x

Gambar oleh Pexels dari Pixabay

Iklan

Almanico Islamy Hasibuan

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 22 November 2021

Selasa, 7 Maret 2023 17:21 WIB

Orang yang Mandi Hujan Biasanya Kebal Dingin

Seorang anak yang selalu diterpa hujan baik di luar maupun di dalam rumahnya dan pertemuan dia dengan seorang gadis yang berdansa di derasnya hujan.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

           “Aku pulang,” ujarku sambil melihat kehangatan yang biasanya berada di rumah saat dera hujan di luar semakin dingin. Namun, kehangatan itu tidak ditujukan kepadaku. “Alex, bagaimana olimpiademu hari ini?” Enaknya, pertanyaan terkait hari yang baru saja dilalui, aku juga ingin seperti itu. “Ahmad sudah pulang? Tidak menyambut orang tuanya, langsung pergi ke kamar. Dasar.”, ujar ibuku. Aku yang baru ingin memasuki dapur itu, mengurungkan niatku. Sepertinya hari ini bakalan terasa dingin juga.

Setiap hari selalu dihujani, baik air maupun perkataan dari mereka. “Nilai macam apa ini? Kau kira kau bisa masuk ke universitas terkenal dengan nilai pas-pasan seperti ini?!” Semakin lama, cahaya di kedua mata orang tuaku semakin redup. Berbeda saat mereka melihat Alex. Sepertinya harapan mereka kepadaku sudah tidak ada lagi ya. Sesaat lembar ujianku disodorkan ke mukaku, aku tidak sengaja melihat seseorang yang berlari-larian di hujan yang deras. Aku langsung melihat ke arah jendela. “Ke mana kau pergi?” Di sana, aku melihat seorang perempuan yang sedang mandi hujan. Setua itu masih bermain hujan-hujanan. Dia tiba-tiba langsung melirik ke arahku. Apakah dia tahu kalau aku baru saja mengejeknya? “Cepat ke kamar, belajar dulu.”, ujar ibuku. Aku seperti biasanya, menuruti perintah mereka.

 Sore itu, aku terus melihati dia. Aku tidak tahu mengapa, aku merasa iri kepadanya. Dia terlihat sangat senang bermain di tengah hujan seperti itu. Seperti tidak memiliki rasa khawatir atau apa pun itu. Pada akhirnya, aku selalu tak sabar melihat dia saat hujan turun. Aku juga ingin seperti dia. Pemikiran itu selalu muncul di pikiranku akhir-akhir ini.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Pagi itu, aku ketiduran. Aku melihat ayah, ibu, dan Alex sudah berangkat menggunakan mobil. Bagaimana denganku? “Ibu sudah berangkat ya?” Aku menghubungi mereka berharap agar aku juga diberikan tumpangan. “Ibu kira kau sudah berangkat. Pakai payung saja sana. Kau kan sudah besar.”, ujarny sambil memutus panggilannya. “Begini amat ya jadi orang yang tidak punya bakat.”, ujarku sambil membuang hp milikku. Hujan semakin deras dan aku teringat akan satu hal yang selalu aku tunggu. Benar saja, dia sedang menari di sana. Aku sangat ingin sekali menghampirinya, tetapi ini minggu ujian. Aku tidak boleh sakit. Aku tidak ingin mendengar ocehan mereka lagi jika nilaiku jelek. Akan aku buktikan. Aku akhirnya memilih untuk memakai seragamku dan pergi berangkat ke sekolah, namun saat aku keluar dari rumah, perempuan itu sudah tidak ada. Dia masih sempat saja mandi hujan sebelum pulang sekolah. “Bebas sekali dia.”, ujarku penuh dengan keirian.

“Kau dengar, ada siswi kelas sebelah yang meninggal. Katanya tabrakan saat hujan lebat seperti hari ini.”, pembicaraan ini sudah lama kudengar. Ada yang bilang jika hujan yang terus menerus ini diakibatkan oleh kutukan arwahnya. Mana mungkin aku percaya pada hal seperti itu. “Apakah gadis itu percaya?” Mengapa aku terus memikirkan dia? Sialan, fokus Ahmad! Aku harus fokus!

 “Lumayanlah. Tingkatkan lagi. Lagipula, hal yang seperti ini kecil bagi adikmu. Iya kan bu?” Apa maksudnya ini? Aku bersusah payah hanya untuk mendapatkan ini. Aku melihat ke arah mata mereka berdua. “Jadi begitu ya.”, ujarku. Mereka berdua sudah tidak melihatku lagi. Aku mengambil kertasnya dari tangan kedua orang ini. “Mau ke mana pergi? Adikmu baru aja juara olimpiade, kasih ucapan selamat dulu.”, ujar mereka berdua. Aku tetap terus naik ke kamarku. Aku melipat kertas ujianku itu menjadi sebuah pesawat dan menerbangkannya ke hujan deras itu. Aku melihatnya jatuh dan hancur dibasahi air. Aku kemudian melihat perempuan itu lagi sedang berdansa di tengah hujan. “Apakah aku boleh ikut?” Perempuan itu melihat ke arahku dan seolah mengiyakan pertanyaanku tadi. Aku kemudian melompat dari jendela kamarku dan berlari menuju ke arahnya. Kami berdua saling tatap-tatapan dan kemudian tertawa. “Mengapa anak itu keluar? Sendirian lagi?” Aku seolah dibasahi air dan melunturkan sesuatu dari diriku. Aku tidak pernah merasa seperti ini. “Terima kasih!” Teriakanku mengejutkan perempuan itu. Dia pun tersenyum ke arahku. “Awas Ahmad!!!!” Aku mendengar teriakan ibuku yang pelan. Teriakannya ditutupi oleh klakson truk besar yang sudah dekat berada di depanku. “Terima kasih? Baru kau yang mengatakan itu kepadaku. Semuanya hanya bilang ingin membawaku pergi lari, memintaku melakukan hal-hal yang aneh, tetapi kau berbeda ya. Andai saja aku ketemu kau dulu sebelum ini.”, ujarnya sambil menolakku. Aku tidak mengerti, tetapi aku sepertinya baru saja diselamatkan oleh dia. “Aku juga, andai aku bertemu denganmu sebelum ini.”, ujarku. Truk itu lewat dengan kencangnya. Aku tersungkur ke pinggiran jalan tanpa luka apa pun. “Ahmad, kau tidak apa-apa?!” Mengapa mereka berdua berlari ke arahku? Bukannya kalian sudah bukan siapa-siapaku lagi?

            Hari itu masih membekas di benak dan pikiranku. Aku masih belum tahu siapa perempuan itu. Aku ingin berterima kasih kepadanya. Aku sebenarnya tidak tahu apa yang dia lakukan untukku, tetapi berkat dia, aku bisa seperti ini sekarang. Sejak hari itu juga, sikap kedua orang tuaku sudah tidak terlalu dingin lagi. Aku tidak tahu apa alasannya. Mungkin mereka tidak mau mengeluarkan uang banyak jika aku mati atau cacat. Apa yang aku katakan? Mereka sudah tidak seperti itu lagi kan?

Ikuti tulisan menarik Almanico Islamy Hasibuan lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler