x

Iklan

Reza Ahmad Wildan

Pembelajar-Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 22 Agustus 2022

Senin, 5 September 2022 08:56 WIB

Kelahiran Bahasa Indonesia

Jasa para perintis kemerdekaan itu dalam bidang politik sudah banyak diketahui orang, tetapi sebagai pelopor dan perintis bidang bahasa, jangankan dihargai, disebutkan saja, tidak pernah dilakukan orang di mana pun atau dalam forum bahasa mana pun. Padahal rintisan merekalah yang menjadi awal sejarah Bahasa Indonesia, ketika kita meninggalkan ke-Melayuan dan berpindah ke ke-Indonesiaan – perpindahan yang berlangsung secara evolusioner, sebagaimana tampak dari teks-teks yang beredar dari akhir abad ke-19 hingga tahun 1940-an yang bisa dianggap sebagai awal sejarah sosial Bahasa Indonesia.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

1. Kelahiran Bahasa Indonesia

Kelahiran Bahasa Indonesia tidak terpisahkan dari Kebangkitan Nasional. Para perintis kemerdekaan tidak hanya memikirkan bagaimana merebut kekuasaan dari penjajah, melainkan juga bagaimana mengisi kemerdekaan dan menjadikan bangsa yang merdeka mempunyai kebudayaan yang bisa dibanggakan. Sejak awal tokoh-tokoh seperti Ki Hajar Dewantara, Mohamad Tabrani, Soemanang, Soedarjo Tjokrosisworo, Sultan Takdir Alisjahbana, Poerbatjaraka, Sanoesi Pane, Armijn Pane, dan para perintis kemerdekaan lain sudah memikirkan dan mengungkapkan pemikirannya bagaimana bangsa ini dapat memiliki bahasa yang bukan hanya berfungsi sebagai alat pemersatu komunikasi dalam bermasyarakat, tetapi juga berfungsi sebagai bahasa kebudayaan yang mencerminkan kedewasaan pemakainya dalam segala aspek kehidupan berbangsa.

 

Jasa para perintis kemerdekaan itu dalam bidang politik sudah banyak diketahui orang, tetapi sebagai pelopor dan perintis bidang bahasa, jangankan dihargai, disebutkan saja, tidak pernah dilakukan orang di mana pun atau dalam forum bahasa mana pun. Padahal rintisan merekalah yang menjadi awal sejarah Bahasa Indonesia, ketika kita meninggalkan ke-Melayuan dan berpindah ke ke-Indonesiaan – perpindahan yang berlangsung secara evolusioner, sebagaimana tampak dari teks-teks yang beredar dari akhir abad ke-19 hingga tahun 1940-an yang bisa dianggap sebagai awal sejarah sosial Bahasa Indonesia. Fakta pertama adalah bahwa sudah lama tepatnya pada tanggal 28 Agustus 1916 dalam Kongres Pengajaran Kolonial di Den Haag Negeri Belanda, Raden Mas Soewardi Soejaningrat atau yang disebut Ki Hajar Dewantara telah menganjurkan dan mempertahankan bahwa hanya bahasa Indonesia yang berhak menjadi bahasa persatuan, dan kemudian anjuran itu menjadi prasaran dalam Kongres Bahasa Indonesia I di Solo. Pokok isinya mengatakan sebagai berikut.

  1. Demi persatuan bangsa Indonesia hanya bahasa Indonesialah yang berhak menjadi bahasa persatuan;
  2. Bahasa Indonesia yaitu bahasa yang asalnya dari bahasa Melayu Riau, akan tetapi sudah diubah, ditambah dan dikurangi menurut keperluan alam dan zaman;
  3. Perguruan-perguruan di tempat yang daerahnya masih mempunyai bahasa sendiri, yang dipelihara baik-baik oleh rakyatnya buat keperluan masyarakat atau kebudayaan, harus masih mempergunakan bahasanya sendiri sebagai bahasa perantaraan di dalam perguruannya, akan tetapi wajib juga mengajarkan bahasa Indonesia hingga cukup, karena alam kita ini tidak hanya alam daerah saja, tetapi buat semua bangsa yang beralam baru, alam Indonesia yang luas dan lebar itu, sungguh sudah. (Dewantara, 2011: 514)
Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

 

Selain itu, yang tak kalah penting bahwa fakta kedua mengatakan pada tanggal 2 Mei tahun 1926 adalah hari kelahiran Bahasa Indonesia, yakni ketika M. Tabrani menyatakan bahwa bahasa bangsa Indonesia haruslah Bahasa Indonesia, bukan Bahasa Melayu. Dan pada tahun 1928 adalah saat diterimanya Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan bangsa Indonesia. Namun demikian, tetap harus kita catat bahwa secara struktural sejarah Bahasa Indonesia yang lengkap tidak dapat dilepaskan dari sejarah Bahasa Melayu tahun 1926.

 

2. Kongres Pemuda Indonesia I dan II

Ketika mempersiapkan Kongres Pemuda pada tahun 1926, panitia sepakat tentang garis besar rumusan Sumpah Pemuda. Sampai saat-saat terakhir mereka masih mempermasalahkan apakah akan menyebut bahasa persatuan bangsa Indonesia itu Bahasa Melayu, karena toh bahasa itulah yang dimaksud. Tampaknya Muh. Yamin mempunyai pikiran demikian, sedangkan M. Tabrani mengusulkan supaya bahasa persatuan itu disebut Bahasa Indonesia, dan usul itulah yang disetujui bersama pada tanggal 2 Mei 1926, walaupun diterima oleh Muh. Yamin dengan berat hati. Dari proses yang kemudian menghasilkan keputusan Kongres Pemuda Pertama 30 April sampai 2 Mei 1926 dan kemudian dikukuhkan dalam Kongres Pemuda Kedua 27 sampai 28 Oktober 1928 berupa Sumpah Pemuda, jelas bagi kita bahwa bahasa persatuan itu Bahasa Melayu yang kemudian diberi nama baru Bahasa Indonesia.

Berikut kutipan dari buku biografi M. Tabrani (dalam Kridalaksana, 2018: 19-22) yang berjudul “Anak Nakal Banyak Akal”.

“Pidato Yamin, walaupun tertulis, bersemangat dan berisi. Panjangnya 22 halaman (halaman 48 s/d 70). Judulnya “Hari depan Bahasa-Bahasa Indonesia dan Kesusastraannya”.

Dengan tidak bermaksud mengurangi penghargaan terhadap bahasa daerah seperti Sunda, Aceh, Bugis, Madura, Minangkabau, Rotti, Batak, dan lain-lainnya, maka menurut pendapatnya hanya dua bahasa (Bahasa Jawa dan Bahasa Melayu) yang mengandung harapan menjadi bahasa persatuannya.

Tujuan menurut keyakinan, Bahasa Melayu-lah yang lambat laun akan menjadi bahasa pergaulan atau bahasa persatuan bagi rakyat Indonesia. Kebudayaan Indonesia akan diutarakan di masa depan dalam bahasa tersebut.

Tiga anggauta telah meneliti pidato Yamin sebelum diucapkan dalam siding Kongres, yaitu Sanusi Pane, Djamaloedin dan Tabrani. Semua setuju, sehingga tidak mengalami perobahan. Dalam rapat Panitia perumus M. Yamin ikut hadir, karena mengenai pidatonya. Kepada Yamin diberi tugas pula menyusun usul resolusi (konsep perumusan), yang akan dimajukan dalam siding umum Kongres sekitar Satu Nusa, Satu Bangsa, Satu Bahasa.

Kebetulan Sanusi Pane terlambat datangnya, hingga pembicaraan dilakukan oleh M. Yamin, Djamaloedin dan Tabrani. Konsep Yamin semula (pakai ejaan lama) berbunyi:

    1. “Kami poetra dan poetri Indonesia mengakoe bertoempah darah yang satoe, tanah Indonesia;
    2. “Kami poetra dan poetri Indonesia mengakoe berbangsa yang satoe, bangsa Indonesia;
    3. “Kami poetra dan poetri Indonesia menjoenjoeng bahasa persatoean Bahasa

Nomer 1 dan 2 saya setuju. Nomer 3 saya tolak. Jalan pikiran saya kalau tumpah darah dan bangsa disebut Indonesia, maka bahasa persatuannya harus disebut Bahasa Indonesia dan bukan Bahasa Melayu.

Yamin naik pitam dengan alasan: “Tabrani menyetujui seluruh pikiran saya, tetapi kenapa menolak konsep usul resolusi saya. Lagi pula yang ada Bahasa Melayu, sedang Bahasa Indonesia tidak ada. Tabrani tukang ngelamun”.

Tanggapan Tabrani: “Alasanmu Yamin betul dan kuat. Maklum lebih paham tentang bahasa daripada saya, namun saya tetap pada pendirian. Nama bahasa persatuan hendaknya bukan Bahasa Melayu, tetapi Bahasa Indonesia. Kalau belum ada harus dilahirkan melalui Kongres Pemuda Indonesia Pertama ini”.

Djamaloedin condong kepada pemikiran Yamin, sehingga ibaratkan pertandingan sepakbola sebelum turun minum 2-1 untuk kemenangan Yamin. Setelah Sanusi Pane muncul stand berobah menjadi 2-2. Sebab Sanusi Pane menyetujui saya.

Diambil kebijaksanaan: keputusan terakhir ditunda sampai Kongres Pemuda Indonesia Kedua. Itulah sebabnya maka yang kini terkenal dengan “Sumpah Pemuda” bukan hasil keputusan Kongres Pemuda Indonesia Pertama (1926), tetapi hasil Kongres Pemuda Indonesia Kedua (1928). Arsiteknya Yamin dengan catatan, bahwa nama Bahasa Melayu diganti menjadi Bahasa Indonesia selaras dengan pesan yang dititipkan kepadanya oleh Kongres Pemuda Indonesia Pertama.

Terbukti M. Yamin selaku Penulis dalam Kongres Pemuda Indonesia Kedua menunaikan tugasnya dengan baik. Inilah jasa M. Yamin, sedang jasa Soegondo Djojopoespito selaku Ketua Kongres Pemuda Indonesia Kedua ialah, bahwa dia tidak membicarakan usul Yamin itu dalam rapat panitia, tetapi langsung dibawa dalam sidang umum dan diterima dengan suara bulat oleh Kongres. Kita dari Kongres Pemuda Indonesia Pertama ikut gembira dan ikut bangga”.

 

3. Keputusan Kongres Pemuda Indonesia II

Berikut ini adalah kutipan keputusan Poetoesan Congres Pemoeda-Pemoeda Indonesia:

Kerapatan pemoeda-pemoeda Indonesia diadakan oleh perkoempoelan- perkoempoelan pemoeda Indonesia jang berdasarkan kebangsaan dengan nama Jong Java, Jong Soematra (Pemoeda Soematra), Pemoeda Indonesia, Sekar Roekoen, Jong Islamieten Bond, Jong Bataks Bond, Jong Celebes, Pemoeda Kaoem Betawi dan Perhimpoenan Peladjar-Peladjar Indonesia, memboeka rapat pada tanggal 27 dan 28 Oktober tahoen 1928 di negeri Djakarta;

Sesoedahnja mendengar pidato-pidato pembitjaraan jang diadakan didalam kerapatan tadi;

Sesoedahnja menimbang segala isi-isi pidato-pidato dan pembitjaraan ini, Kerapatan laloe mengambil kepoetoesan:

Pertama : KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA MENGAKOE BERTOEMPAH DARAH JANG SATOE, TANAH INDONESIA;

Kedoea : KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA MENGAKOE BERBANGSA JANG SATOE, BANGSA INDONESIA;

Ketiga : KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA MENDJOENGDJOENG BAHASA PERSATOEAN, BAHASA INDONESIA.

 

Dari paparan di atas, ada dua tanggal yang penting yang perlu kita catat, yaitu tanggal 2 Mei 1926 dan 28 Oktober 1928. Tanggal kedua sudah kita pastikan sebagai tanggal Sumpah Pemuda yang kita rayakan setiap tahun. Sedangkan tanggal 2 Mei 1926 jelas merupakan hari lahir Bahasa Indonesia, dan yang mengusulkan nama Bahasa Indonesia adalah M. Tabrani. Hal itu perlu ditegaskan dalam buku ini, karena hingga kini kapan lahirnya bahasa nasional kita dan siapa yang memberi nama Bahasa Indonesia tidak pernah dipersoalkan orang. Memang nama Indonesia sendiri sudah jelas sejarahnya, tetapi tentu di dalamnya tidak tercakup nama Bahasa Indonesia sebagai bahasa kebangsaan Indonesia.

Ikuti tulisan menarik Reza Ahmad Wildan lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu