x

Sastra Indonesia Modern

Iklan

anut muniroh

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 29 Mei 2022

Jumat, 15 Juli 2022 22:37 WIB

Bahasa Politik dalam Novel Negeri Diujung Tanduk karya Tere Liye

Sebuah opini pembaca karya sastra terkait dengan isu politik yang ada.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Politik di Indonesia tidak semata-mata hanya berkaitan dengan partai-partai politik beserta orang-orang yang tergabung di dalamnya dan pernak-perniknya, namun juga ada kaitannya dalam kehidupan sehari-hari sesederhana membaca karya sastra berupa novel.

Dalam artikel ini, sebuah novel karya penulis ternama, Tere Liye, akan menjadi bahan pembahasab dan akan sedikit dikulik terkait dengan bahasa politik yang ada pada novel. Bahasa politik politik biasanya lumrah terdengar dalam demo atau orasi politik, atau biasanya juga terpampang dalam pamflet dan baliho.

Bahasa politik yang populer di kalangan masyarakat tentunya sangat berbeda dengan yang tertulis dalam surat kabar atau media cetak lainnya. Bahasa politik secara lisan terkesan lebih sarkas dan penuh sindiran, sebut saja cebong, kadrun, dan kampret. Bahasa politik yang digunakan oleh masyarakat umum dengan pelaku politik tentu memiliki perbedaan yang siginifikan.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Sementara bahasa politik dalam sebuah karya sastra biasanya cenderung menggunakan bahasa politik secara umum, seperti dalam novel Negeri Diujung Tanduk karya Tere Liye ini.

Novel Negeri Diujung Tanduk sendiri memiliki subab atau tema yang terbagi ke dalam beberapa bagian atau episode, yaitu sampai 32 episode. Alur cerita dari novel ini berkaitan dengan politik, hukum, dan kekuasaan. Oleh karena itu bahasa politik yang digunakan pun cukup terlihat, contohnya sebagai berikut:

Episode 2 berjudul Moralitas Dalam Demokrasi. Dalam episode ini dikatakan bahwa seseorang yang menjadi tokoh politik terkadang tidak bermoral. Ini merupakan sebuah sindiran kepada pelaku politik dalam pemerintahan. Di beberapa negara yang tidak perlu disebutkan secara jelas, banyak tokoh-tokoh politik yang diagung-agungkan sementara moralitas yang dimiliki adalah nol. Seperti contohnya ada di beberapa negara di dunia, yang memiliki kepala pemerintahan yang hidup serumah dengan wanita di luar ikatan pernikahan, ini merupakan skandal besar di beberapa negara lain, tapi atas nama demokrasi, dia justrtu memenangi pemilu di negaranya.

Dalam episode 2 juga dijelaskan bahwa politik tidak lain adalah sebuah bisnis omong kosong yang dijalankan oleh pelaku politik guna mendapatkan kesempatan untuk memiliki kekuasaan. Dikatakan demikian karena biasanya pelaku politik merupakan orang-orang yang sudah memiliki harta kekayaan yang melimpah, dan menjadikan politik sebagai bisnis omong kosong yang menghasilkan kekuasaan dan kekuatan.

Sementara di Episode 3 berjudul Gelar Master Politik. Dari judulnya saja sudah jelas terlihat bahwa episode ini berkaitan dengan studi yang diambil oleh tokoh utama dalam novel Negeri Diujung Tanduk, yaitu Thomas. Ia mendapat dua gelar dalam studinya, yaitu master bisnis dan master politik. Tujuannya adalah untuk membalasa dendam atas kekayaan dan kekuasaan milik orang tuanya yang direbut oleh partner bisnis orang tuanya. Sejak kecil Thomas bertekad untuk membalaskan dendam orang tuanya yang telah difitnah atas sesuatu hal yang tidak mereka lakukan.

Dengan menyandang master politik, ia berkeinginan untuk memanipulasi setiap intrik politik yang berkembang baik di negaranya maupun di negara lain. Ia menjadi pembicara dalam sebuah konferensi politik. Itu memberikan jalan untuk Thomas menuju perebutan kembali kekuasaan dengan modal ilmu politik yang ia punya.

Lalu Episode 5 berjudul Tidak Ada Demokrasi untuk Orang Bodoh. Sebuah judul cerita yang sangat sarkas dan menyindir pelaku-pelaku politik yang cenderung memperalat orang lain atau suka rela menjadi “alat” politik orang lain demi kekuasaan dan jabatan yang diinginkan.

Tidak ada demokrasi bagi orang bodoh. Bagaimana mungkin kita akan mempercayakan keputusan pada orang yang tidak mengerti apa yang sedang mereka pilih atau putuskan, atau bahkan ada kepentingan pribadi dibalik keputusan tersebut. Demokrasi jelas cara terbaik untuk mencari uang karena jelas lebih mudah menanamkan investasi pada pemerintahan yang dipilih rakyat dibanding memelihara rezim diktator dengan preferensi terbatas.

Demokrasi adalah hasil ciptaan manusia. Dalam catatan sejarah, sistem otoriter absolut juga bisa memberikan kesejahteraan lebih baik. Tidak ada demokrasi bagi orang-orang bodoh, pun tidak ada demokrasi bagi orang-orang yang berkepentingan.

 

Moralitas Dalam Demokrasi, Gelar Master Politik, dan Tidak Ada Demokrasi untuk Orang Bodoh merupakan sedikit dari subbab novel Negeri Diujung Tanduk yang memperlihatkan adanya bahasa-bahasa politik dan bahasan-bahasan politik yang disinggung oleh penulis, Tere Liye. Ini merupakan sebuah sindiran betapa kejamnya dunia perpolitikan dimanapun keberadaannya, karena terkait dengan jabatan dan kekuasaan orang-orang yang berkepentingan.

Ikuti tulisan menarik anut muniroh lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

14 jam lalu

Terpopuler