x

cover buku jejak peradaban manusia dayak krayan

Iklan

Handoko Widagdo

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Senin, 12 Desember 2022 21:23 WIB

Jejak Peradaban Manusia Dayak Krayan

Paparan tentang peradaban Dayak Krayan di Sungai Krayan, Kalimantan Utara.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Judul: Jejak Peradaban Manusia Dayak Krayan (Lengilo’) di Sungai Krayan

Penulis: Tirusel STP

Tahun Terbit: 2022

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Penerbit: Lembaga Literasi Dayak

Tebal: x + 168

ISBN: 978-623-5890-15-9

 

Perpindahan Ibukota negara ke Kalimantan berimplikasi pada pentingnya penulisan sejarah Kalimantan. Selama ini sejarah Kalimantan sangat sedikit dibahas di tingkat nasional. Padahal Kalimantan mempunyai peran yang sangat besar di masa lalu. Momentum pemindahan Ibukota Negara ini harus digunakan untuk mengekskalasi penulisan sejarah Kalimantan. Termasuk sejarah lokal masyarakat yang sudah lama menghuni Pulau Kalimantan.

Upaya yang dilakukan oleh Tirusel STP dalam mendokumentasikan sejarah orang Dayak Krayan/Lengilo’ ini harus diapresiasi. Dokumentasi Dayak Lengilo’ ini didasarkan pada perjalanannya sebagai bagian dari Tim Ekspedisi ke seluruh desa di wilayah Krayan pada tahun 1993. Ada 89 desa yang dikunjungi selama 30 hari ekspedisi. Tim ekspedisi terdiri atas Tirusel STP, Gregory A Haris, Samuel STP dan Yulius Kam. Berdasarkan kunjungan ke situs-situs orang Lengilo’ dan wawancara dengan para narasumber penting, Tirusel STP menuangkan apa yang didapatinya saat melakukan ekspedisi ke dalam buku berjudul “Jejak Peradaban Manusia Dayak Krayan (Lengilo’) di Sungai Krayan.”

Buku karya Tirusel STP ini memuat tentang asal-usul orang Dayak Krayan yang juga disebut orang Lengilo’, kebudayaannya dan peninggalan-peninggalannya serta perpindahannya menjadi Kristen.

Tirusel menjelaskan asal usul nama Krayan. Nama Krayan diambil dari seorang tokoh bernama Krayan yang menjadi cikal-bakal Dayak Krayan atau juga disebut orang Lengilo’. Siapa sesungguhnya Krayan itu? Krayan adalah nama nenek moyang suku Dayak Krayan. Krayan mempunyai darah Derayeh (hal. 61). Derayeh disebut juga Ada Bui’ atau sang penguasa hutan. Perawakannya digambarkan sebagai pemuda yang gagah, pandai mencari ikan dan sangat mencintai keluarga. Krayan adalah seorang ahli menyelam. Itulah sebabnya ia mendapat julukan si Pelok (hal. 83). Meski umurnya telah lanjut, Krayan masih mampu menyelam untuk mengambil topi Peta Ba’o Tulang, milik sang cucu yang tenggelam di sungai.

Krayan menikahi seorang gadis Derayeh bernama Yurai (hal. 70). Kisah pertemuan Krayan dengan Yurai agak mirip dengan kisah Joko Tarub di Jawa. Kisah-kisah lelaki bumi bertemu dengan perempuan dari alam langit tersebar di banyak tempat dari mulai India sampai Tiongkok. Kisah Krayan dan Yurai ini adalah salah satunya. Tirusel tidak menganalisis kemiripan cerita Krayan-Yurai Joko Tarub-Nawang Wulan dan sebagainya.

Krayanlah yang membagi-bagi wilayah kepada kelima anaknya. Tirusel STP memberikan informasi yang sangat kaya tentang pembagian wilayah Krayan kepada anak-anaknya (hal. 100). Yang menarik, pembagian wilayah ini tidak berarti pembatasan warga satu wilayah untuk mencari hidup di wilayah lainnya (hal. 101). Krayan memakai konsep tana’ tepon (tanah leluhur bersama) dalam mendefinisikan pembagian wilayah untuk hidup bersama. Konsep pembagian wilayah yang tidak melarang warga kampung lain mencari makan di wilayahnya ini adalah modal yang luar biasa untuk kehidupan Kalimantan saat ini. Dalam konteks masa kini, orang Dayak Krayan tidak keberatan suku lain ikut mencari rejeki di wilayahnya. Sebuah konsep yang sangat berguna dalam membangun kebhinnekaan NKRI.

Ia juga membeberkan hubungan orang Krayan dengan alam sekitarnya. Hidup berdampingan dengan alam adalah nilai utama orang Lengilo’. Mereka memiliki teknik menangkap ikan, memanen buah dan memanfaatkan alam yang berkelanjutan. Bahkan orang Lengilo’ mempunyai teknologi pengawetan daging dan ikan (hal. 35). Orang Krayan juga telah memiliki peradaban yang tinggi pada jamannya. Mereka mempunyai teknologi untuk memanfaatkan batu sebagai alat dalam kehidupan sehari-hari dan dalam mengekspresikan budaya. Alat-alat dari batu (ulong batu, peropon, rubi dan alat-alat dari batu lainnya) adalah bukti tak terbantahkan bahwa orang-orang Krayan telah mempunyai teknologi yang maju pada jamannya.

Secara khusus, Tirusel menjelaskan tentang kepercayaan asli manusia Dayak Krayan (hal. 38 dan 137). Sebagai masyarakat yang tinggal di dalam hutan, suku Dayak Krayan percaya bahwa hutan dan sungai adalah rumah besar untuk meneruskan kehidupan, tempat berlindung dan sekaligus sebagai tempat untuk beraktifitas. Orang Lengilo’ percaya bahwa alam ada yang menciptakan. Berdasarkan konsep seperti inilah kepercayaan orang Krayan terbentuk. Kejadian-kejadian yang terulang dan mereka amati membuat mereka mempunyai kepercayaan terhadap beberapa binatang seperti burung, batu besar, pohon besar, gunung dan benda-benda lainnya.

Saat mereka berjumpa dengan Injil dan memutuskan untuk menjadi Kristen pada tahun 1930. Mereka meninggalkan kepercayaan lama. Sayang sekali Tirusel tidak membahas sejauhmana nilai-nilai positis dari kepercayaan lama yang tidak bertentangan dengan Kekristenan, seperti bersahabat dengan alam. Menurut pengalamatn saya, banyak tradisi dan budaya orang Dayak Krayan yang masih eksis sampai sekarang, meski mereka telah menjadi Kristen. Kebudayaan yang tidak bertentangan dengan iman Kristen tetap bertahan sebagai identitas orang Lengilo’.

Karya Tirusel ini sangat kaya dengan informasi yang bisa dipakai untuk riset selanjutnya. Dalam buku ini Tirusel tidak menggunakan kerangka waktu kejadian-kejadian sehingga agak sulit untuk mengetahui sudah berapa lama sebenarnya orang Krayan ini terbentuk. Memang Tirusel memuat silsilah 13 generasi dari generasi Krayan sampai dengan Roesty STP (hal. 155). Jika dianggap satu generasi adalah 25 tahun, maka keberadaan orang Krayan yang sudah terdokumentasi baru 325 tahun. Tirusel menjelaskan bahwa nenek moyang orang Krayan adalah Derayeh atau Ada Bui’. Orang Kerayan dianggap sebagai orang asli yang memang ada di situ. Di sisi lain, Tirusel mengacu kepada kisah di Alkitab tentang berseraknya manusia akibat peristiwa Menara Babel. Artinya masih banyak lagi penelitian yang perlu dilakukan untuk mengungkap sejarah orang Krayan sebelum era Krayan. Sebab kebudayaan batu sepertinya lebih tua dari 325 tahun saja. 721

 

Ikuti tulisan menarik Handoko Widagdo lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Puisi Kematian

Oleh: sucahyo adi swasono

Sabtu, 13 April 2024 06:31 WIB

Terkini

Terpopuler

Puisi Kematian

Oleh: sucahyo adi swasono

Sabtu, 13 April 2024 06:31 WIB