x

Percaya

Iklan

Supartono JW

Pengamat
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Selasa, 12 April 2022 10:28 WIB

Memberi, Maka Menerima

Tidak ada orang yang akan jatuh miskin, karena MEMBERI. Tidak ada orang yang akan kehilangan senyuman bahagia karena senyumnya telah diberikan kepada orang lain. Memberi, mengoptimalisasi fungsi manusia sebagai makhluk Tuhan yang beragama, bersosial, dan punya emosional. MEMBERI, maka MENERIMA. (Supartono JW.12042022)

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Tidak ada orang yang akan jatuh miskin, karena memberi. Tidak ada orang yang akan kehilangan senyuman bahagia karena senyumnya telah diberikan kepada orang lain. Memberi, mengoptimalisasi fungsi manusia sebagai makhluk Tuhan yang beragama, bersosial, dan punya emosional. Memberi, maka menerima.

(Supartono JW.12042022)

Bulan Ramadan memiliki banyak nama, satu di antaranya adalah Syahrul Judd atau bulan kemurahan. Nama ini menekankan pentingnya bermurah hati untuk memberi dan berbagi di bulan suci. Melekatnya sifat murah hati, membuat Ramadan identik dengan berbagai bentuk aktivitas berbagi.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Siapa saya?

Apakah saya orang yang suka memberi sesuatu kepada orang lain? Apakah saya juga orang yang menerima? Apakah saya juga memahami bahwa memberi itu adalah menerima?

Dalam bulan Ramadhan ini, saya berharap, saya menjadi orang yang banyak memberi, pun menjadi orang yang selalu menerima keadaan.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, (KBBI), makna memberi adalah menyerahkan (membagikan, menyampaikan) sesuatu, menyediakan (melakukan dan sebagainya) sesuatu, memperbolehkan, mengizinkan, menyebabkan (menjadikan) menderita (kena), menjadikan supaya, membubuhi (meletakkan, mengenakan, dan sebagainya), mengucapkan (menyampaikan maaf, selamat, hormat, salam),melayangkan, mengirimkan, dan sebagainya.

Memberi juga bisa dimaknai sebagai memberi malu, memberi hati, menyebarkan ketakutan, memanjakan, memberi harapan, memberi rezeki, memberi makanan, memberi keuntungan (kemujuran), memberi suara, memberi kabar, memberi musibah dll.

Sementara, makna menerima adalah menyambut; mengambil (mendapat, menampung, dan sebagainya), mengesahkan, membenarkan, menyetujui (usul, anjuran, dan sebagianya), mendapat atau menderita, menganggap, mengizinkan, mau menjabat (pangkat) dan sebagainya, kenyataan pasrah, menerima suap, dll.

Dari kata memberi dan menerima, masing-masing ada yang maknanya positif dan ada yang negatif.

Sepanjang kehidupan saya di dunia, tentu saya sudah melakukan perbuatan memberi dan menerima. Saya pun tahu dan dapat mengidentifikasi, mana perbuatan memberi dan menerima yang positif, mana yang negatif.

Memberi dan menerima

Memberi dapat dilihat dari berbagai sisi, yaitu agama (spiritual), sosial, emosional (psikologis).

Secara agama

Dalam Al-Quran, Surat Al-Zumar, ayat 51, Allah berfirman: Maka mereka ditimpa oleh akibat buruk dari apa yang mereka usahakan. Dan orang-orang yang zalim di antara mereka akan ditimpa akibat buruk dari usahanya.

Ayat tersebut memberi sinyal bahwa memberi keburukan atau perbuatan yang berakibat buruk kepada orang lain akan membuat pelakunya juga menerima balasan buruk.

Demikian pula dengan perbuatan baik. Banyak sekali ayat dalam al-Qur’an yang menunjukkan bahwa pemberi kebaikan akan menerima kebaikan, bahkan berlipat ganda dan dengan bonus luar biasa.

Dalam ajaran Islam, contoh memberi dapat berupa zakat, infak, sedekah, amal saleh, dan lain-lain. Pemberian yang dianggap dalam kategori itu pun beragam, mulai dari harta sampai memberikan sesungging senyuman.

Dari sisi agama, memberi, khususnya kebaikan, sesungguhnya justru melipatgandakan kebaikan si pemberi. Dalam Alquran disebutkan hitungan-hitungan angka berlipatnya kebaikan. Kebaikan satu akan berbalas 100.

Tuhan menciptakan makhluk, memberikan kehidupan kepada mereka, semua itu tidak membuat-Nya kehilangan, tapi justru dengan memberikan limpahan menjadikan-Nya menerima sesuatu yang lain. Di sini ada timbal balik, memberi tapi pada saat yang sama menerima. Demikian pula dengan memberikan harta atau bentuk kebaikan lain.

Bila kita renungkan, memberikan harta kita dalam Islam dikatakan sebagai menyucikan harta yang dimiliki. Secara teologis pun sudah ditegaskan bahwa tak ada yang gratisan, ketika mengeluarkan harta. Sesungguhnya itu bukan untuk orang lain, tapi untuk kebaikan diri sendiri.

Secara sosial

Hubungan seseorang akan lebih rekat dengan memberi. Memberi juga sebagai simbol kita masih mengingat orang tersebut walaupun jaraknya jauh. Seperti ucapan ulang tahun, mengirim rangkaian bunga, memberi ucapan hari raya, hingga menanyakan kabar sebagai bentuk memberikan perhatian.

Meski terpaut jarak, seseorang akan tetap terhubung dan menjadi semakin dekat. Kedekatan hubungan itu yang kemudian membuat seseorang merasa lebih nyaman  dan bisa lebih terbuka.

Sebagai makhluk sosial yang masih membutuhkan kehadiran orang lain di sisinya, seseorang perlu saling memberi. Tindakan saling memberi akan meningkatkan kedekatan kita dengan orang lain.

Bahkan, sekadar memberi senyum, tergolong sedekah dan akan menerima pahala. Dan, pahala berarti balasan Tuhan yang akan diterima kelak di akhirat atas kebaikan yang diperbuat di dunia. Sebaliknya, dosa adalah balasan yang diterima di akhirat atas perbuatan buruk di dunia.

Secara psikologi

Psikolog Jerman Erich Fromm menjelaskan, dalam proses memberi, seseorang sebenarnya telah menyerahkan kekuatan pada orang yang menerima untuk menjadi pemberi.

Contoh sederhananya, saat berbagi memberi makan pada anak yatim, sehingga kebutuhan dasar mereka terpenuhi, di saat yang bersamaan mereka memberikan kedamaian dan rasa cukup dalam diri kita saat melakukannya.

Dalam satu waktu, saya/kita dan mereka telah membagi dan melengkapi sesuatu. Dengan konsep ini, kita dapat memaknai proses memberi sebagai sebuah upaya mencapai keseimbangan.

Artinya, saya/kita melepaskan sesuatu yang berlebih dalam diri sehingga menyediakan ruang untuk menerima yang kita butuhkan. Mereka pun menerima sesuatu untuk melengkapi diri mereka, dan menjadi kuat untuk memancarkan energi kebaikan.

Dengan demikian, kita memahami bahwa memberi bukan tentang menjadi lebih baik dari pada yang lain, namun tentang menjadi lebih baik bersama-sama.

Memberi tidak akan memiskinkan atau melemahkan seseorang. Bahkan dengan pemahaman yang lebih mendalam, memberi dapat mengoptimalisasi fungsi diri saya/kita sebagai makhluk Tuhan yang beragama dan bersosial.

Air, siang dan malam, kaya dan miskin

Lihatlah filosofi air. Air yang menggenang apalagi menumpuk diam dalam suatu wadah lama-kelamaan, air akan keruh dan menjadi sarang bibit nyamuk yang mendatangkan penyakit seperti demam berdarah, baunya pun tak sedap. Tetapi, air yang mengalir, membersihkan kotoran-kotoran yang dilewatinya dan tidak berbau.

Hal tersebut juga dapat dipahami bahwa mengalirkan (memberi) apa yang saya/kita miliki kepada orang lain, niscaya itu akan membawa kebaikan bukan hanya pada orang lain, tapi juga kepada diri saya/kita sendiri.

Perhatikanlah, mengapa ada siang ada malam? Apakah masing-masing saling berutang dan harus berterima kasih satu sama lain? Mungkin saja siang mengklaim dia lebih berjasa daripada malam karena telah memberi kesempatan kepada manusia dan makhluk hidup untuk mencari penghidupan. Tapi jangan lupa bahwa tanpa malam, manusia tak akan ada kesempatan untuk merebahkan diri beristirahat untuk menyongsong esok siang.

Orang kaya mungkin akan berbangga bahwa dialah yang paling mulia karena memberi dan menyantuni, tapi jangan lupa tanpa mereka yang disebutnya miskin, dia pun takkan bisa apa-apa. Bahkan tanpa mereka, siapa yang akan menyebut mereka kaya? Karenanya, memberi sesungguhnya adalah menerima.

Bukti dan fakta

Sebab memberi kegelisahan dan penderitaan kepada rakyat, maka menerima sejarah aksi nasional 11 April 2022. Sebab memberi kegaduhan, maka menerima pukulan. Sebab, memberi tenaga dan pikiran, maka menerima gajian dan tunjangan.

Dan masih banyak sebab-sebab lain, dan akibat-akibat lain dari perbuatan memberi dan balasannya.

Bersyukurlah, bagi yang masih bisa memberi dan berbagi,  meski hanya sekadar memberi senyum, memberi maaf, memberi amanah, kesempatan (bentuk suara) untuk tahta, memberi jalan, memberi inspirasi, memberi ide, memberi masukan, memberi wadah, memberi ruang, memberi contoh, dan memberi lainnya., bukan uang dan harta, apalagi bagi-bagi kursi dan janji-janji.

Ikuti tulisan menarik Supartono JW lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler