukan itu semua setelah bertemu dengan Sultan HB IX, yang sengaja mengundang beliau untuk membicarakan situasi Yogya (baca: Republik Indonesia) setelah Bung Karno dan Bung Hatta ditangkap Berlanda. Dari pertemuan tersebut para periset menemukan bahwa gagasan SO 1 Maret datang dari Sultan HB IX, dan Jenderal Soedirman sepenuhnya mendukung.

Temuan para siswa Seskoad itu kemudian ditulis lengkap. Menurut Kolonel Bintarto, sang komandan, Feisal Tanjung "kebingungan". Tapi sebagai komandan sekolah ia juga tidak bisa menyangkal begitu saja temuan penelitian ilmiah ini, betapapun bertentangan dengan pendapat pemerintah "Or-Ba". Akhirnya, Kolonel Bintarto diminta menyerahkan hasil penelitian ke Menteri Sekretaris Negara Moerdiono, untuk disampaikan ke Presiden Soeharto.,

Lama kemudan ihwal hasil penelitian itu tak terdengar beritanya.  Kemudian saya bertemu Kolonel Bintarto, iseng-iseng saya menanyakan hasil riset SO 1 Maret. Menurut dia, Mensesneg Moerdiono sudah menyampaikan tanggapan Presiden ke Komandan Seskoad. Apa kata Presiden? Berkas itu tetap rapi di meja kerja Presiden, dan Moerdiono menyampaikan pesan dari Seskoad, tentang temuan penelitian bahwa gagasan SO1 Maret dari Sultan HB IX. Menurut Moerdiono, Presiden tak menjawab; beliau hanya melihat ke arah berkeas sebentar, lalu "Hemmm.., begitu ya?"

Itu diceritakan Moerdiono ke Feisal Tanjung, yang lalu bertanya, apa maksud Presiden. Menurut Moerdiono, itu adalah siyarat bahwa Presiden tidak menyetujui hasil penelitian tersebut. Selesai.

Menurut menantu Pakde saya itu, kemudian hasil penelitian hanya disimpan di Seskoad. Di Peprustakaan Seskoad, kata Letkol Bintarto, yang ada adalah tulisan tentang SO 1 Maret versi "Or-Ba". 

Saya membaca kajian dari para sejarawan Universitas Gajah Mada, dan salah satu referensi kajian itu adalah naskah di Seskoad. Saya tidak tahu, naskah Seskoad yang mana. 

Tulisan ini sekadar menambah informasi untuk bahan mendiskusikan keputusan Pemerintah Joko Widodo perihal SO 1 Maret --yang oleh beberapa orang diprotes, antara lain, karena tak memasukkan  nama Kolonel Soeharto.

 

Bambang Bujono, penulis, mantan jurnalis.

 

 

 

 

Ikuti tulisan menarik bambang bujono lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler