x

Ktut Tantri Bersama Soekarno. Wikipedia

Iklan

Bayu W |kuatbaca

Penulis Manis Indonesiana
Bergabung Sejak: 25 Maret 2022

Sabtu, 30 April 2022 19:14 WIB

Salam Merdeka Dari Seorang Pilot Inggris

Kedua orang itupun memandang kesal, sampai-sampai si Australia mengajukan saran, “Baiklah kalau kami tidak boleh tinggal, sebaiknya membuat perhitungan dengan orang Inggris. Di Jakarta ada dua ratus orang Indonesia yang tertawan. Pertukarkanlah kami dengan mereka. Setidaknya kami tahu bahwa kami ini ada gunanya juga”.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Ktut Tantri memiliki selusin lebih nama julukan, sebagian digunakannya ketika siaran lewat radio perjuangan untuk mengabarkan situasi Indonesia sekitar 1945-1946. Tetapi nama udaranya yang terkenal adalah "Soerabaja Sue".

Ia turut menyiarkan perlawanan yang membantah klaim dan propaganda Sekutu terhadap Indonesia melalui Radio Pemberontakan bersama Bung Tomo. Untuk medio akhir 1945 ia menuliskan kisah simpatik yang terjadi dengan seorang pilot Australia di dalam bukunya yang berjudul Revolusi di Nusa Damai. Bahwa; dengan sekonyong-konyong Amir Syarifuddin menanyakan apakah dirinya bisa membedakan orang Australia dengan orang Belanda.

Amir Syarifuddin waktu itu menjabat sebagai menteri pertahanan saat ibukota berada di Yogyakarta. “Setiap orang dapat melihat perbedaannya,” kata Ktut Tantri. “Aksen Australia saja sudah cukup untuk mengenalnya, mengapa Bung Amir (Amir Sjarifudin) menanyakannya?" “Begini, seorang opsir dengan pakaian seragam Inggris tertangkap di tengah sawah di luar lingkaran Surabaya. Dia mengaku seorang opsir dari salah satu resimen Inggris yang ditempatkan di Surabaya, mengaku dari Australia. Komandan Tentara di Mojokerto mencurigainya sebagai mata-mata Belanda. Sekarang opsir ini ada di Rumah Sakit Mojokerto dan kurang terjamin kemanannya.” Amir Syarifuddin lalu melanjutkan keterangannya bahwa ada seorang penerbang Inggris yang juga luka parah di rumah sakit itu. Pesawatnya tertembak jatuh di Mojokerto.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Kepada Ktut Tantri, Amir Syarifuddin meminta, “Saya minta engkau supaya pergi ke sana melihat kedua orang ini”. Dan, Ktut Tantri meyakinkan bahwa tidak akan terjadi apa-apa. Sebab ia pernah tinggal dengan pejuang-pejuang di daerah Mojokerto dan dikenal rakyat daerah itu. Mereka ini semua kawan baik. Keduanya lantas melakukan perjalanan jauh menuju Jawa Timur, ditemani pula oleh seorang kolonel.

Di Mojokerto, sementara sang kolonel berunding dengan komandan tentara, Ktut Tantri dibawa ke ruangan rumah sakit tempat di mana orang Australia dirawat. Terlihat si Australia itu sedang diperban dan duduk di tempat tidur. Keadaannya tampak baik. Seorang opsir Indonesia duduk di sampingnya dan mereka bercakap-cakap. Sewaktu melihat kedatangan Ktut Tantri di dalam ruangan, spontan orang Australia itu berkata-kata dengan suara keras, “Hah juru rawat Palang Merah? orang Barat! apakah aku mimpi? apa kau gadis Belanda?”

"Tidak, aku bukan Belanda. Aku orang Amerika kelahiran Inggris dan bukan juru rawat Palang Merah”, jawab Ktut Tantri sekaligus menjelaskan bahwa ia diutus Menteri Pertahanan Republik Indonesia untuk melihat keadaannya dan kalau-kalau dia memerlukan sesuatu. “Baik! Dan, aku tak pernah diperlakukan sebaik ini selama hidupku. Dokter-dokter dan juru rawat sangat baik terhadapku. Kawanku, Letnan ini, mengunjungiku setiap hari dan membawakanku rokok. Kalau dia tak ada, juru rawat yang pandai berbahasa Inggris sedikit-sedikit datang bercakap-cakap. Tidak menyangka bahwa aku sebagai musuh diperlakukan begitu baik. Tapi aku bukan musuh mereka, juga tidak sebelumnya.” Opsir Australia itu melanjutkan cerita mengenai resimennya, Resimen West Yorkshire. Resimennya itu dibawa dari Burma ke Indonesia untuk menindas pemberontakan.

Akan tetapi mereka sadar bahwa yang dihadapi bukanlah pengacauan ekstrimis, melainkan perjuangan kemerdekaan. Hal ini menyebabkan kekecewaan anggota resimen dan mereka menolak bertempur. Pimpinan tentara Inggris lalu memutuskan untuk menarik resimen ini secepat mungkin dan secara diam-diam. Beberapa hari sebelum pemberangkatan, opsir Australia itu dengan beberapa orang diperintahkan untuk mengadakan pengintaian di sekitar lingkungan Surabaya. Namun saat patroli mereka tersesat di daerah persawahan di luar batas kota Surabaya.

Mereka pun mengalami pendadakan dari sepasukan rakyat yang bersenjata bambu runcing dan senapan locok. Dan, saat terjadi pertempuran anggota-anggota patroli menemui ajalnya. Sementara itu, dalam keadaan luka, opsir Australia itu dapat melarikan diri dan berlindung di parit yang dalam. Ia kemudian ditemukan oleh beberapa prajurit TKR dan membawanya ke Rumah Sakit Mojokerto. Jelas sudah ia bukan orang Belanda, logatnya menunjukkan aksen Australia Barat.

Ia mengatakan berasal dari Perth dan memberikan alamat ibunya. “Tolong sampaikan padanya bahwa aku dalam keadaan selamat dan akan segera pulang”. Dengan ditemani oleh Letnan TKR Ktut Tantri lalu pergi ke tempat penerbang Inggris. Orangnya masih muda, umurnya tidak lebih dari duapuluh satu tahun dan keadaannya tampak payah. Akan tetapi, setelah melihat orang kulit putih ia sangat terpengaruh secara emosional seperti seorang anak yang kedatangan ibunya.

Ktut Tantri duduk di sampingnya selama diizinkan oleh dokter dan menjanjikan kembali lagi setelah keadaannya berangsur baik untuk dibawa ke Jogja. Ia pun meminta supaya Ktut Tantri berhubungan dengan ibunya. Esok harinya kepada Amir Syarifuddin dilaporkannya kisah orang Australia itu dan kisah pemberontakan Resimen West Yorkshire.

Amir Syarifuddin mendengarkan dengan penuh minat. “Kita harus memindahkan orang-orang itu secepat mungkin dari Mojokerto, jangan sampai terjadi sesuatu terhadap diri mereka.” Malam itu juga Ktut Tantri bersama dengan yang lainnya menyampaikan berita keluarga yang ditujukan ke Australia dan Inggris, bahwa kedua orang itu selamat dan akan segera dikembalikan ke markas besar Inggris. Dan, ditulis pula surat kepada keluarganya.

Untuk kedua kalinya Ktut Tantri kemudian diperintahkan berangkat lagi ke Mojokerto guna membawa mereka ke Jogja. Perjalanan ini lebih berabahaya daripada yang sudah-sudah. Kali ini Kolonel X ikut diiringkan dua orang pengawal bersenjata Tommygun. Ktut Tantri menjelaskan lebih jauh kesulitannya dalam bernegosiasi dengan perwira-perwira militer di Jawa Timur sampai akhirnya mereka semua sepakat juga untuk melepaskan kedua tawanan tersebut untuk dibawa ke Jogja.

Yang pertama dibawa adalah orang Australia dari Resimen West Yorkshire, lalu sepuluh hari kemudiani kembali lagi untuk menjemput si pilot Inggris. Di Jogja, Amir Syarifuddin mendatangi tempat mereka berdua, lama mereka bercakap-cakap. Dan, setelah selesai, Amir Syarifuddin berkata, “Saya akan berusaha secepat mungkin menerbangkan saudara-saudara ke Jakarta dan menyerahkan saudara-saudara kepada Komando Tertinggi Tentara Inggris. Saya yakin mereka akan mempertimbangkan untuk mengirim saudara kembali pulang dalam waktu yang singkat”. Akan tetapi respon yang didapat amat mengejutkan. “Tuan baik hati sekali bersusah payah mengupayakan kami pulang,” kata si penerbang. “Akan tetapi kami telah memutuskan tidak akan meninggalkan Indonesia. Kami percaya bahwa tenaga kami dapat dipergunakan di sini. Kami dapat melatih para pemuda untuk tugas militer dan mengajar mereka terbang. Seandainya diizinkan tinggal, kami ingin membantu.”

“Tiada yang lebih menggembirakan hati saya kalau saudara-saudara tinggal di sini dan membantu kami,” kata Amir Syarifuddin yang terkesima dengan apa yang didengarnya. “Kami sangat memerlukan bantuan. Tapi, kedudukan saudara adalah sebagai tawanan perang. Saudara berdua masih terikat dalam dinas militer Inggris. Kalau saudara tinggal di Indonesia dan berjuang di pihak kami, saudara dianggap sebagai pelarian, berkhianat. Kalau kami menang dalam perjuangan kemerdekaan dan negeri kita tidak bermusuhan lagi, kami sambut tawanan itu dengan tangan terbuka. Tapi sekarang ini saya tidak dapat mengizinkan tinggal di sini.” Orang Australia itu dengan hambar lantas berkata, “Saya tidak peduli apakah akan dijatuhi hukuman sebagai pengkhianat. Saya ingin tinggal. Saya orang Australia dan negeri kami tidak memerangi Indonesia. Saya dapat memilih pihak yang saya sukai”.

“Tidak orang muda, kau tidak dapat berbuat begitu. Saudara seorang opsir alam resimen Inggris. Sebelum demobilisasi, saudara tidak dapat mengikuti pihak lain, seberapa besarpun hasratmu.” Amir Sjarifuddin menambahkan bahwa penerbang itu harus segera kembali ke Inggris untuk perawatan kesehatan yang diperlukan. Dokter telah mengatakan bahwa sepotong pecahan peluru masih melekat dekat jantungnya dan memerlukan pembedahan yang teliti.

Kedua orang itupun memandang kesal, sampai-sampai si Australia mengajukan saran, “Baiklah kalau kami tidak boleh tinggal, sebaiknya membuat perhitungan dengan orang Inggris. Di Jakarta ada dua ratus orang Indonesia yang tertawan. Pertukarkanlah kami dengan mereka. Setidaknya kami tahu bahwa kami ini ada gunanya juga”. Demi mendengar saran itu Amir Syarifuddin tertawa keras. “Pikiran yang tajam juga”, katanya. “Saya akan segera mengadakan hubungan dengan Inggris. Dua ratus orang Indonesia sebagai penukaran untuk dua orang Inggris!”.  Agaknya semua juga tertawa dalam hati, bahwa hal itu tidak mungkin terjadiI!

Beberapa hari kemudian Amir asyarofuddin datang kembali dan menceritakan bahwa ia telah mengadakan penyelesaian dengan pihak Inggris. Ternyata, dua ratus orang Indonesia akan dapat dibebaskan dan dikirimkan ke Jogja, jika dua orang Inggris itu diserahkan dengan selamat sampai di Jakarta.

Kedua tawanan itupun terbang ke Jakarta. Amir Syarifuddin yang mengikuti mereka dan secara pribadi menyerahkannya kepada Komando Tertinggi Tentara Inggris, menceritakan bahwa si penerbang Inggris itu mengucapkan kata perpisahan dengan terus terang di hadapan opsir-opsir Inggris. “Tuan, saya doakan negeri tuan segera memperoleh kemerdekaan. Merdeka!! Tetap Merdeka!"

Ikuti tulisan menarik Bayu W |kuatbaca lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler