Kepada yang Tak Diketahui

Jumat, 12 Agustus 2022 07:21 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content0
img-content
Iklan
img-content
Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Reruntuhan menempati dunia tergelap dari makna penghargaan bagi yang marjinal dengan ekspresi kelamnya, sesaat kita berdiri gagah merebut sejarah dengan terbata untuk saling tikam.

Saat memandang beberapa koleksi foto yang hendak dirapikan ke dalam berkas kenangan, satu foto menyentuh ingatan tentang lautan yang demikian luas di antara tersenyum puas akan beragam fauna dan panganan hangat cakap dari tradisi makan malam di tepi laut. Tepi laut beserta gulungan ombak memang telah mengisi harapan dalam menjaga pertahanan diri untuk suatu “Bitter is Healthy”.

Sementara, di kepulauan Seribu, di sebuah pulau bernama Bidadari, Benteng Martello dengan setia menjaga megahnya realm dari masa lalu dan dihantam oleh perubahan pola iklim.

Pada akhirnya, kini, kita semua mendadak tertidur pulas untuk tetap cemas.

Namun pada Kerkhof, karang merangkai rahasia kelor, juga kecipir.”

Wajah-wajah lesu menanti hiburan di sebuah pasar malam. Peliknya desahan malam terhalang pada satu-satunya kepastian tentang lelap. Musik mengulum pembakaran yang mendidih dalam hampa, semacam uap dipanaskan menuju lautan lepas, bagaikan sasar rudal-rudal menghantam pemukiman untuk segala iba. Namun, panggung-panggung kebiadaban meluap taktik pertukaran dan perjanjian dengan jaminan nyawa-nyawa bagi peradaban masa depan.

Yang pasifis semacam gagap di pertahanan untuk perdamaian.”

Hanya di dalam naskah-naskah tragedi, persona dramatis mewakili Dionysos memerintahkan alam mengungkap peristiwa dunia pada jaman kuno. Kontemporer hanya memungkinkan pada heningnya foto-foto sebagai kenangan yang mengadaptasi bentuk-bentuk keindahan dalam diam. Serupa cita-cita tersendat di antara Pusara Bermuda dalam arusnya menumbangkan tangisan batu-batu kesetiaan di bangunan manusia dan alam yang terabaikan.

Reruntuhan menempati dunia tergelap dari makna penghargaan bagi yang marjinal dengan ekspresi kelamnya, sesaat kita berdiri gagah merebut sejarah dengan terbata untuk saling tikam. Namun, ada ingatan tentang lautan yang demikian luas di antara senyum pilu akan beragam fauna dan panganan hangat cakap dari tradisi makan malam di tepi laut dalam gulungan ombak yang mengisi harapan.

langit malam kian mendekat

pada kenangan mendarat liar

bicara di antara ngarai cemas

mengintip dingin dari balik noir

seorang nelayan memeluk jala

di hadapan purnama menangis

di semak-semak yang bernafas

Sementara di lantai pesisir, jajanan harga diri memupuk warisan dari budaya tikam, dan terlegalkan.

Mungkin, ini periode awal untuk lebih kokoh dalam memantapkan negara kepulauan, atau sering kali kita tidak benar-benar menjalin hubungan terbuka sementara senjata telah disiapkan di berbagai gudang-gudang skandal para pemegang kekuasaan. Satu-satunya prostitusi yang diaminkan dengan baik-baik saja oleh kita semua. Dan, saat memandang beberapa koleksi foto, bagai surutnya bisikan kepada yang tak diketahui, tentang penghancuran.

Bagikan Artikel Ini
img-content
Okty Budiati

Penulis Indonesiana

0 Pengikut

img-content

Gremet-gremet Waton Slamet

Kamis, 23 Maret 2023 06:15 WIB
img-content

Musim Masa

Kamis, 5 Januari 2023 19:28 WIB

Baca Juga











Artikel Terpopuler