Manjau Muli, Cara Nganjang atawa Ngapeli Gadis Sungkai

Rabu, 29 Maret 2023 06:53 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content0
img-content
Iklan
img-content
Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Manjau Muli merupakan istilah marga Bunga Mayang Sungkai di Lampung Utara yang berarti nganjang gadis atau ngapelin gadis. Perjalanan nganjang gadis atau manjau muli dalam adat Lampung Sungkai memiliki tatakrama dan kebiasaan tersendiri. Manjau Muli umumnya dilakukan pada malam hari seusai magrib.

Lain ladang lain belalang, lain lubuk lain pula  ikannya. Demikian juga dengan tata cara dan adat di  berbagai daerah di Indonesia. Begitu juga di setiap daerah banyak ragam cara dalam beranjangsana mengunjungi gadis atau istilah lainnya nganjang.

Manjau Muli merupakan istilah marga Bunga Mayang Sungkai di Lampung Utara yang berarti nganjang gadis atau ngapelin gadis. Perjalanan nganjang gadis atau manjau muli dalam adat Lampung Sungkai memiliki tatakrama dan kebiasaan tersendiri. Manjau Muli umumnya dilakukan pada malam hari seusai magrib.

Manjau Muli dimulai dari belakang rumah gadis. Pada saat manjau bujang (mekhanai) harus memberikan isyarat seperti; kedipan lampu senter, menyalakan korek api atau dengan suara petikan jari.

Gadis Sungkai sudah tidak asing lagi dengan isyarat tersebut. Jika ada manjau muli si gadis akan menghampiri dari dapur tanpa harus membuka pintu dapur (jika malam hari) dan menanyakan siapa gerangan yang akan datang. Setelah jelas, maka si gadis akan mempersiapkan ruang tamu dan mempersilahkan bujang yang manjau untuk masuk ke ruang yang telah disediakan lewat pintu depan.

Di sinilah awal sebuah perkenalan bujang gadis yang mulai merintis hubungan keremajaannya, saling beradaptasi, saling mengenal pribadi masing-masing dalam kondisi yang serba terbatas.

Pergaulan mereka tidak sebebas remaja sekarang dengan tutur bahasa yang baik dan sopan. Bahkan jika si bapak atau kakak laki-laki lewat ruangan itu si bujang wajib menundukkan wajahnya dan sejenak menghentikan pembicaraannya dengan si gadis.

Itulah suatu symbol adat kebiasaan yang mengandung makna tersendiri bagi kalangan masyarakat Lampung Sungkai. Gadis Sungkai terbuka untuk menerima bujang yang manjau, walau pun pada akhirnya si gadis harus memilih salah satu di antaranya.

Disinilah para  bujang harus siap berkompetisi untuk mengambil hati gadis pujaannya. Sering terjadi pada malam minggu, misalnya pada bujang manjau secara bersamaan, tetapi tidak membuat gadis kalang kabut. Biasanya gadis sungkai dapat mengendalikan suasana seperti itu; seperti berlaku tidak memihak kepada salah satu yang manjau.

Nampaklah mental si gadis yang dapat memperastukan perbedaan-perbedaannya yang ada pada bujang-bujang yang manjau. Walaupun datang secara bersamaan dengan saingannya, para bujang yang manjau justru menunjukkan sikap yang arif dengan tetap rukun dan tertib dalam berbicara.

Pada saat-saat tertentu bisa saja nenek si gadis ikut nimbrung ngobrol atau berkelakar yang maksud dan tujuannya nenek tersebut ingin tahu lebih dekat dengan memberikan penilaian. Siapa diantara yang manjau paling cocok buat pasangan cucunya tercinta.

Karena secara umum gadis Sungkai lebih dekat dan akrab dengan neneknya. Acara manjau dapat berlangsung terus menerus sehingga sampailah pada proses selanjutnyaBekadu.

Muli Menganai dalam acara Cangget Bakha

Bekadu

Bekadu merupakan bagian dari proses manjau muli. Setelah bujang gadis saling kenal dan menunjukkan hubungan yang makin akrab. Bekadu dikenal sebagai penerangan pada khalayak perwatin tulak hanau (ibu-ibu), Muli –Mekhanai (bujang –gadis) pada pesta tiyuh setempat bahwa yang bersangkutan secara resmi menjalin hubungan pacaran.

Biasanya acara Bekadu adiadakan cuak mengan (makan bersama) atau paling tidak minum kopi bersama dalam acara ini sang bujang akan lebih mengenal lingkungan adat dari pihak gadis yang dipacarinya. Jadi, Bekadu merupakan proses bujang beradaptasi dengan lingkungan dan adapt istiadat si gadis.

Betuntuk

Sedangkan Betuntuk merupakan hubungan yang sudah demikian akrab dan terjalin dengan baik terus dihidupkan  dengan istilah betuntuk. Hubungan ini makin memperkokoh silaturahmi dengan keluarga besar si gadis.

Betuntuk merupakan wujud pengabdian si bujang terhadap keluarga si gadis berupa bantuan tenaga seperti; ngusi nguraw (membantu membuka lahan perladangan) dan nugal (menanam padi) dan lain-lain. Intinya, membantu pekerjaan keluarga si gadis dalam kegiatan ini si bujang akan lebih mengenal secara dekat tentang seluk beluk keluarga si gadis.

Nuwik

Nuwik ini merupakan proses yang paling akhir dalam kegiatan manjau muli. Nuwik ini merupakan proses  di mana bujang gadis merminta kepastian berupa janji kapan dapat melaksanakan seperti; sebambangan (nijuk), misalnya, atau mungkin Intar Terang dan lainnya.

Nuwik ini dapat dilakukan oleh bujang yang bersangkutan. Nuwik yang intinya merunding si gadis untuk menentukan pernikahan itu dapat membuahkan hasil kesepakatan, untuk mengantarkan bujang gadis tersebut ke jenjang yang lebih tinggi yaitu pernikahan.

 

Muli Menari

Demikian agungnya budi luhur nenek moyang yang telah mewariskan tata karma titi piranti adat dan budaya untuk mengatur moralitas kehidupan remaja. Sementara itu, karena globalisasi tersingkir oleh pengaruh budaya barat yang membuat tradisi penaka perak besi berkarat menanti habis.

Untungnya, masyarakat Lampung Sungkai punya filter penangkalnya, sehingga adat budaya yang ada tetap terjaga lestari . Alam takambang jadi guru, begitu kata orang minang.

Warisan budaya nenek moyang terpelihara tak lekang oleh panas dan hujan. Dan ini merupakan salah satu potensi warisan budaya takbenda (intangible)  kearifan lokal yang dimiliki Lampung dan  harus terus dipelihara dan dilestarikan. Karena bisa jadi salah satu filter atawa benteng dalam pergaulan muda-mudi di dunia yang makin mengglobal.

 

*) Christian Heru Cahyo Saputro, pemerhati seni tradisi, tukang tulis suka berbagi kisah, penulis buku Seri Kearifan Lokal Lampung tinggal di Semarang

 

 

 

Bagikan Artikel Ini

Baca Juga











Artikel Terpopuler