Percakapan Imajiner (33) - Fiksi - www.indonesiana.id
x

Pinterest

Dien Matina

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 9 Agustus 2022

Kamis, 12 Januari 2023 20:01 WIB

  • Fiksi
  • Topik Utama
  • Percakapan Imajiner (33)


    Dibaca : 634 kali

    Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

    Pada sebuah batas kenangan, ingatan ia perjuangkan untuk tak lenyap menguap

     

    Jika harus memilih, ia memilih langit yang biru warnanya, hujan yang tak membawa riuh angin dan gigilnya, dan berhenti mencemaskan seseorang. 

    Ia biarkan rindu menarik-narik bahu, merengek meminta temu. Ya, rindu memang selalu begitu, memaksanya menciptakan wajah seseorang. Seseorang dengan garis rahang yang tegas, lengkung alis sempurna dan tatap mata yang menyimpan banyak cerita, yang sepertinya hanya ingin disimpan sendirian. 

    Seseorang yang seringkali menjelma lagu merdu di malam-malam sebelum lelapnya, atau menjelma puisi-puisi yang tak bosan-bosannya ia baca setiap hari. 

    Sementara di kota yang jauh,  seorang laki-laki menyimpan cinta dalam surat-surat yang entah kapan akan dikirimkan. Dadanya begitu gaduh oleh sepi-sepi yang tak berkesudahan. Pada sebuah batas kenangan, ingatan ia perjuangkan untuk tak lenyap menguap. 

     

     

     

    *** 

     

     

     

    Musim dingin di kotamu 

     

    Katamu musim dingin di kotamu begitu menyenangkan, ada hangat di sela-sela jemari, ada pelukan nan syahdu dari jaket tebal yang kuberi, juga syal merah bertuliskan namaku. 

    “Dien, cepatlah datang, jangan buatku menunggu! Apa harus kugunting jarak, atau kutebas waktu?” 

    "Je, bersabarlah, kenapa selalu terburu-buru?" 

    Huruf-huruf menyala dalam puisi. Serupa cintamu, Je. Dan musim dingin di kotamu, aku hangat. 

     

     

     

    *** 

     

     

     

    Andai saja cinta bisa diatur

     

    Sejak pagi kotaku terasa seperti di dalam freezer, dingin. Sedingin tatap matanya yang sungguh aku suka. Jam di tangan kiriku menunjuk angka delapan lebih lima puluh. Toko buku berangsur sepi dan aku masih belum menentukan mana yang akan kubeli. Dengan sebal akhirnya kuambil sembarang dan kubayar di kasir, sebuah novel dari penulis muda. 

    Satu jam berlalu, kopi hitam di cangkir merah tinggal ampas. Tak peduli dengan cuaca di luar, kupandangi ponsel di mana foto seseorang tersimpan sejak dua tahun lalu. Andai rasa bisa dipesan biar tidak merumitkan. Sebab aku benar-benar tak punya alasan mengapa begitu menyukainya. Perasaan-perasaan yang membingungkan dan kadang melelahkan. Dan sekarang aku hanya ingin tidur, sambil berharap saat bangun sudah berada di luar kebisingan ini. 

    Andai saja cinta bisa diatur, mungkin otakku tak sebegini ngelantur. Selamat tidur, kamu. Maafkan aku. 

     

     

     

    *** 

     

     

     

    Tentang cinta yang tak itu-itu saja

     

    Waktu menciptakan cinta untuk kita nikmati, hanya itu, sebab kita tak akan pernah memiliki selamanya. Ramu hari-harimu dengan bahagia. Penuhi ruang-ruang kosong yang memang seharusnya menjadi milik kita. Jika sedikit cemas membuatmu harus mencari atau menemukan, pergilah sampai kau genggam sebuah jawaban. 

    Kau tahu, hidup ini terasa lebih menyenangkan dengan cinta yang sederhana. Bukan cinta yang rumit dan penuh prasangka. 

    Jadi, Je, pahamilah cinta yang tak itu itu saja. Ia lebih luas dari yang kau kira, bahkan jauh lebih menyenangkan dari yang kau sangka. Apakah kau memikirkannya?

     

    Dps 251214

     

     

     

    *** 

     

    Ikuti tulisan menarik Dien Matina lainnya di sini.



    Suka dengan apa yang Anda baca?

    Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.


    Oleh: Frank Jiib

    1 hari lalu

    Untuk Adikku

    Dibaca : 91 kali









    Oleh: Frank Jiib

    5 hari lalu

    Aisyahra

    Dibaca : 241 kali






    Oleh: Frank Jiib

    5 hari lalu

    Aisyahra

    Dibaca : 241 kali