Ki Jose Amadeus, Sang Dalang Itu Ternyata Pemuda Peranakan

Kamis, 23 Februari 2023 07:14 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content
Ki Jose bersama Gubernur Jateng Ganjar Pranowo
Iklan

Sang dalan wasis suluk, menyabetkan wayang kulit dan berkisah dalam bahasa Jawa. Dia memakai busana jawa lengkap dengan blangkon dan keris yang terselip dipinggangnya.Sosok itu nampak lebih njawani ketimbang orang Jawa. Siapa sangka kalau sosok dalang yang punya nama Foe Jose Amadeus Krisna itu pemuda peranakan alias keturunan Tionghoa

Sang dalan wasis suluk, menyabetkan wayang kulit dan berkisah dalam bahasa Jawa. Dia memakai busana jawa lengkap dengan blangkon dan keris yang terselip dipinggangnya. Sosok itu  nampak sangat njawani.

Siapa sangka kalau sosok dalang  yang punya nama Foe Jose Amadeus Krisna itu pemuda peranakan alias keturunan Tionghoa.  Selain suka mendalang dia menciptakan gending, dan nyerat. Terkini Jose menciptakan gagrak Wayang Kronik dan gagrak Wayang Geger Pacinan.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Pemuda kelahiran Semarang 21 Nopember 1998 ini betul-betul jatuh cinta pada wayang. Lulusan  Universitas Kristen  Satya Wacana (UKSW) Salatiga ini tak tanggung-tanggung dalam mengakrabi jagat perwayangan.

Jose Amadeus Krisna ini pun mendalami seni pedalangan mengawalinya  dengan mengikuti pelatihan pedalangan di Sobokartti, Semarang. Tak puas hanya berlatih hanya di satu sanggar, Jose juga mengikuti pelatihan di Sanggar Sarotama, Karanganyar.

Pada tahun 2013, Jose mulai menjajal kemampuannya dalam pentas kelulusan di Sobokartti dan kemudian berlanjut di Hari Ulang Tahun Sobarktti. Dalam Gelaran Temu Dalang Bocah Nusantara V di Taman Budaya Jawa Tengah, bersaing dengan 125 dalang,

 

 

Kemudian Jose berkiprah di Bali Pupetry Festival dan Seminar di Rumah Topeng Setia Darma, Bali, mewakili Indonesia dalam event yang diikuti lebih dari 30 Negara di Asia. Kiprah pentas Jose terus berlanjut di Boen Han Tiong, Semarang, dan Pondok Budaya Boedihardjo, Brobobudur. Jose, tak pernah merasa puas dalam belajar mendalang, dia juga sempat bergabung di Sanggar Ngesti Budaya, Salatiga.

Bersama Br. Frans Sugi FIC dan Bhakti BCA, Jose, menyosialisasikan dan pengenalan wayang ke sekolah-sekolah di Semarang. Agenda pentas Jose terus berjalan di berbagai kota. Kemudian karena kiprahnya, Jose mendapat penghargaan dari Asia Wangi dan Rumah Wayang Pulangasih sebagai dalang muda pelestari budaya wayang.

Prestasi lainnya, pada pentas Festival Dalang Semarang 2017, Jose, berhasil membukukan prestasi sebagai juara ketiga kategori remaja. Sewaktu masih kuliah disela-sela kesibukan kuliahnya, anggota sanggar Lentera ini juga ikut pelatihan karawitan di KBM Paguyuban Wacana Budaya. UKSW Salatiga.

Tak hanya mendalang, kiprahnya, yang tak jauh-jauh dari jagad wayang, Jose, juga menciptakan gending jawa dan klengengan untuk pergelaran wayang. Jose, saat ini juga melakukan riset kecil dan penerjemahan berbagai serat, babad, suluk dan kakawin dari bentuk tembang menjadi cerita.

Pemuda yang mengaku dari kecil sedang budaya Jawa ini juga sedang menyusun serat berbahasa Jawa, yaitu Serat Jawa Aji yang mengisahkan tentang tanah Jawa dari Mataram Kuno hingga Mataram Islam.

Saat ini, Jose yang fasih berbahasa Jawa justru saat juga sedang memperdalam bahasa mandarin. Jose sebagai peranakan juga ingin terampil  mendalang wayang Potehi warisan leluhurnya. Persoalan bahasa yang jadi kendalanya. Tetapi, Jose, terus berupaya,dirinya yakin  suatu saat  akan pentas wayang Potehi.

Wayang Kronik

Dalam dunia wayang kreativitas memadukan seni atau akulturasi, seperti Jawa dan Tiongkok biasanya disebut gagrak. Gagrak adalah model bentuk wayang sebagai hasil dari upaya mengotak-atik dan mempelajari wayang dari berbagai gaya. Maka dari tangan Jose  lahirlah gagrak baru Wayang Kronik, akulturasi seni Jawa dengan Tiongkok.

Usianya memang masih muda, namun  Foe Jose Amadeus Krisna ini tak hanya bisa mendalang. Jose  mengisahkan, sejak Imlek 2017 lalu, dirinya punya  obesesi untuk membuat Wayang  Kronik alias Wayang Multikultural. Sejak saat itu, Jose terus bergelut mematangkan konsep dan bentuk wayangnya agar bisa lebih sempurna.

Wayang Kronik adalah bentuk dari akulturasi kebudayaan Tionghoa dan Jawa. Bentuknya mengambil Wayang Purwa Jawa, tetapi diberi ornamen-ornamen khas Tiongkok dan tidak meninggalkan tatanan serta komposisi Wayang Jawa.

Hingga saat ini sudah ada beberapa tokoh wayang yang dihasilkannya antara lain , yakni Dewi Kwan Im Tangan Seribu dan Sung Go Kong Wanda Prabu. “Dengan candra sengkala; Eka Pancasila Wiwaraning Panyawiji. Wayang Kronik ini dapat menjadi wayang multikultural sekaligus alat pemersatu bangsa. Candra sengkala ini juga sekaligus sebagai tetenger kalau tahun ini merupakan tahun Jawa 1951, ” ujar Jose Amdeus yang  selama ini trampil mendalang Wayang Kulit juga.

Dalam konsep Wayang Kronik, untuk musiknya berupa gamelan Jawa bernada slendro yang dikolaborasikan dengan musik tradisional Tiongkok yang biasanya digunakan untuk mengiringi pertunjukan wayang Potehi. Dalam pertunjukannya, menggunakan peralatan budaya Tiongkok, seperti gawangan yang dipakai dalam Wayang Potehi hanya dalam ukuran yang lebih besar dan menggunakan kelir.

Jose Amadeus berharap, dengan dukungan berbagai pihak, dirinya punya obsesi bisa mementaskan Wayang Kronik dalam gelaran Pasar Imlek Semawis pada perayaan Imlek tahun-tahun mendatang. Dalang muda yang banyak membukukan prestasi akan mengusung Kisah Perjalanan Ke Barat (Sun Go Kong) dalam pentasnya.  Di samping itu juga Jose sedang  menyiapkan untuk mendaftarkan karyanya Wayang Kronik ke Dirjen  HAKI untuk memperoleh Hak Cipta.

Wayang Geger Pacinan

Setelah berhasil menciptakan Wayang Kronik, kini Jose kembali berkarya menghasilkan gagrak baru Wayang Geger Pacinan.

Sarjana Pertanian lulusan Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga ini mengotak-atik wayang dari berbagai karakter dan gaya juga  mengaitkannya dengan sejarah. Maka lahirlah Wayang Geger Pacinan, akulturasi seni Jawa, Belanda dan Tiongkok.

Jose menciptakan Wayang Geger Pacinan ini terinpirasi dari buku karya Daradjadi  odiprojo bertajuk: Geger Pacinan 1740 -1743: Persekutuan Tionghoa – Jawa Melawan VOC, terbitan Penerbit Buku Kompas.

 

Dalam bukunya ini, Daradjadi, menyegarkan kembali ingatan kita pada Geger Pacinan, potongan mozaik sejarah Nusantara yang selama ini terlupakan.  Jose dengan kreativitas dan inovasinya berhasil menciptakan 46 wayang yang merupakan perwujudan dari sosok-sosok pelaku sejarah dalam Geger Pacinan antara lain; Gubernur Jenderal Valckenier,Raden Mas Said (Pangeran Samber Nyowo), Pangeran Mangkubumi, Kapitan Sepanjang, dan Sunan Kuning.

Jose berharap Wayang Geger Pacinan karyanya bisa menjadi wayang multikultural sekaligus alat pemersatu bangsa. Dengan gawangan kelir wayang kulit dan komplit dengan simpingan wayang Jawa.

Dalam konsep Wayang Geger Pacinan, bahasanya menggunakan bahasa Jawa, Hokkian, dan Hollang (Belanda).  Sedangkan untuk pengiringnya`gamelan Jawa bernada slendro dengan lagu Jawa juga lagu Tionghoa kreasi  sang dalang.

Diinisasi Forum Heritage Salatiga UKSW pergelaran perdana Wayang Geger Pacinan ditaja pada tanggal 10 Oktober 2020, di Gedung Boen Hian Tong, Gang Pinggir, Pecinan, Semarang.

Candra sengkala ini juga sekaligus sebagai tetenger peringatan 280 Tahun atau 35 Windu Geger Pacinan (Tragedi Angke) yang diawali dengan pembantaian orang Cina  di Batavia pada 10 Oktober 1740.

Wayang Geger Pecinan ini  juga ditayangkan secara virtual di ISI Surakarta dalam rangka memperingati Hari Wayang pada 7 November 2021.  Kemudian juga dpentaskan di Sanggar Mayangkara, Pendoponya Ki Dalang Probo Asmoro, Solo, mengisi pentas Minggu Paingan, 21 November 2021,

Terkini Jose sembari mengutak-atik desain batik Pecinan yang jadi salah satu obsesinya juga sedang mempersiapkan buku bertajuk : Wayang Geger Pecinan yang untuk diterbitkan.

 

. *) Christian Heru Cahyo Saputro,  Mantan Kontributor indochinatown.com , Penggiat Heritage di Jung Foundation Lampung  Heritage dan Pan Sumatera Network (Pansumnet). Penulis buku Piil Pesenggiri, Etos dan Semangat Kelampungan

 

 

Bagikan Artikel Ini
img-content
Christian Saputro (Christian Heru Cahyo Saputro)

Penulis Indonesiana

0 Pengikut

Baca Juga











Artikel Terpopuler