Langit Sabtu pagi tampak hampa di balik pepohonan Taman Lansia. Awan kelabu dan matahari menghujani panah emas ke bumi. Tetesan embun pagi berselaput jaring laba-laba ke rerumputan, jam bagai berjalan lebih lambat, dan hari termat tenang.
Di tempat-tempat seperti Cilaki dan hari-hari seperti Sabtu, aku bisa melempar batu ke dalam kolam dan melihat cincin-cincin gelombang. Ada penjual kopi sepeda dan dedaunan yang berguguran seperti hujan yang lembut.
Gadis di bawah naungan pohon ganitri besar. Dia melemparkan tali lompat di atas bahunya dan meloncat. Sepatunya tersangkut di tali dan limbung tersandung. Dia mencoba lagi. Matanya yang lembut dan pipinya apel kemerahan. Senyumnya menonjolkan ketidakhadiran dua gigi depannya, dan rambutnya dikepang dengan pita kuning merah kecil yang disimpulkan di ujungnya.
Aku melihat seorang wanita melamun di kolam. Wajahnya tirus dan cekung. Kulit di pipinya menggantung. Ubannya menangkap sinar matahari, terlalu banyak untuk dicabut. Aku membayangkannya ketika dia masih muda: tanpa garis kerutan, wajah penuh ceria. Dengan pipi apel kemerahan bersinar anggun.
Aku merasa kasihan padanya.
Aku bersandar membungkuk ke kolam dan wajahnya tampak lebih jelas. Dia duduk di bangku taman, melontarkan batu dan melihat cincin-cincin itu berdesir. Dia suka bagaimana waktu seolah berhenti.
Wanita di dalam air itu menatapku. Dia berkedip seperti aku, dengan kerutan di bawah matanya yang tenang. Dia membuka mulutnya, mungkin untuk menyapa, tapi lidahnya kelu. Kemudian dia pergi, digantikan oleh batu yang mengalir di atas air yang beriak.
Gadis dari pohon ganitri melihat saat batunya berlayar di permukaan kolam, dan dia melontarkan yang lain. Kami bergiliran, melompati batu saat ombak menjalin menjadi anyaman, menyatukan kehidupan yang tua dan yang muda. Dan seiring berjalannya waktu, seperti biasa, batu-batu mengalir melintasi kolam dan seorang wanita muda kembali, menyeringai lebar dengan anggun yang terjaga.
Seorang gadis dan seorang wanita bermain di Taman Lansia, di bawah langit Sabtu dan pancuran sinar matahari keemasan.
Seorang gadis dari pohon ganitri dan seorang wanita dari air kolam.
Bandung, 11 Oktober 2022
Ikuti tulisan menarik Ikhwanul Halim lainnya di sini.