Penerapan Pendidikan Sastra di Sekolah
Minggu, 17 April 2022 10:37 WIBDi dalam pendidikan, penerapan pengajaran sastra diterapkan beriringan dengan pengajaran bahasa. Keterkaitan antara sastra dan bahasa tidak dapat terpisahkan, serta keduanya tersebut sebagai syarat yang berkesusunan. Karena antara sastra dan bahasa memiliki suatu aspek yang sama, yaitu aspek mendengarkan, berbicara, membaca, serta menulis. Untuk lebih lengkapnya, mari kita simak artikel berikut ini!
Sastra merupakan hasil karya manusia dalam bentuk tulisan atau lisan yang memiliki suatu makna atau keindahan tertentu. Di dalam sastra juga disajikan bermacam-macam bentuk kisah yang mendorong pembaca untuk melakukan sesuatu. Disastra (2004: 63) mengemukakan bahwasanya, “Menciptakan dan mengapresiasi karya sastra merupakan pengalaman intelektual dan emosional yang tinggi derajatnya yang akan lebih memanusiakan manusia”. Dalam skala pendidikan sastra terdapat dua tuntutan yang dapat diungkapkan sehubungan dengan pembentukan watak ini. Pertama, pendidikan sastra selayaknya dapat memberikan bantuan dalam proses mengembangkan kepribadian peserta didik yang di antaranya yaitu kepandaian, ketekunan, pengimajian, serta penciptaan. Kedua, pendidikan sastra sepatutnya dapat membina perasaan yang lebih kritis. Karena pada umumnya, seseorang yang telah banyak mempelajari karya sastra memiliki perasaan yang lebih peka untuk menilai mana yang bernilai dan mana yang tidak.
Tetapi di Indonesia, sastra dianggap kurang memiliki peran dalam kehidupan masyarakat. Kegiatan kesusastraan dianggap hanya memberi manfaat nonmaterial serta batiniah. Sehingga, hal tersebut dianggap masih dapat ditunda karena bukan merupakan hal yang mendesak. Gejala di atas juga kerap kali terjadi di dalam dunia pendidikan. Atensi peserta didik serta guru lebih terhadap pendidikan sastra lebih rendah dibandingkan dengan pendidikan yang lain. Sedikitnya ditemukan sarana dan prasarana di sekolah yang dapat menopang pendidikan sastra merupakan bukti nyata adanya ketimpangan tersebut. Acap kali pendidikan sastra diabaikan oleh pendidik, terutama bagi pendidik yang tingkat apresiasi sastranya rendah. Sehingga pendidikan sastra di sekolah disajikan hanya untuk memenuhi tuntutan kurikulum.
Pendidikan Sastra
Purba (2001:2) mengemukakan bahwasanya kata sastra dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Sansekerta. Akar katanya adalah cas yang berarti memberi petunjuk, mengarahkan, dan mengajar. Oleh karena itu, sastra dapat diartikan sebagai alat untuk mengajar, buku petunjuk, instruksi, atau pengajaran.
Menurut (Oemarjati, 1992) pengajaran sastra pada dasarnya mengemban misi efektif, yaitu memperkaya pengalaman siswa dan menjadikannya lebih tanggap terhadap peristiwa-peristiwa di sekelilingnya. Tujuan akhirnya adalah menanam, menumbuhkan, dan mengembangkan kepekaan terhadap masalah-masalah manusiawi, pengenalan dan rasa hormatnya terhadap tata nilai, baik dalam konteks individual, maupun sosial.
Terdapat tiga pokok kemampuan belajar dalam pendidikan sastra di sekolah, di antaranya yaitu kemampuan psikomotorik, kemampuan afektif, serta kemampuan kognitif. Kemampuan psikomotorik tersebut merupakan kemampuan mengatur sisi kejiwaan untuk bertahan terhadap bermacam-macam persoalan. Kemampuan afektif merupakan kemampuan manusia yang berhubungan dengan emosional seseorang. Kemampuan kognitif merupakan kemampuan yang dimiliki seseorang berdasarkan pikiran. Semua kemampuan tersebut secara bersamaan dapat ditemukan dalam pendidikan sastra.
Di dalam pendidikan, penerapan pengajaran sastra diterapkan beriringan dengan pengajaran bahasa. Keterkaitan antara sastra dan bahasa tidak dapat terpisahkan, serta keduanya tersebut sebagai syarat yang berkesusunan. Karena antara sastra dan bahasa memiliki suatu aspek yang sama, yaitu aspek mendengarkan, berbicara, membaca, serta menulis. Dengan adanya kesamaan di antara aspek-aspek tersebut maka sastra dan bahasa saling melengkapi antara yang satu dengan yang lainnya. Dalam penerapannya, pendidikan sastra di sekolah meliputi hal-hal berikut ini:
- Menyimak sastra: mendengarkan dan merefleksikan pembacaan novel, puisi, dongeng, serta pementasan drama.
- Berbicara sastra: mendongeng, deklamasi, berbalas pantun, serta menanggapi secara lisan pementasan karya sastra.
- Membaca sastra: membaca karya sastra dan memahami maknanya, baik terhadap karya sastra dalam bentuk dongeng, puisi, novel, cerpen, serta pementasan drama.
- Menulis sastra: menulis cerpen, menulis puisi, menulis naskah drama, serta menulis novel.
Sastra dan bahasa menjadi satu kesatuan untuk menciptakan manusia yang komunikatif terhadap perkembangan zaman. Sastra berada pada tataran cara untuk memahami dinamika kehidupan serta metode untuk mengetahui gejala yang akan terjadi, akibatnya dapat meningkatkan serta menumbuhkan kecerdasan yang adaptif terhadap lingkungan. Tetapi sastra lebih mengacu terhadap keahlian pengembangan diri untuk berinteraksi langsung dengan dinamika realitas kehidupan, dalam implementasinya. Burhan Nurgiyantoro mengemukakan bahwasanya sastra sebagai karya seni tidak semata-mata hanya berurusan dengan bahasa saja, tetapi juga unsur-unsur sastra yang lain, yang tidak kalah pentingnya. Sastra tidak hanya tersusun oleh bahasa yang membentuk arti, akan tetapi sastra juga tersusun oleh fenomena kehidupan yang membutuhkan perenungan.
Tujuan, Manfaat, Fungsi, dan Peran Pendidikan Sastra
Tujuan pendidikan sastra di antaranya adalah agar peserta didik dapat memahami, menikmati, serta memanfaatkan karya sastra yang berguna untuk mengembangkan kepribadian, memperluas wawasan kehidupan, meningkatkan pengetahuan, dan kemampuan berbahasa (Depdiknas, 2001). Sedangkan Lazar (2002:15-19) mengemukakan manfaat pendidikan sastra yaitu memberi akses pada pemerolehan bahasa, memberi akses pada latar belakang budaya, memperluas perhatian siswa terhadap bahasa, memberikan motivasi kepada siswa, mendidik siswa secara keseluruhan, serta mengembangkan kemampuan interpretatif siswa.
Sastra memiliki bermacam-macam fungsi edukasi. Misalnya pendidikan sastra di dalam kelas mampu mendorong peserta didik menstimulasikan imajinasi, meningkatkan perhatian emosionalnya, serta mengembangkan kemampuan kritis. Ketika peserta didik diperintahkan untuk memberi respon secara pribadi terhadap teks sastra yang dibaca, peserta didik tersebut akan menjadi lebih percaya diri dalam menuangkan ide mereka dan emosinya. Peserta didik juga akan terdorong untuk meningkatkan keahliannya dalam menguasai teks sastra dan memahami bahasanya.
Penerapan pendidikan sastra di sekolah juga sangat berperan penting dalam kehidupan para peserta didik, karena di dalam sastra terdapat nilai-nilai kehidupan yang positif seperti nilai kemanusiaan, nilai agama, nilai budaya, nilai sosial, serta nilai budi pekerti.
Hal-Hal Yang Berpengaruh Terhadap Pendidikan Sastra di Sekolah
Terdapat hal-hal yang berkaitan dalam pendidikan sastra di sekolah, hal tersebut yaitu komponen tujuan, bahan yang diajarkan, serta penilaian terhadap hasil kegiatan pembelajaran. Sastra sebagai pendidikan di sekolah sangat membutuhkan semua hal tersebut saling berkaitan serta memiliki kejelasan. Sebab kejelasan tujuan pendidikan sastra penting karena tujuan pengajaran sastra tersebut akan memberikan petunjuk bagi pemilihan bahan ajar yang sesuai. Dengan adanya tujuan yang jelas, maka pendidikan sastra akan lebih fokus pada materi yang telah dirancang untuk mencapai kemampuan psikomotorik, kognitif, serta afektif. Terdapat pula faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pendidikan sastra di sekolah, yaitu:
- Kurikulum
Kurikulum merupakan seperangkat rencana dan pengaturan isi, serta lahan pelajaran yang digunakan sebagai pedoman dalam pelaksanaan pendidikan. Dalam hal ini, kurikulum memiliki peranan yang sangat penting bagi kelangsungan pendidikan di sekolah. Dalam pelaksanannya, sekolah memiliki hak yang lebih besar atas penyelenggaraan pendidikan. Pihak sekolah harus merealisasikan sikap tanggap dari pemerintah terhadap tuntutan masyarakat yang berupa sarana peningkatan efisiensi, kualitas, serta pemerataan pendidikan. Di Indonesia sendiri, kurikulum dalam pendidikan kerap kali berubah-ubah. Sekolah harus berdaptasi setiap kali kurikulum berubah, serta beberapa sekolah juga terkadang belum siap untuk menerima kurikulum yang baru. Hal ini menyebabkan beberapa pendidikan sastra di sekolah masih terlihat konstan. Salah satu contonya yaitu dalam pengajaran puisi, pendidik masih bergelut membahas puisi “Aku” karya Chairil Anwar yang dianggap sebagai puisi kamar. Dalam pengajaran prosa, pendidik masih bergelut dengan membahas novel “Sitti Nurbaya” karya Marah Roesli. Serta dalam segi teori peserta didik hanya diajarkan pada unsur-unsur struktur. Dengan begitu pendidikan sastra tersebut terlihat kuno. Alangkah lebih baiknya, jika pendidikan sastra di sekolah merujuk pada konteks kenyataan hidup di masyarakat, sehingga para peserta didik tidak merasa bosan terhadap pendidikan sastra.
- Guru
Guru atau tenaga pendidik merupakan orang yang memberikan ilmu pengetahuan kepada anak didik (Djamarah, 2005: 31). Guru memiliki peran sebagai fasilitator atas berlangsungnya proses belajar serta mengajar di sekolah. Menjadi fasilitator yang baik, seorang guru wajib untuk mengetahui tujuan pembelajaran dan karakter dari setiap peserta didik, sehingga guru mampu menjadi motivator yang baik. Seorang guru juga wajib untuk kritis serta selektif terhadap gejala-gejala yang terjadi di dalam kelas.
- Anak Didik
Anak didik atau peserta didik merupakan orang yang menerima pengaruh dari seseorang atau kelompok orang yang melaksanakan pendidikan. Saat ini ditemukan beberapa peserta didik yang berpendapat bahwa sastra merupakan pendidikan atau pembelajaran yang membosankan. Dalam pendidikan sastra di sekolah juga terdapat beberapa peserta didik yang tidak menyukai sastra karena mereka beranggapan bahwa menulis dan mengapresiasi sastra merupakan kegiatan orang yang pengangguran saja. Peristiwa ini dapat diperhatikan pada cerpen, novel, serta puisi yang dipandang sebagai pencurahan hati saja. Padahal kenyataannya pada bidang kepenulisan sastra dibutuhkan ketekunan.
- Sarana dan Prasarana
Bagian yang tidak kalah pentingnya dalam pendidikan sastra di sekolah yaitu sarana dan prasarana. Karena sarana dan prasarana merupakan hal yang menopang pendidikan sastra di sekolah. Sarana dan prasarana yang layak akan memudahkan proses pendidikan sastra di sekolah. Dalam hal ini, sarana dan prasarana yang dapat menopang pendidikan sastra di sekolah adalah perpustakaan, sanggar seni, labolatorium bahasa, serta fasilitas yang dapat menopang pendidikan sastra yang lainnya. Di dalam pepustakaan tersebut dapat disediakan buku-buku bacaan yang berkaitan dengan sastra. Sehingga diharapkan para peserta didik akan lebih memiliki minat terhadap segala hal yang berkaitan dengan sastra. Selain itu, hal tersebut diharapkan dapat lebih meningkatkan peserta didik dalam mengapresiasi sastra. Melalui buku-buku bacaan yang disediakan di perpustakaan juga dapat meningkatkan minat baca peserta didik dan membuat peserta didik mendapatkan pengetahuan serta wawasan yang lebih luas tentang sastra dengan membaca buku-buku tersebut.
Jadi berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwasanya penerapan pengajaran sastra diterapkan beriringan dengan pengajaran bahasa. Karena antara sastra dan bahasa memiliki suatu aspek yang sama, yaitu aspek mendengarkan, berbicara, membaca, serta menulis. Dengan adanya kesamaan di antara aspek-aspek tersebut maka sastra dan bahasa saling melengkapi antara yang satu dengan yang lainnya. Sastra dalam implementasinya lebih mengacu terhadap keahlian pengembangan diri untuk berinteraksi langsung dengan dinamika realitas kehidupan. Terdapat faktor-faktor yang berperan serta dalam menyukseskan pendidikan sastra di sekolah, faktor tersebut di antaranya yaitu kurikulum, guru atau tenaga pendidik, anak didik atau peserta didik, serta sarana dan prasarana. Pendidikan sastra dapat dimanfaatkan sebagai alat untuk menumbuhkan dan meningkatkan sikap kritis siswa terhadap nilai-nilai kehidupan dalam menghadapi lingkungan dan sikap pendewasaan. Selain itu penerapan pendidikan sastra di sekolah juga sangat berperan penting dalam kehidupan para peserta didik, karena di dalam sastra terdapat nilai-nilai kehidupan yang positif seperti nilai kemanusiaan, nilai agama, nilai budaya, nilai sosial, serta nilai budi pekerti. Dengan melalui pendidikan sastra peserta didik diharapkan mampu untuk membina dirinya menjadi manusia yang sebaik-baiknya, sehingga mampu untuk hidup di tengah masyarakat dengan terus berkarya demi mengisi kehidupan yang bermakna serta bermanfaat.
DAFTAR PUSTAKA
Hidayat, Arif. “Pembelajaran Sastra di Sekolah”. Jurnal Pemikiran Alternatif Kependidikan. 2009. http://ejournal.uinsaizu.ac.id/index.php/insania/article/view/327, (diakses pada sabtu, 16 April 2022, pukul 13.44 WIB).
Tindaon, Yosi Abdian. “Pembelajaran Sastra Sebagai Salah Satu Wujud Implementasi Pendidikan Berkarakter”. BASASTRA. 2012. https://jurnal.unimed.ac.id/2012/index.php/basa stra/artic le/view/198/77, (diakses pada Sabtu, 16 April 2022, pukul 10.23 WIB).
Penulis Indonesiana
0 Pengikut
Mengenal Alih Wahana dalam Sastra Melalui Pekan Kebudayaan Nasional 2023
Senin, 30 Oktober 2023 07:18 WIBTema yang Terkandung dalam Novel Angkatan Balai Pustaka
Jumat, 27 Mei 2022 19:19 WIBBaca Juga
Artikel Terpopuler