/1943/
Hendaklah kami terawang letup jangat nan teramat sangat, yang dalam pikiranmu, Jalang, telah kausaksikan pembebasan yang rabun, berpuluh riwayat sejadi-jadinya merupa bongkahan sulbi yang kaudaraskan segala nama dari panggung kolonial
Kenanglah Jalang, dirimu merupa kawanan mentah yang kaumasak demi mengasapi arang puisi. Lalu kauyakini, apabila telah tercium nyawamu hingga pelosok barat, segera kauurungkan perintah-perintah di pelosok sana yang coba menyalakan tanbihat petangnya—sebab, sebelum kau matang dengan api-api puisi, Jalang, segera kenakan jubah dan mahkota menuju tempat pemakaman terakhir hari-hari untuk mengubur sejawat ketakutan, yang katamu: Aku mau hidup seribu tahun lagi!
/1946/
Namun, pada pelabuhan kecil, air matamu mengombak. Di antara gudang, rumah tua, pada cerita tiang, serta temali yang kausebutkan, telah kami yakini bahwa sulur-sulur nadimu merepas. Kau berada pada sebujur mata yang enggan membaca arah angin sambil mengilhami tubuhmu dengan arang puisi yang dibuatnya mendingin. Hingga, kautemukan pasak yang menancapkan isak sementara pepat lakumu enggan bertinggal, sebentar, pada pemukiman malam.
Aku sendiri, berjalan menyisir semenanjung, masih pengap harap sekali tiba di ujung
Namun, betapa guram membantun pikiranmu. Ke mana kau hendak berlabuh, Jalang?
/1949/
Tidak ada lagi pelabuhan. Kapal-kapal, mengasingkan pikiranmu pada benua asing, lembah-lembah cemara segera membawa suguhannya. Kau terduduk lesi, tertidur tiada absah sementara enggan kembali kautancap pasak pada isak, sebab bagimu, hidup hanyalah menunda kalah.
/2022/
Sampailah di esoknya, pagi memingit tubuhmu yang lesi termakan malam. Tidak ada lagi suguhan cemara atau pelabuhan-pelabuhan yang mendampar pikiranmu. Hanya, sesisa dingin arang puisimu sebagai karib, matang tubuhmu ialah galib, maka selepasnya, kami bangun museum berupa etalase pelabuhan dan cemara, setelah kami sadari bahwa engkau kini menghilang. Hendaklah kami agungkan pencarian, mengingat silam riwayatmu: Aku mau hidup seribu tahun lagi!
Sementara seratus tahun baru berlalu, Jalang. Ke mana kau pergi?
Yogyakarta, 9 Agustus 2022
#LombaPuisiTerokaIndonesiana
Ikuti tulisan menarik Narendra Brahmantyo K.R. lainnya di sini.