Mekar di hati musim bunga kagak keliatan
Solilokui, ibarat kosakata loncat-loncat
Enggak keren meskipun cakep di luarnya
Taklimat ibarat kata kocokan dadu
Tekno, sekalipun risalah tanah antropologi
Tekno, apapun seperti maunya kemodernan
Sekalipun kebudayaan spesies langka
Menyirna oleh tralala-trilili imajinatif
**
Rempong deh ... Nulis puisi mabuk kepayang
Apalagi puisi susastra tanda tanya ... Uwow
Apalagi puisi susastra tanda seru .... Wahhh
Kemodernan ngintip melulu di angkasa
Ngerumpi akh di sunyi dengan semut ...
Menutup indra tak terlihat apapun
"Sesuka ane dong," desiran angin lesus
Sejarah?
"Klasik," bisik-bisik alang-alang rerumputan
Artefak?
"Museum Digital Tekno," bisik-bisik badak
"Budidaya Tekno Kontemporer," bisik-bisik gajah
Akulturasi hutan?
"Zaman perubahan," bisik-bisik serangga
**
Kini, abad robotik. Abad multitekno
Abad telepon seluler. Abad satelit
Abad rudal nuklir. Abad drone
Abad nirkabel informasi cepat saji
"Walahkadalah ..." Batin Ki Semar
Itupun kalau Ki Semar ... Mau loh ...
Turun gelanggang dari desa Karangtumaritis
ke dunia kemodernan
"Bumi kok jadi bola pingpong," membatin Ki Semar
"Waduh! Jagat Buana. Hampura," sedih Ki Semar
Ki Semar, sungguh tak ingin ikut campur
Urusan alfabetis kawula planet Bumi
Sungguhpun dia penasihat satria Pandawa
Ki Semar, hanya mampu mendoakan
Semoga langkah kawula petinggi Bumi
Tak salah jurusan. Amin.
***
Jakarta Indonesiana, Maret 15, 2023.
Ikuti tulisan menarik Taufan S. Chandranegara lainnya di sini.