Babad Pancajiwa: 3. Bagas di Persimpangan - Fiksi - www.indonesiana.id
x

Ilustrasi: agefotostock.com

Ikhwanul Halim

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Minggu, 29 Januari 2023 10:38 WIB

  • Fiksi
  • Topik Utama
  • Babad Pancajiwa: 3. Bagas di Persimpangan

    Lampu merah kembali nyala padahal belum semua kendaraan melintas persegi panjang kuning yang membentang dari sudut-sudut perempatan. Pengamen cilik beraksi dengan gitar kotak sabun dipetik sember melantunkan lagu melayu koplo nada improvisasi cempreng sengau bengek pilek tahunan.

    Dibaca : 936 kali

    Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

    Lampu merah kembali nyala padahal belum semua kendaraan melintas persegi panjang kuning yang membentang dari sudut-sudut perempatan.

    Pengamen cilik beraksi dengan gitar kotak sabun dipetik sember melantunkan lagu melayu koplo nada improvisasi cempreng sengau bengek pilek tahunan.

    Bagas tercenung dalam kilas balik terlontar ke masa silam yang serasa baharu kemarin terekam gambaran diri sebagai bocah kecil jari tangkas, seorang artis jalanan.

    Ribuan dompet yang terkuras lembar rupiahnya bukti nyata bahwa tak perlu usia dewasa atau tembok penjara untuk meraih gelar seniman.

    Tapi seperti kata yang patah setinggi-tinggi tupai melompat akhirnya letih jua ia beradu cadas ketika sang jawara bijaksana berhasil menangkap tangan.

    Untung takdir tak ditolak Malang terlalu jauh Bagas dipungut anak jawara Banten suami istri sebagai putra kesayangan dilatih ilmu kanuragan diasah citarasa kesenian.

    Jiwanya yang haus kasih sayang melepas dahaga yang belum pernah dirasakan sejak dini ditinggalkan terbungkus selimut kumal di depan pintu rumah panti asuhan.

    Tak terasa tahun berganti windu Bagas anak jalanan menjelma malih satria gagah perkasa bak Gatotkaca rambut panjang sebahu menguasai arena berbagai kejuaraan.

    Arus waktu mengalir balik ke persimpangan ditabuh ketuk kaca jendela mobil oleh pengamen cilik bersuara kaleng mata sayu memelas mengharap uang recehan.

    Selembar duit goban berpindah melalui celah tipis jendela yang turun dengan sentuhan tombol spontan, "Siapa namamu, dik?" Bagas lontarkan pertanyaan.

    Tanpa menjawab si bocah berlalu sebab lampu telah berganti hijau bersambut klakson memekik ditingkah raungan mesin bahan bakar fosil bersahut-sahutan.

    Bagas menginjak pedal gas perlahan meninggalkan persimpangan menuju arah Selatan maka getar sunyi gawai yang sedang mengisi muatan luput dari perhatian.

     

     

    BERSAMBUNG

    Ikuti tulisan menarik Ikhwanul Halim lainnya di sini.



    Suka dengan apa yang Anda baca?

    Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.


    Oleh: Frank Jiib

    22 jam lalu

    Untuk Adikku

    Dibaca : 71 kali









    Oleh: Frank Jiib

    4 hari lalu

    Aisyahra

    Dibaca : 222 kali






    Oleh: Frank Jiib

    4 hari lalu

    Aisyahra

    Dibaca : 222 kali