Poskolonial sosial dan budaya
Postkolonialisme merupakan cara-cara yang digunakan untuk menganalisis berbagai gejala kultural, seperti: sejarah, politik, ekonomi, sastra, dan berbagai dokumen lainnya, yang terjadi di negara-negara bekas koloni Eropa modern (Ratna, 2008:90). Postkolonialisme di Indonesia lebih banyak berkaitan dengan negara yang paling lama berkuasadi negeri ini, yaitu Belanda. Dikatakan demikian karena sampai saat ini maish terdapat banyak “peninggalan-peninggalan” negara kincir angin tersebut.
Sangat banyak masalah yang dapat digali melalui teori Poskolonial. Novel yang sudah sangat biasa, bahkan mungkin membosankan bagi pebaca tertentu, oleh karena sudah pernah dianalisis dari beberapa aspek, misalnya: Siti Nurbaya, Layar terkembang, Belenggu dan masih banyak lagi, dengan menggunakan teori Postkolonial novel seolah-olah menjadi baru kembali, menampilkan kegairahan yang belum pernah dirasakan sebelumnya. Konflik batin, tema, dan pandangan dunia yang semula dianalisis dengan menggunakan teori psikologi analitik, teori strukturalisme genetik, semiotik, resepsi dan sebagainya, ternyata menawarkan cara pemahaman baru melalui teori 14 Postkolonial sebab permasalahan dalam teori ini sangat luas dan menantang, berkaitan dengan ras, agama, politik dan sebagainya (Ratna,2008: 13).
Poskolonial adalah istilah yang mengacu pada waktu setelah terjadinya kolonial. Poskolonial tidak hanya mengacu pada kajian sastra setelah era penjajahan, atau kemerdekaan tetapi mencakup lebih luas mengacu pada segala hal yang terkait dengan kolonialiseme abad ke-21 hanya menyisakan Amerika sebagai bangsa penjajah baru. Kata pos (post) sebaiknya diartikan sebagai “melampaui” sehingga kajian poskolonial adalah kajian yang melampaui kolonialisme, artinya bisa berupa pasca atau permasalahan lain yang masih terkait (Nurhadi, 2007: 49).
Pada masa kolonial, secara keseluruhan kehidupan sosial dibagi menjadi dua kekuasaan, kekuasaan kolonial, dan kekuasaan mistis penduduk pribumi (Maimunah, 2014:335). Fanon menyimpulkan bahwa melalui dikotomi kolonial, yaitu kelompok penjajah dan terjajah, wacana orientalisme telah melahirkan aliensi dan marginalisasi psikologis sangat dahsyat. Di dunia Anglo Amerika poskolonialisme dirintis oleh Edward Said pertama kali dikemukakan melalui 4 bukunya Orientalism (1978). Tesis utamanya adalah hubungan antara pengetahuan dengan kekuasaan sebagaimana diintroduksi oleh Foucault melalui buku Arkeologi Pengetahuan.
Poskolonial berkembang pesat setelah era Said sebagai pemikir kajian poskolonial. Teori poskolonial masuk ke berbagai bidang pengetahuan. Ia menjadi sarana untuk mengkritik dan membongkar hegemoni Barat atas Timur. Seperti yang diungkapkan said dalam Orientalisme (Nurhadi, 2007: 50) ada sejumlah karya sastra dalam dunia Barat yang turut memperkuat hegemoni Barat dalam memandang Timur (Orient).
Teori poskolonial dibangun atas dasar peristiwa sejarah terdahulu, pengalaman pahit bangsa Indonesia selama tiga setengah abad, khususnya di bawah kolonialisme imperium Belanda. Kemerdekaan yang diperoleh pertengahan abad ke-20, namun secara de facto belum berarti bahwa bangsa Indonesia telah bebas secara seutuhnya. Masih banyak masalah yang perlu dipecahkan misalnya dalam kaitannya dengan ekonomi, sosial, dan politik, maupun mentalitas yang perlu dipecahkan.
Ikuti tulisan menarik anut muniroh lainnya di sini.