x

Iklan

Zulfa Ihsan

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 8 Desember 2022

Rabu, 14 Desember 2022 06:31 WIB

Arah Pengembangan Pendidikan Karakter Indonesia Emas 2045 ala Ki Hajar Dewantara


Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Suatu diskursif menarik ketika bangsa Indonesia dihadapkan pada realitas gelombang globalisasi di dalam dunia yang terbuka, dan transparansi di segala bidang/sektor produktif, maka orang mulai bertanya dan mengkomparasikan kualitas kehidupan bangsa Indonesia dengan bangsa-bangsa lain. Tujuannya sebagai reflektif-autokritik perbaikan di segala bidang, salah satunya di bidang pendidikan. Ada yang menjadikan konsep barat sebagai dasar ukuran komparasinya.

Negara Finlandia, misalnya, ketika wacana neoliberalisme pendidikan masuk ke Finlandia pada tahun 1990-an, Finlandia justru menunjukkan sikap resistensi dengan tidak mengikuti model reformasi dalam GERM (Global Educational Reform Movement)[1]. Artinya, Finlandia menunjukkan sikap mempertahankan paradigma pendidikan yang dianutnya.

Berangkat dari refleksi tersebut, pendidikan Indonesia tidak terlepas dari goncangan arus perkembangan dunia. Suatu konsekuensi logis bahwa pendidikan Indonesia menjadi lembaga yang menyiapkan sumber daya manusia agar mampu menghadapi tantangan dunia. Lantas, apakah pendidikan Indonesia saat ini sudah sesuai standar yang mampu menyiapkan sumber daya manusia berdaya saing secara global? Apakah dengan memenuhi pasar global, akan terjadi dekadensi pendidikan karakter di Indonesia?

Kemajuan dan perkembangan pendidikan menjadi faktor keberhasilan suatu bangsa. Bangsa Indonesia sebagai bangsa yang dalam posisinya masih dikatakan sebagai negara berkembang telah berupaya meningkatkan taraf kehidupan agar menjadi negara maju terutama di bidang pendidikan. Upaya tersebut dirumuskan oleh pemerintah Indonesia melalui peta jalan Indonesia emas tahun 2045[2].

Salah satu arah pembangunan pendidikan dan kebudayaan yaitu tahun 2030, memastikan bahwa semua peserta didik memperoleh pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk mempromosikan pembangunan berkelanjutan, salah satunya melalui pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan, sikap dan perilaku, hak asasi manusia, kesetaraan gender, promosi budaya damai dan non-kekerasan, kewarganegaraan global dan apresiasi keanekaragaman budaya dan kontribusi budaya untuk membangun pembangunan berkelanjutan dan meningkatkan fasilitas pendidikan bagi anak, penyandang cacat dan sensitif gender dan memberikan aman, tanpa kekerasan, inklusif dan lingkungan belajar yang efektif bagi semua.

Secara eksplisit pada pedoman tidak banyak menjelaskan tentang pendidikan karakter. Namun dirumuskan dalam tujuan pendidikan nasional UU RI Nomor 20 tahun 2003, pasal 3: “pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman kepada Tuhan yang maha esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”[3].

Kemajuan dan perkembangan pendidikan tidaklah cukup dilihat dan dipahami dalam konteks kekinian. Secara historis perkembangan pendidikan dapat dilihat sejak masa kemerdekaan. Hal tersebut dapat disimak kajian Fitri Wahyuni (2015), yang diberi judul “Kurikulum dari masa ke masa: Telaah atas pentahapan kurikulum pendidikan di Indonesia”. Dalam kajiannya, Wahyuni menelaah perjalanan sejarah pendidikan sejak tahun 1945, kurikulum pendidikan nasional telah mengalami perubahan, yaitu pada tahun 1947, 1952, 1964, 1968, 1975, 1984, 1994, 2004, dan 2006. Perubahan tersebut merupakan konsekuensi logis dari terjadinya perubahan sistem politik, sosial budaya, ekonomi, dan iptek dalam masyarakat berbangsa dan bernegara[4]. Dalam hal ini negara memiliki peranan strategis dalam merumuskan paradigma dan sistem pendidikan. Apabila diurai permasalahan pendidikan Indonesia tidak hanya masalah penataan kurikulum, pencapaian arah pendidikan Indonesia dan berbagai persoalan lainnya. Out put pendidikan harus memiliki moralitas tinggi, integritas, kepekaan sosial, menjunjung harkat dan martabat negara, dan ikut menentukan arah peradaban manusia.

Sehubungan dengan itu, perkembangan pendidikan di Indonesia tidak terlepas dari peran tokoh yang memberikan gagasannya terhadap pendidikan. Tokoh yang memberikan gagasan besar untuk kemajuan pendidikan di Indonesia dan disebut sebagai Bapak Pendidikan Nasional yaitu Ki Hadjar Dewantara, Ia adalah tokoh perjuangan kemerdekaan Indonesia, pelopor Indistje Partij (partai nasional), dan penggagas paradigma pendidikan. Perjuangan Ki Hadjar Dewantara diimplementasikan di bidang pendidikan sebagai alat untuk meraih kemerdekaan. Ia berusaha menyadarkan masyarakat Indonesia akan pentingnya persatuan dan mencintai tanah air. Ki Hadjar Dewantara berusaha mengembalikan hak-hak kaum terjajah atau pribumi dalam bidang pendidikan. Konsep pendidikan yang dianut memerlukan perhatian menyeluruh yang menjadi syarat bagi pengembangan diri demi pengembangan akhlak, jiwa dan raga anak. Perhatian inilah yang disebut “sistem among”[5].

Melalui tulisan ini penulis sadar bahwa dunia pendidikan telah mengalami dekadensi pendidikan karakter. Berbagai kasus yang melibatkan antara siswa dan guru muncul ke permukaan dalam konteks kekinian. Terangkum dalam catatan surat kabar Tribun News, salah satu kasus terjadi bulan Februari 2018 di Sampang, Madura. Seorang siswa tidak terima ditegur dan diberi sanksi dengan mencoret pipi murid dengan cat warna oleh gurunya karena tidak menyimak pelajaran yang disampaikan guru dan pura-pura mendengarkan justru mengganggu teman-temannya dengan mencoret lukisan mereka. Siswa inisial HI tersebut tak terima lantas melemparkan bogem mentah pada gurunya. Awalnya tidak terjadi apa-apa sampai kemudian sang guru mengeluh sakit hingga dilarikan ke rumah sakit, namun naas sang guru meninggal dunia[6]. Lain lagi video amatir yang diunggah akun instagram @fakta.indo pada Sabtu 2 maret 2019, menampilkan seorang guru tengah menonton film porno di dalam kelas. Aksi guru tersebut menimbulkan keriuhan siswa-siswanya kemudian menjadi viral di media sosial[7].

Berangkat dari kasus-kasus tersebut, predikat Indonesia mengalami dekadensi pendidikan karakter merupakan suatu pembenaran. Pendidikan telah jauh dari nilai-nilai dasar filosofisnya. Guru yang seharusnya digugu, kini menjadi sosok yang tidak dihormati oleh muridnya. Kemudian mengabaikan sikap moralitas, menghormati dan etika, teralineasi dari fitrahnya. Bahkan lebih parah lagi, guru yang seharusnya menjadi panutan bagi muridnya, kini telah menjadi sosok yang tidak patut ditiru. Hal ini telah jauh dari makna filosofi pendidikan ala Ki Hadjar Dewantara (Ing Ngarsa Sung Tuladhaing madya mangun karsa, Tut Wuri Handayani). Bersamaan dengan hal itu, mengintegrasikan paradigma pendidikan karakter ala K.H Dewantara ke dalam kehidupan bangsa yang modern dan beradab adalah suatu keniscayaan. Sehingga penulis berusaha memaparkan kembali konsep dan paradigma pendidikan K.H Dewantara kemudian menginherenkan dengan pendidikan dalam konteks kekinian.

Pendidikan Karakter K.H Dewantara Menuju Generasi Emas 2045

Berangkat dari keyakinan akan nilai-nilai tradisional Ki Hadjar Dewantara agar diterapkan dalam pendidikan karakter Indonesia emas 2045. Ada 3 peran guru dalam memajukan mutu pendidikan Indonesia, yakni: (1) berperan sebagai fasilitator dan motivator dalam menyampaikan ilmu pengetahuan dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa; (2) sebagai penggerak dan mempraktikan nilai-nilai pendidikan karakter K.H Dewantara; (3) sebagai penuntun dan inovator dalam mewujudkan peserta didik yang diharapkan pada masa Indonesia emas 2045.

Salah satu visi Indonesia emas 2045 yaitu: tahun 2030, memastikan bahwa semua peserta didik memperoleh pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk mempromosikan pembangunan berkelanjutan, salah satunya melalui pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan, sikap dan perilaku, hak asasi manusia, kesetaraan gender, promosi budaya damai dan non-kekerasan, kewarganegaraan global dan apresiasi keanekaragaman budaya dan kontribusi budaya untuk membangun pembangunan berkelanjutan dan meningkatkan fasilitas pendidikan bagi anak, penyandang cacat dan sensitif gender dan memberikan aman, tanpa kekerasan, inklusif dan lingkungan belajar yang efektif bagi semua. Hal ini sesuai dengan  konsep mendidik menurut Ki. Hajar Dewantara dalam arti yang sesungguhnya adalah proses memanusiakan manusia, yakni pengangkatan manusia ke taraf insani. Mendidik harus lebih memerdekakan manusia dari aspek hidup batin (otonomi berpikir dan mengambil keputusan, martabat, mentalitas demokratik).[8] Kesamarataan menjadi tujuan utama perjuangan Ki Hadjar Dewantara, rakyat dengan kemampuan ekonomi rendah diperjuangkan agar dapat mengeyam pendidikan. Prinsip kemerdekaan bagi peserta didik bertujuan agar tercapainya insan yang merdeka dalam mengeksplorasi berbagai macam ilmu pengetahuan. Hal inilah yang dikenal dengan sistem Among. Among berarti asuhan dan pemeliharaan dengan suka duka dengan memberi kebebasan anak asuhan bergerak menurut kemauannya.[9]

 

Tiga semboyan Ki Hadjar Dewantara dapat dijadikan sebagai pedoman guru guna menyongsong Indonesia Emas 2045. Tiga semboyan itu, yakni : Pertama, Ing Ngarsa Sung Tuladha, artinya seorang guru adalah pendidik yang harus memberi teladan. Ia pantas digugu dan ditiru dalam perkataan dan perbuatannya. Kedua, Ing Madya Mangun Karsa, artinya seorang guru adalah pendidik yang selalu berada di tengah-tengah para muridnya dan terus-menerus membangun semangat dan ide-ide mereka untuk berkarya. Ketiga, Tut Wuri Handayani, artinya seorang guru adalah pendidik yang terus-menerus menuntun, menopang dan menunjuk arah yang benar bagi hidup dan karya anak-anak didiknya. Tiga semboyan tersebut inheren dengan Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen pada pasal 10 ayat 1 menyatakan bahwa “Kompetensi guru meliputi Kompetensi Pedagogik, Kompetensi Kepribadian, Kompetensi Sosial, dan Kompetensi Profesional”. Dengan demikian, mengintegrasikan nilai-nilai pendidikan Ki Hadjar Dewantara guna menyongsong Indonesia Emas merupakan suatu hal yang tidak terelakkan.

Daftar Pustaka

Putra, Andika Kelana. 2015. Resistensi Finlandia terhadap Global Educational Reform Movement. Jurnal HI: Universitas Airlangga.

kemendikbud. 2017. Peta Jalan Generasi Emas 2045.

Muhammad Tauchid. 1963. Perjuangan Hidup Ki Hadjar Dewantara, Yogyakarta: MLPTS.

Putra, Andika Kelana. 2015. Resistensi Finlandia terhadap Global Educational Reform Movement. Jurnal HI: Universitas Airlangga.

Dewantara, Ki Hadjar. 2004. Karya K.H Dewantara pertama Pendidikan. majelis luhur taman siswa: Jogjakarta.

Dewantara. Ki Hadjar. 2009. Menuju Manusia Merdeka. Yogyakarta: Leutika.

TILAAR, H.A.R. Prof. Dr. M.Sc. Ed. 1999. Pendidikan Kebudayaan Dan Masyarakat Madani Indonesia. PT. Remaja Rosdakarya: Bandung.

Guza. Afnil. 2009. Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional dan Undang-Undang Guru dan Dosen. Jakarta: Asa Mandiri.

 



[1] jurnal analisis hubungan internasional vol. 4 No.1 tahun 2015

[2] kemendikbud. 2017. Peta Jalan Generasi Emas 2045.

[3] Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional

[4] Al-Adabiya, Vol. 10 No. 2, Juli – Desember 2015

[5] Sistem ini diterapkan pada lembaga pendidikan yang didirikan oleh Ki Hajar Dewantara pada Juli 1922 di Yogyakarta. Sumber: e-book Ki Hajar Dewantara “pemikiran dan perjuangannya” oleh Kemendikbud.

[6] Makassar.tribunnews.com/amp/2019/02/10/viral-siswa-melawan-guru-saat-ditegur-merokok-ini-3-kasus-penganiayaan-guru-yang-viral-di-Indonesia?page=3

[7] www.tribunnews.com/amp/nasional/2019/03/06/oknum-guru-perlihatkan-video-porno-kepada-siswanya-saat-mengajar-di-kelas

[8] Ki Hadjar Dewantara, Menuju Manusi Merdeka. hal. 3

[9] Moh. Tauchid, Perjuangan dan Ajaran Hidup Ki Hadjar Dewantara, (Yogyakarta: MLPTS, 1963), hlm. 36.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Ikuti tulisan menarik Zulfa Ihsan lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Puisi Kematian

Oleh: sucahyo adi swasono

Sabtu, 13 April 2024 06:31 WIB

Terpopuler

Puisi Kematian

Oleh: sucahyo adi swasono

Sabtu, 13 April 2024 06:31 WIB