x

Iklan

Bayu W |kuatbaca

Penulis Manis Indonesiana
Bergabung Sejak: 25 Maret 2022

Selasa, 18 April 2023 12:08 WIB

Majapahit dalam Catatan Eropa Abad Pertengahan

Raja negeri ini memiliki istana yang indah, dan (paling) kaya. Untuk semua tangga (menuju) ke aula dan kamar secara bergantian satu dari emas dan satu lagi dari perak. Dan semua dindingnya dilapisi dengan lempengan-lempengan emas dan perak. Dan lempengan-lempengan itu ditulis (atau dilukis) dengan kisah para kesatria dan pertempuran hebat. Dan alas aula dan kamar-kamar itu dari emas dan perak. Dan tidak ada seorang pun yang akan mempercayai kekayaan yang ada kecuali dia yang telah melihatnya. Dan raja ini sangat perkasa sehingga dia sering mengalahkan Khan Agung Cathay (Cina), yang merupakan kaisar terkuat di seluruh dunia.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

(Sebuah Revisi)

 

     Catatan yang berasal dari sumber Italia mengenai Jawa pada era Majapahit didapatkan dari catatan Odorico Mattiuzzi. Ia adalah seorang pendeta Ordo Fransiskan. Sebagai catatan perjalanan yang penting dari Abad Pertengahan, karya Odorico kemudian diterjemahkan oleh Sir Henry Yule dalam judul The Travels of Friar Odoric, dan diterbitkan pada tahun 2002 oleh W.B. Eerdmans Publishing Company di Michigan, Amerika Serikat. Catatan perjalanan dari pendeta yang namanya lebih dikenal dengan Odorico da Pordenone ini merupakan referensi penting bagi para penjelajah selanjutnya dari Eropa.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

     Perjalanannya ke Timur dimulai sekitar tahun 1316-1318 dari Venesia, dan melanjutkan ke Konstantinopel untuk kemudian menyusuri Jazirah Turki serta Iran guna menuju Hormuz di Teluk Persia. Dari Hormuz, perjalanannya dilanjutkan dengan berlayar, dan secara berturut-turut ia menyinggahi berbagai pelabuhan di Mumbai, Malabar, Srilangka, Madras, Sumatra, Jawa, Banjarmasin di pantai selatan Kalimantan, Champa (Kamboja), dan akhirnya Guangzhou di Tiongkok. Odorico dikirim Paus untuk menjalankan misi Katolik di Asia Tengah. Di Tiongkok, ia tinggal selama tiga tahun (1324-1327), dan kembali melanjutkan perjalanan pulang ke Italia melalui jalur darat. Ia kembali dengan melintasi pegunungan Tibet, Badachschan, Tabriz, Armenia, dan kembali ke negerinya pada bulan Mei 1330. Atas tugas-tugas misionarisnya, ia pun dijuluki sebagai "Rasul bagi Bangsa Cina".

     Menurut artikel di situs Pena Katolik (2022), setahun setelah menjalani masa istirahat dari penjelajahan panjang itu, ia tiba-tiba saja sangat ingin menemui Paus Yohanes XXII. Ia teringat pada kisah yang mengagumkan tentang Jawa. Ia merasa sangat perlu disampaikan kisah itu pada sang Paus. Tapi sayang, Paus Yohanes XII sedang dinas di Avigon, sebuah kota di selatan Perancis. Dalam dirinya muncul tekad yang besar sehingga membuatnya memaksakan diri untuk menyusul Paus.

     Ia menempuh perjalanan dari Italia menuju Avigon. Namun, ketika sampai di Pisa, ia jatuh sakit dan tak sanggup melanjutkan perjalanan. Ia pun memutuskan kembali ke Friuli. Kondisi tubuh Odorico semakin lemah akibat sakitnya yang makin parah. Ia pun memutuskan beristirahat di Padua, tepatnya di biara St. Antonius. Di situ ia menemui teman sejawatnya, William de Solona.

     Kepada kawannya itu Odorico meminta untuk mencatat kisah-kisah dalam perjalannya, dimana salah satunya adalah kisah mengagumkan dari Jawa. “Saya pergi ke sebuah pulau lain bernama Jawa yang memiliki garis keliling pantai sepanjang 3.000 mil dan raja Jawa memiliki tujuh raja lain di bawah kekuasaan utamanya. Pulau ini dianggap sebagai salah satu pulau terbesar di dunia dan sepenuhnya dihuni; berlimpahan cengkih, kemukus dan buah pala serta segala macam rempah lain juga banyak, jenis makanan lain dalam jumlah besar, kecuali anggur,” demikian ungkap Mattiuzzi.

     Bersumber di London, British Library, Cotton MS Otho D II, f.67v, didapat ilustrasi Raja Agung Jawa dan tujuh raja bawahannya dari abad 15. Ilustrasi ini disebut berasal dari manuskrip rusak yang berisi salinan "Relatio" karya Odoric, dan memuat keterangan bahwa: "Raja negeri ini memiliki istana yang indah, dan (paling) kaya. Untuk semua tangga (menuju) ke aula dan kamar secara bergantian satu dari emas dan satu lagi dari perak. Dan semua dindingnya dilapisi dengan lempengan-lempengan emas dan perak. Dan lempengan-lempengan itu ditulis (atau dilukis) dengan kisah para kesatria dan pertempuran hebat. Dan alas aula dan kamar-kamar itu dari emas dan perak. Dan tidak ada seorang pun yang akan mempercayai kekayaan yang ada kecuali dia yang telah melihatnya. Dan raja ini sangat perkasa sehingga dia sering mengalahkan Khan Agung Cathay (Cina), yang merupakan kaisar terkuat di seluruh dunia."

     Dari catatan Odorico da Pardenone didapat gambaran Majapahit yang menyebutkan bahwa "Raja (Jawa) memiliki bawahan tujuh raja bermahkota", bagi sejarawan Indonesia, mungkin yang dimaksudnya merujuk pada Bhattara Saptaprabhu atau Tujuh Bhattara, atau Bhre (Adipati/Adipati Wanita) yang merupakan tujuh penatua berpengaruh dan turut memerintah tujuh nagara atau kerajaan daerah. Narasi ini sesuai dengan bagian wilayah Majapahit di timur dan tengah Jawa; yaitu Kahuripan, Daha, Tumapel, Wengker, Lasem, Pajang, dan Mataram. Daerah-daerah tersebut juga merupakan kawasan inti dari negara Majapahit.

     Sayangnya, di dalam catatan Odorico hanya menyebut kunjungannya di Jawa, tanpa menjelaskan lebih rinci nama tempat yang ia kunjungi. Kurun waktu yang dilalui Odorico da Pardenone selama perjalannya di Nusantara terjadi antara tahun 1318-1330, bersamaan dengan era Majapahit di bawah kekuasaan Raja Jayanegara atau Tribhuana Tunggadewi. Di masa ini Majapahit masih belum menapaki klimaks kejayaannya.

     Sesudah Odorico, seorang Portugal bernama Tome Pires, yang menjadi pembantu dari Afonso de Albuquerque menuliskan pula tentang Jawa yang berada di era senja Majapahit. Tome Pires tiba di Nusantara pada 1512. Sebagai pembantu dari gubernur Portugis di Malaka, ia mencatat tentang Jawa pada akhir zaman Majapahit setelah kunjungannya pada medio antara Maret–Juni di tahun 1513.

     Tome Pires menceritakan tentang para tuan dan bangsawan di Jawa. Olehnya mereka digambarkan sebagai: "... tinggi dan tampan, dengan dekorasi mewah, dan mereka memiliki banyak kuda yang sangat dihiasi. Mereka menggunakan keris, pedang, dan tombak dari berbagai jenis, semuanya bertatahkan emas. Mereka adalah pemburu dan penunggang kuda yang hebat - kuda itu memiliki sanggurdi semua bertatahkan emas dan pelana yang juga bertatahkan, yang tidak dapat ditemukan di tempat lain di dunia. Penguasa Jawa begitu mulia dan agung sehingga tidak ada bangsa yang bisa dibandingkan dengan mereka di wilayah yang luas di bagian ini. Kepala mereka dicukur - setengah dicukur - sebagai tanda keindahan, dan mereka selalu mengusap rambut mereka dari dahi ke atas tidak seperti yang dilakukan orang Eropa. Penguasa Jawa dipuja seperti dewa, dengan rasa hormat yang tinggi dan penghormatan yang dalam. Para bangsawan pergi berburu atau mencari kesenangan dengan gaya yang agung. Mereka menghabiskan seluruh waktu mereka dalam kesenangan, pengiring memiliki begitu banyak tombak dengan gagang emas dan perak, begitu kaya tatahannya, dengan begitu banyak anjing jenis harrier, greyhound dan anjing lainnya; dan mereka memiliki begitu banyak gambar yang dilukis dengan pemandangan dan pemandangan berburu. Pakaian mereka dihiasi dengan emas, keris, pedang, pisau, kelewang mereka semua bertatahkan emas; mereka memiliki sejumlah selir, kuda jennet, gajah, lembu untuk menarik kereta dari kayu yang dicat dan bersepuh emas. Para bangsawan pergi dengan kereta kemenangan, dan jika mereka pergi melalui laut mereka pergi dengan kelulus yang dicat dan dihiasi; ada apartemen indah untuk wanita mereka, tempat lain untuk para bangsawan yang menemaninya."

     Selama era Majapahit, peradaban Jawa berhasil mencapai kegemilangan terbesarnya. Ludovico di Varthema (1470–1517), dalam bukunya yang bertajuk Itinerario de Ludovico de Varthema Bolognese, menyatakan bahwasannya orang Jawa berlayar sampai ke "negeri jauh di selatan" hingga mereka tiba di sebuah pulau di mana satu hari hanya berlangsung selama empat jam dan "lebih dingin daripada di bagian dunia mana pun". Oleh penelitian modern ditentukan bahwa tempat tersebut nampaknya berada setidaknya 900 mil laut (1666 km) di selatan dari titik paling selatan Tasmania. Catatan tentang perjalanan ke selatan itu tentu bukanlah tentang Jawa Majapahit, melainkan sudah berada pada masa Kesultanan Demak. Namun demikian, jiwa bahari yang terekam di situ jelas merupakan warisan dari era yang eksis sebelumnya.

     Selain tentang ekspedisi ke selatan, di saat Afonso de Albuquerque berhasil menaklukkan Malaka (1511), Portugis berhasil merampas sebuah peta dari seorang mualim Jawa. Dan, Afonso mengatakan bahwa ini adalah peta terbaik. Di dalam peta itu sudah terdapat bagian dari benua Amerika.

     Mengenai peta milik Jawa itu Afonso menulis untuk raja Manuel I dari Portugal, 1 April 1512. "... peta besar seorang mualim Jawa, yang berisi Tanjung Harapan, Portugal dan tanah Brazil, Laut Merah dan Laut Persia, Kepulauan Cengkih, navigasi orang Cina dan Gom, dengan garis rhumb dan rute langsung yang bisa ditempuh oleh kapal, dan dataran gigir (hinterland), dan bagaimana kerajaan berbatasan satu sama lain. Bagiku, Tuan, ini adalah hal terbaik yang pernah saya lihat, dan Yang Mulia akan sangat senang melihatnya memiliki nama-nama dalam tulisan Jawa, tetapi saya punya saya orang Jawa yang bisa membaca dan menulis, saya mengirimkan karya ini kepada Yang Mulia, yang ditelusuri Francisco Rodrigues dari yang lain, di mana Yang Mulia dapat benar-benar melihat di mana orang Cina dan Gore (Jepang) datang, dan tentu saja kapal Anda harus pergi ke Kepulauan Cengkih, dan di mana tambang emas ada, dan pulau Jawa dan Banda."

     Tentang militer yang dimiliki Jawa, catatan Tome Pires tahun 1513 juga memberikan keterangannya. Ia menyebutkan bahwa pasukan tentara Gusti Pati, wakil raja Batara Brawijaya, berjumlah 200.000 orang, 2.000 diantaranya adalah prajurit berkuda dan 4.000 adalah musketir. Sedangkan menurut Duarte Barbosa di sekitar tahun 1514, bahwa penduduk Jawa sangat ahli dalam membuat artileri dan merupakan penembak artileri yang baik. Mereka membuat banyak meriam 1 pon (cetbang atau rentaka), senapan lontak panjang, spingarde (arquebus), schioppi (meriam tangan), api Yunani, gun (bedil besar atau meriam), dan senjata api atau racikan mesiu yang lainnya. Setiap tempat disana dianggap sangat baik dalam mencetak/mengecor artileri, dan juga dalam ilmu penggunaanya.

     Di tahun 1513, Portugis juga mencatat perihal armada Jawa dibawah pimpinan Pati Unus. Armada ini berlayar untuk menyerang Malaka Portugis yang dikatakan datang "dengan banyak artileri yang dibuat di Jawa, karena orang Jawa ahli dalam membangun dan pengecorannya, dan dalam semua pekerjaan pandai besi, melebihi apa yang mereka miliki di India". Armada yang dimaksud ini berbeda dengan Jawa di bawah pemerintahan Gusti Pate. Apa yang ditulis oleh orang-orang Eropa itu tentang Jawa pada Abad Pertengahan, kemudian menarik perhatian banyak orientalis untuk melakukan penelitian yang sedikit banyak harus mengesampingkan sumber-sumber Belanda, terutama untuk Majapahit. Sebab, sumber-sumber dari Belanda sama sekali tidak menyentuh perihal Jawa yang bersifat mondial.()

Ikuti tulisan menarik Bayu W |kuatbaca lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Puisi Kematian

Oleh: sucahyo adi swasono

Sabtu, 13 April 2024 06:31 WIB

Terpopuler

Puisi Kematian

Oleh: sucahyo adi swasono

Sabtu, 13 April 2024 06:31 WIB