Inilah Biografi Ireng Maulana Musisi Jaz Indonesia
Rabu, 20 Juli 2022 07:27 WIBIreng Maulana lahir dengan nama Eugene Lodewijk Willem Maulana di Jakarta, 15 Juni 1944. Ia merupakan anak dari pasangan Max Maulana dan Georgiana Sinsoe. Kemampuan bermusiknya didapat dari ayahnya, seorang pemain gitar dari Cirebon serta ibunya dari Sangir, yang merupakan seorang penyanyi yang piawai bermain piano.
Ireng Maulana lahir dengan nama Eugene Lodewijk Willem Maulana di Jakarta, 15 Juni 1944. Ia merupakan anak dari pasangan Max Maulana dan Georgiana Sinsoe. Kemampuan bermusiknya didapat dari ayahnya, seorang pemain gitar dari Cirebon serta ibunya dari Sangir, yang merupakan seorang penyanyi yang piawai bermain piano.
Nama Ireng didapat sejak kecil. Adik Kiboud Maulana perlu dipercayakan oleh ibu dan ayahnya kepada orang lain, untuk mengubah kebiasaannya yang sangat gigih. Bersama-sama, penerimanya adalah tetangganya, seorang Jawa, yang kemudian memberinya nama baru "Ireng", yang berarti hitam, meskipun kulit anak kecil itu putih bersih. Kecintaannya pada jazz kemungkinan besar berawal dari pamannya, Tjok Sinsoe, seorang pemain bas jazz usia 40-an.
Hingga remaja, Ireng tidak penasaran dengan musik. Karena ada rasa tanggung jawab terhadap keluarga, sejak ayahnya meninggal, Ireng kemudian mengambil program bahasa Prancis dan mengetik, selain ikatan A serta kursus akuntansi ikatan B. Namun, keterampilan musiknya mulai memikat. Di usia 16 tahun, Ireng sudah bergelut dengan alat musik, khususnya gitar. Dia mulai mengikuti kakaknya Kiboud Maulana, yang saat itu sudah menjadi gitaris terkenal. Awalnya tujuannya bukan untuk menghasilkan uang, hanya untuk gaya. Kemudian mendaftar dengan bundel band Joes & Atrioventrikular, dan juga mulai bergabung dengan acara musik. Ternyata karena kompetisi kelompoknya memenangkan juara kedua, serta dia terpilih sebagai gitaris terbaik.
Menjadi Seorang Musisi
Ketertarikan awal Ireng pada dunia musik muncul dari saudara kandungnya, Kiboud, pada usia 16 tahun. Kakaknya, Kiboud Maulana, juga dikenal masyarakat umum sebagai gitaris populer. Kiboud pertama kali mengembuskan napas terakhirnya pada Juni 2015 dan juga setelah itu pada usia 77 tahun.
Namun, nama Ireng mulai dikenal masyarakat luas setelah membuat band bernama Eka Sapta. Bersama Bing Slamet, Idris Sardi, dan Eddy Write, Ireng menjadi gitaris di grup tersebut. Tim Eka Sapta tampil di Jazz Corner di terminal televisi TVRI pada tahun 1970-an.
Dari tim bundel Joes & Atrioventrikular, ia mendaftar dengan grup musik Gelora Samudra bermain di Hotel Des Indes Jakarta. Tahun 1960-an, bersama Bing Slamet, Idris Sardi dan Swirl Write, mereka mendirikan Band Eka Sapta. Band ini dibawakan oleh Mus Mualim, untuk mengisi Jazz Corner TVRI di tahun 1970-an. Keinginan untuk memperdalam permainan gitarnya membuat Ireng diidentifikasi untuk pindah ke luar negeri selama beberapa tahun. Dia meneliti di City Line Guitar Facility USA, anehnya dia juga menemukan untuk bermain gitar klasik. Setelah itu, ia mengembangkan lagu-lagunya di Konijnklijk Conservatorium, Den Haag, Belanda. Ia mulai mempelajari lagu-lagu jazz dari Mus Mualim. Pada tahun 1964, ia pergi ke kota New York dan bergabung dengan Pameran Dunia Kota New York.
Pada tahun 1978 dibentuk tim Ireng Maulana All Stars dengan 8 anggota diantaranya, Benny Likumahuwa, (trombone), Hendra Wijaya (piano), Maryono (saksofon), Benny Mustapha (drum), Karim Tes (trompet), Roni, (bass) dan juga Ireng Maulana sendiri pada (gitar dan juga banjo). Tim ini terus berkembang hingga terbentuknya Ireng Maulana Associates, sebuah perusahaan tempat para musisi jazz di Jakarta bergabung. Dengan organisasi ini, Ireng juga menyelenggarakan perayaan jazz global, Jakarta Jazz Event. Selain itu, ia juga pernah tampil di North Sea Jazz Celebration di Belanda.
Performa Ireng Maulana di International Jazz Celebration di Singapura, September 1983, mungkin tidak bisa dilupakan. Mengusung bendera Ireng Maulana All Stars, umpan balik target pasar pun tak terduga. Pada awalnya mereka terkesan, kemudian di akhir pertunjukan mereka berdiri, bertepuk tangan, dan juga berteriak "bus" (sekali lagi) berulang-ulang. Keesokan harinya, pada tanggal 25 September 1983, surat kabar The Sunday Times, muncul dengan sebuah cerita yang memenuhi syarat Standing Ovation untuk Grup Jazz. Sesuatu yang diklaim belum pernah dilakukan sebelumnya oleh target pasar Singapura, khususnya untuk lagu-lagu jazz. Kritikus jazz Balbier S. Marcus berkomentar bahwa mereka luar biasa dan unggul di bidangnya masing-masing.
Tidak hanya menekuni musik secara otodidak, Ireng merupakan lulusan akademi musik Lembaga Pendidikan Kesenian Jakarta (LPKJ). LPKJ adalah pimpinan Institut Kesenian Jakarta (IKJ) yang sebenarnya telah melahirkan seniman-seniman Indonesia, seperti bintang Didi Petet, pabrikan Mira Lesmana, serta bintang Slamet Rahardjo.
Ireng adalah salah satu artis yang mempelopori lahirnya International Jakarta Jazz Festival atau lebih dikenal dengan Jak Jazz. Perayaan ini pertama kali ada pada tahun 1988, diikuti oleh sedikitnya 23 negara.
Meninggal
Artis jazz Ireng Maulana meninggal pada Sabtu, 5 Maret 2016 dalam usia 71 tahun, diduga akibat penyakit kardiovaskular.
Saat ini, jenazah disemayamkan di kamar jenazah Lazulite, Puskesmas Dharmais, Jakarta, serta dimakamkan di Kampung Kandang, Senin, 7 Maret pukul 11.00 WIB.
Referensi : download lagu tak ingin usai
Jurnalistik
0 Pengikut
Budaya dan Pesona Pulau Seribu Masjid, Lombok
Kamis, 8 Februari 2024 19:11 WIBStrategi Sukses Mengimpor Barang ke Hongkong
Senin, 5 Februari 2024 16:05 WIBBaca Juga
Artikel Terpopuler