x

cover buku Biografi Masagung

Iklan

Handoko Widagdo

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Jumat, 16 Desember 2022 16:54 WIB

Biografi Haji Masagung - Ingin Memuliakan Islam di Masa Tuanya

Biografi pendek Haji Masagung alias Tjio We Tay ini mengungkapkan proses perjumpaan Tjio We Tay dengan Islam, perjuangan bisnisnya dan cintanya kepada Republik Indonesia.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Judul: Di Usia Senja Ingin Mengharumkan Nama Islam – Biografi Haji Masagung

Penulis: Murthiko

Tahun Terbit: 1983

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Penerbit: Surya Murthi Publishing

Tebal: xii + 113

ISBN:

 

 

Biografi singkat Haji Masagung alias Tjio Wie Tay yang dijuduli “Di Usia Senja Ingin Mengharumkan Nama Islam” karya Murthiko ini sangat menarik. Meski pendek tetapi memberi gambaran yang mendalam tentang sosok Pendiri Toko Buku Gunung Agung tersebut. Buku ini memuat informasi pribadi Masagung dan perjumpaannya dengan Islam, keluarganya, kariernya sebagai pengusaha dan sebagai pendukung Republik Indonesia – khususnya di Irian Barat dan kedekatannya dengan Sukarno dan Hatta. Buku ini lebih menarik karena dilengkapi dengan foto-foto yang menggambarkan betapa luasnya pergaulan Haji Masagung.

 

Keislaman dan hal ghaib

Haji Masagung alias Tjio Wie Tay adalah salah satu tokoh Muslim dari etnik Tionghoa di Indonesia. Tjio Wie Tay memilih Islam sebagai keyakinan adalah karena mendapatkan dawuh (perintah) dari Sunan Kalijogo melalui Pangrukti Aji (Ny. Tien Fuad Muntaco) (hal. 3). Masagung masuk Islam pada tahun 1975. Dunia supra natural dan kebatinan memang tidak asing bagi Masagung. Itulah sebabnya perjumpaannya dengan Islam juga terjadi dengan nuansa yang supra natural. Demikian juga saat mendirikan Yayasan Jalan Terang, Haji Masagung juga mendapat perintah langsung dari Sunan Kalijogo (hal. 15).

Ke-supranatural-an Haji Masagung juga dicatat di buku ini. Peristiwa seorang perempuan anggota Jemaah haji kesurupan sepulang melempar jumroh dari Mekkah. Perempuan yang tidak sadar diri dan mengoceh tersebut bisa ditolong oleh Haji Masagung (hal. 2).

Saat berdoa di Multazah Baitullah sebagai rangkaian menunaikan ibadah hajinya yang pertama (Masagung berjahi sebanyak 3 kali), ia berniat untuk mengharumkan Islam dengan membangun replica Masjidil Haram di Indonesia. Namun setelah berkonsultasi dengan Pangrukti Aji, idenya berubah menjadi mendirikan Masjid Walisongo di Bogor (hal. 13).

 

Karier bisnis

Tjio We Tay lahir di Bogor 8 September 1927. Ayahnya adalah seorang insinyur elektro. Sayang sekali Tjio Koan An, ayah Tjio We Tay meninggal saat Tjio We Tay baru berumur 4 tahun (hal 50). Hilangnya sosok ayah membuat Tjio We Tay menjadi anak nakal. Saat ibunya sibuk mencari nafkah bagi kelima anaknya, Tjio kecil dititipkan ke adik ayahnya yang ada di Bogor. Namun sang paman juga gagal mendidik Tjio kecil. Akhirnya Tjio kecil kembali ke Jakarta. Sekolahnya gagal. Tidak tamat SD.

Setelah pulang ke Jakarta, Tjio kecil mulai berdagang. Mula-mula ia berdagang buah segar (semangka potong). Namun karena melihat jualan rokok lebih menguntungkan, ia beralih jualan rokok (hal. 60). Usaha berdagang rokok ecerannya berkembang sehingga ia bisa membuka lapak di kaki lima. Usaha dagangnya menjadi semakin besar saat mendirikan Thay San Kongsie bersama dua temannya, yaitu Lie Thay San dan The Kie Hoat.

Setelah berpisah dengan anggota kongsinya, Masagung mengembangkan usaha sendiri di bawah bendera Agung Group. Bisnis Gunung Agung tidak terbatas pada penerbitan dan toko buku, tetapi meliputi banyak sektor, termasuk import. Namun demikian, usaha di bidang perbukuan ini ditekuninya dengan sungguh-sungguh meski tidak banyak memberi hasil.

Usahanya di bidang percetakan dan toko buku sempat mendapatkan tantangan dari IKAPI. IKAPI di awal berdirinya sangat getol memberanguns penerbit asing (Belanda) dan keturunan cina. Upaya memberangus penerbit asing dan cina ini juga berdampak pada usaha Tjio We Tay. Sebab usaha Gunung Agung dianggap perusahaan Ali-Baba sehingga wajib diberangus (hal. 24). Namun usaha gigih Tjio We Tay berhasil mempertahankan usaha percetakannya ini.

 

Membantu Irian Barat

Ketika terjadi penggabungan Irian Barat ke Indonesia, Masagung berperan besar dalam mensuplai bahan bacaan berbahasa Indonesia. Ia segera mendirikan Toko Buku di berbagai kota di Irian Barat. Ia juga rajin mengirimkan buku-buku berbahasa Indonesia untuk menggantikan buku-buku berbahasa Belanda (hal. 29). Tak hanya mensuplai buku, Masagung juga menyelenggarakan pameran buku di beberapa kota di Irian Jaya.

Selain menyuplai buku, Masagung juga menjadi levelansir Pemerintah untuk berbagai barang dan bahan bangunan. Namun usahanya ini merugi (hal. 23).

 

Kedekatan dengan Sukarno dan Hatta

Haji Masagung mempunyai kedekatan dengan Muhammad Hatta dan Sukarno melalui buku. Tjio We Tay bertemu pertama kali dengan Sukarno dan Hatta pada Pameran Buku tahun 1954 (hal. 35). Sejak itu hubungan mereka semakin akrab. Muhammad Hatta adalah salah satu pemegang saham PT. Gunung Agung yang bisnis utamanya adalah penerbitan dan toko buku (hal. 22).

Sukarno hadir dalam Pameran Buku dan Pekan Buku Nasional yang diselenggarakan oleh PT. Gunung Agung di tahun 1954 (hal. 35). Sukarno mempercayakan urusan penerbitan buku-bukunya kepada PT. Gunung Agung. Kedekatan Masagung dengan Sukarno tak terbatas pada urusan buku, tetapi juga dalam hal membangun manusia Indonesia. Masagung mendirikan Yayasan Idayu untuk membantu Indonesia membangun manusia. Nama Idayu adalah nama Ibunda Sukarno. Nama ini dipilih oleh Sukarno untuk digunakan sebagai nama Yayasan yang didirikan oleh Masagung (hal. 76).

Masagung adalah salah satu dari sedikit orang yang berani menemui Sukarno di akhir hidupnya. Meski berisiko, Masagung tetap berkomitmen untuk membantu Sukarno dan keluarganya dengan memberikan bahan bacaan dan obat-obatan (hal. 76). Murthiko sangat berani menuliskan bagian kedekatan Masagung dengan Sukarno. Mengingat buku ini terbit tahun 1983 dimana saat itu rezim Orde Baru sedang kuat-kuatnya. Secara terus terang Murthiko menyampaikan bahwa dekat dengan Sukarno dan keluarganya adalah sesuatu yang berbahaya di waktu itu. Apalagi berani mengunjungi dan memberikan bantuan. 722

 

Ikuti tulisan menarik Handoko Widagdo lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Puisi Kematian

Oleh: sucahyo adi swasono

Sabtu, 13 April 2024 06:31 WIB

Terpopuler

Puisi Kematian

Oleh: sucahyo adi swasono

Sabtu, 13 April 2024 06:31 WIB