x

Pinterest

Iklan

Dien Matina

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 9 Agustus 2022

Rabu, 4 Januari 2023 20:11 WIB

Percakapan Imajiner (28)


Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Pamit

 

• 00.44

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Ketukan pintu berkali-kali membangunkan lelap tidurku. Tak ada siapa-siapa, hanya kotak merah berpita di depan pintu. Dan sebelum melanjutkan tidur kubaca kartu yang menempel di atasnya.. 

"Dien, jangan lupa bahagia. Datanglah besok jam sebelas, ada acara di rumah. Pakailah baju ini, ya."

Love, Je

 

• 08.17

Pagi yang kesiangan. Cuaca mendung murung. Setengah jam aku berusaha mengumpulkan niat untuk mandi, menyeduh kopi dan menghabiskan sepotong roti. Setelah berhias seadanya, menit-menit berikutnya adalah mematut diri di cermin dengan baju hitam berenda merah pemberian Je semalam. Ada yang ganjil, tapi entah apa. 

 

"Kring." 

"Halo, Je, kamu.." 

"Dien, sayang, jangan terlambat, satu jam lagi acara dimulai. Bawakan aku bunga ya." 

"Hah.. bunga? Sekalian potnya mau?" 

"Haha iya, boleh.. Jangan terlambat ya, Dien!" 

"Terimakasih bajunya, Je!" 

"Iya, sayang. Cepat datang, jangan terlambat!" 

"Klik."

 

• 10.35

Rumah Je yang besar dan berhalaman luas dipenuhi tamu. Kidung-kidung dinyanyikan. Terlihat keluarga dan kerabatnya berkumpul di sisi kanan dan teman-teman di sisi kiri. Fani menyambutku, memelukku erat, bergantian dengan Ane, Medi dan Raka. Acara dimulai beberapa menit lagi, masih ada waktu menyerahkan bunga yang dia minta. 

"Je, aku tak terlambat datang. Ini bunga yang kamu pesan. Terima kasih ya, Je. Selamat jalan." 

Setelahnya semua gelap. Aku tak melihat dan mendengar apa-apa, selain tangis kesedihanku sendiri. Je pergi dan tak akan kembali lagi. 

 

 

 

*** 

 

 

 

Semacam rindu

 

Seorang laki-laki sibuk menulis pesan-pesan di kepalanya.

Setiap halaman ia tandai dengan potongan-potongan peristiwa, warna-warna, dan wangi aromaterapi seperti di kamarnya.

Terkadang ia menulis surat lalu menyimpannya dalam kotak kayu. Terkadang seharian ia hanya memainkan lagu-lagu. Fur Elise—Beethoven, Kiss The Rain dan River Flows in You—Yiruma, Endless Love—Jackie Chan dan Kim Hee Seon, Just The Way You Are—Billy Joel atau beberapa musik klasik. 

Ia sibuk sekali, meramu musim menjadi apa-apa yang membuat ingatanku tunggal, tak mau tanggal. Apalagi garis tawanya, selalu membawaku pada pintu dan jendela yang lain. Yang seharusnya tak ada lagi kecemasan apalagi kesedihan. 

Sesekali sambil tersenyum dan menggeleng-gelengkan kepalanya, ia membenahi detak jantungku yang seringnya tak beraturan.  

Malam ini ia kembali menulis, entah apa. Yang kupahami adalah, deras hujan di luar sebagai rindu yang menahannya lebih lama tinggal, sebelum pergi, sebelum lelap memelukku.  

Kau, sayang, apakah juga merindu seperti aku?  

 

 

 

*** 

 

 

 

Ketika aku berkata aku baik-baik saja, aku sedang berbohong

 

Sepanjang malam ini akan kuhabiskan bersama debur ombak. Kami akan berbincang tentang seberapa cukup hidup mengajarkan cinta terbaik. Belajar memahami. Meski tak semudah seperti saat aku berkata aku baik-baik saja, yang nyatanya aku sedang berbohong. Terkadang aku berpikir, sebenarnya hidup itu sesederhana senja yang jatuh dalam pelukan hujan dan membawanya pada pekat malam. Hanya menjalani peran masing-masing. Sesederhana itu. Tak bertanya mengapa. Tak menyesali. Tak bersyarat apapun. Tak juga saling berjanji. 

Ketika aku berkata, aku baik-baik saja, aku sedang berbohong. Kurasa kau tahu itu kan? Kau juga pasti mengerti bagaimana rasanya menyimpan suka yang datang tiba-tiba dalam waktu yang lama. Menyesakkan. Aku menangis untuk perasaan yang tak kuinginkan. Haruskah ini jatuh padamu? Saat aku berada pada kesadaran bahwa aku mencintaimu, aku tak mengeluh pada Tuhan. Aku hanya ingin Ia melindungi hati dari cinta yang semakin rimbun setelah kulihat matanya. 

Jika cinta ini menjadi jalan pulang, kemana aku menuju? Tidak kepadanya. Atau barangkali hanya kepada diriku sendiri. Barangkali begitu. Dan apakah kita sama-sama jatuh cinta, atau aku yang terlalu ceroboh memasuki matamu hingga tersesat di dalamnya? 

Ah aku terlalu banyak bertanya. Bukankah ini tak akan mengubah apa-apa. Cukup nikmati saja sampai pada saatnya, aku benar-benar baik-baik saja atau terus berpura-pura. 

 

 

 

*** 

 

Ikuti tulisan menarik Dien Matina lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler