x

Pinterest

Iklan

Dien Matina

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 9 Agustus 2022

Selasa, 20 September 2022 19:54 WIB

Katanya, Peselancar Ulung Selalu Memanfaatkan Ombak


Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Katanya, peselancar ulung selalu memanfaatkan ombak.

Tapi nyatanya, sekeras apapun aku berusaha, ombak tetap saja menerjangku, aku kepayahan. Terjangannya membawaku pada pantai yang asing. Hening sekali, hanya ada riuh pikiranku sendiri. Pernah ingin kutahlukkan malam, dengan beberapa botol bir dan sketsa-sketsa setengah jadi. Atau kujatuhkan rajah tribal, atau mawar, atau cantik bulu Kresna, atau sekedar kenangan asing pada punggung kanan seorang perempuan, yang katanya, "Ingatan adalah berkat sekaligus seni, Bi, yang akan kita bawa sampai kita tak sanggup mengingat apa-apa."   

Seandainya mampu kuperbudak waktu, kubiarkan saja ia berjalan lambat. Selambat-lambatnya, mungkin tiga kali dua puluh empat jam atau mungkin lebih. Sebab ternyata degup ini masih saja tak beraturan. Seperti mengajakku pada seruang lengang. Hei, di sana kulihat senyum ibuku, manis sekali! 

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Tiba-tiba ibu berkata, "Anakku, aku mencintai hidup seperti aku mencintaimu. Sebab di sanalah aku bisa memilikimu, utuh. Setelah kepergianku pun aku tetap ada. Mengalir dalam darahmu, mengisi sisi-sisi hatimu yang kau biarkan kosong. Menanam cinta yang tak pernah pura-pura. Maka menguatlah dalam terjang ombak, dalam terik siang, dalam angin jauh yang membuat malam menjadi semakin kelam. Tanah kita tempat berpijak adalah kesucian milikNya. Dan cinta yang pernah kuberikan padamu selayaknya kau bagi kepada mereka yang lupa, bahwa hidup seharusnya berbagi bukan saling memaki. Menguatlah, nak. Menguatlah demi udara yang kau hirup. Demi usia yang masih kau genggam. Demi takdir kebaikan yang akan kau teruskan entah pada siapa. Aku mencintaimu, anakku."  

 

Ah ibu, aku menangis. 

Tuhan, bolehkan Kau hentikan waktu sebentar saja? 

Ingin kupeluk ibuku, mencuri senyumnya, sekali lagi. Kusimpan dalam saku baju, dalam cangkir kopi, dalam lemari, dalam rupiah demi rupiah rejeki, dalam apa saja yang mengingatkanku tentang apa itu bahagia. 

Dan kepada engkau, waktu yang terus berjalan, semoga kau tidak terburu-buru dan berlari meninggalkan. 

 

  

 

**

Ditulis untuk Gede Obi Juliadi. 

Mas tukang tatto, yang tubuhnya bersih dari tatto. 

Obi, hidup ini indah. Seindah sketsa-sketsa hasil tanganmu. 

Dan jika di Denpasar masih ada warung Padang dengan rendang dan cumi, kita pasti akan bertemu lagi, ehe..

Hey, aku masih berhutang mengajakmu nongkrong! 

Kau dengan botol bir, aku dengan sepotong roti sisir. 

Jangan lupa ya sampaikan salamku pada jalanan ImBo. Katakan aku rindu, juga pantai-pantai yang pernah menemani malamku.  

 

Suksma, Dien. 

 

 

Ikuti tulisan menarik Dien Matina lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler