x

pembelajaran dirumah bersama orang tua

Iklan

Bambang Udoyono

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 3 Maret 2022

Rabu, 16 Maret 2022 12:49 WIB

Memanjakan Adalah Meracuni

Banyak orang tua yang memanjakan anak anaknya. Tanpa mereka sadari tindakan mereka itu merugikan anak anaknya sendiri. Artikel ini memberi insight tentang hal itu.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Bambang Udoyono, penulis buku.

Dulu ketika saya masih di sekolah dasar di kota tempat tinggal keluarga kami di Magelang sering ada pasar malam.  Pasar malam ini diadakan di pusat kota Magelang, tepatnya di alun alun.  Mungkin karena letaknya yang strategis dan mungkin juga karena di jaman itu belum banyak hiburan, pasar malam ini merebut perhatian seluruh warga kota.  Hampir semua orang datang ke pasar malam ini untuk mencari hiburan sehat.

 

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Kami sekeluarga tidak pernah absen datang ke pasar malam ini terutama di malam minggu.  Bapak dan ibu saya mengajak saya menonton sulap, atraksi tong setan, pameran dagang dan lain lain. Tapi di antara semua tontonan itu yang paling menarik buat kami adalah wayang wong alias wayang orang.  Bapak dengan sabar menerangkan kepada saya latar belakang cerita yang akan kami tonton.  Berbeda dengan wayang kulit, wayang wong tidak dimainkan sampai pagi, hanya sampai tengah malam. Karena masih kecil saya belum kuat menonton sampai tengah malam sehingga banyak cerita yang tidak saya ikuti sampai selesai.  Meskipun demikian ada salah satu tokoh yang sangat berkesan sampai sekarang karena aneh, unik dan lucu,  yaitu Lesmono Mondro Kumoro.

Siapakah dia?  Apakah perlunya kita mengenalnya?

 

Lesmono Mondro Kumoro adalah anak laki laki dari Prabu Suyudono alias Prabu Duryudono, raja besar penguasa negara Hastinapura atau dalam wayang Jawa disebut Ngestino.  Sebagai anak raja besar dia mendapatkan banyak sekali keuntungan.  Sayangnya dia mendapatkan pola asuh yang salah.  Dia mendapatkan perlakuan istimewa, dimanja. Semua orang menghormatinya berlebihan dan semua orang membantunya. Dia memiliki banyak pembantu yang akan mengerjakan semua keperluannya sehingga dia tidak pernah melakukan pekerjaan apapun. 

 

Ada salah satu adegan wayang wong yang saya ingat yaitu ketika ayahnya Prabu Duryudono memerintahkan Lesmono untuk bertapa di sebuah tempat.  Lesmono meminta semua pembantunya ikut untuk melayaninya di pertapaan.  Sedangkan hidup di pertapaan harus mandiri dan prihatin.  Ketika diberitahu bahwa bertapa itu harus puasa sembari tetap berlatih dan belajar dia menangis.  Dia bilang tidak tahan lapar dan haus.  Akhirnya rencana bertapa gagal dan dia tetap hidup nyaman dan manja di istana.

 

Akibatnya terhadap mentalnya ternyata buruk.  Dia tidak memiliki keuletan, ketabahan, dan semangat juang.  Dia tidak mau mengalami kesulitan karena sudah terbiasa dibantu orang.  Dia menjadi bersifat manja.  Dia tidak mau belajar dan berlatih, apalagi berlatih ilmu keprajuritan.  Maka dia tidak memiliki ketrampilan apapun. 

 

Saya yakin sang pujangga ingin menyampaikan pesan kepada para orang tua agar jangan memperlakukan anak anaknya dengan istimewa.  Jangan diberi fasilitas berlebihan pada anak.  Jangan diberi banyak pembantu karena semua itu justru akan berakibat buruk pada pertumbuhan mentalnya. Anak menjadi manja dan menuntut perlakuan istimewa.  Akibatnya dia tidak memiliki daya juang.  Anak yang tumbuh seperti ini akan buruk sikap mentalnya sehingga terkendala untuk memiliki ketrampilan dan ilmu pengetahuan.  Kondisi ini menghalangi perkembangan mental, spiritual dan intelektualnya.

 

Karena itu biarkan anak anak melakukan tugas tugasnya sendiri.  Biarkan mereka menghadapi masalahnya sendiri tanpa pertolongan orang tua atau pembantu.  Orang tua harus belajar mengatur perasaannya agar tidak memperlakukan anak anaknya dengan memberikan bantuan setiap hari.  Boleh saja orang tua membantu anak anaknya, bahkan wajib, tapi hanya apabila dibutuhkan dan tidak berlebihan.

 

Bantuan yang tidak dibutuhkan anak anak justru akan melemahkan daya juangnya, sehingga dalam jangka panjang justru merugikan anaknya.

 

Sejatinya tujuan pendidikan keluarga adalah untuk membentuk karakter anak yang beriman, berkarakter mandiri, berdaya juang kuat, berwawasan luas dan berketrampilan tinggi.  Maka semua kegiatan pendidikan harus mendukung terciptanya cita cita tersebut.  

 

Pohon yang tumbuh maksimal adalah pohon yang terkena sinar matahari. Demikian juga manusia yang tumbuh maksimal adalah manusia yang terlatih menghadapi masalah.  Tentu saja harus ada persiapan untuk menghadapi masalah.  Persiapannya juga harus bertahap.  Nah pekerjaan rumah tangga sehari hari, pekerjaan sekolah dll adalah latihan bagus sekali untuk mengembangkan kekuatan mental, fisik dan spiritual.  Kalau semua latihan itu dilakukan dengan sungguh sungguh maka insya Allah anak anak akan tumbuh maksimal.  Mereka akan berkembang aspek fisik, intelektual, spiritual dan mentalnya.  Kalau dalam istilah teori kompetensi sekarang ini mereka akan memiliki skill, knowledge dan attitude yang baik.   Itu semua didapat dari kombinasi pendidikan keluarga dan sekolah.

 

Salah satu pendidikan dalam keluarga adalah mengambil keputusan.  Anak anak juga harus dilatih cara mengambil keputusan.  Jangan semua keputusan mengenai dirinya harus diambil orang tuanya.  Biarkan anak anak membuat keputusan sendiri.  Mulai dari keputusan kecil seperti mau makan apa, pakai baju apa, dsb.  Jadi jangan sampai nanti setelah dewasa menjadi beo atau bebek. 

 

Jadi jangan manjakan anak Anda.  Biarkan dia menghadapi masalahnya sendiri agar berkembang semua potensinya.  Tentu saja Anda sebagai orang tua wajib memantau, mengawasi dan membantu bilamana perlu.

Ikuti tulisan menarik Bambang Udoyono lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler