x

Iklan

Samroyani

Penulis Serabutan
Bergabung Sejak: 28 Juli 2022

Rabu, 29 Maret 2023 11:49 WIB

Dari Sudut Tersudut

Perhatian: Cerita ini dikhususkan untuk pembaca dewasa. Mengandung muatan yang membuat tidak nyaman seperti tindakan kekerasan, pelecehan, bahasa kasar, tindakan kriminal, dan bentuk gambaran cerita yang mengusik lainnya. Seluruh cerita merupakan karya fiksional dan tidak berkaitan dengan tokoh atau kejadian di dunia nyata. *Kilasan cerita: Sahabatku Davin mati, dan orang-orang malah menuduhku membunuhnya.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Dari Sudut Tersudut.

Bangku paling belakang, sendirian. Setidaknya si Abdul meski harus sebangku dengan Nengsih yang jelek itu dia masih beruntung karena punya teman sebangku. Sedangkan aku, di sebelah hanya bangku kosong. Mario, Santoso, Bagas, Rudi, Cahya, semuanya sialan. Mereka semua kurang ajar, tidak ada yang mau sebangku denganku. Dan yang lebih kurang ajar lagi adalah pihak sekolah. Kenapa juga Kelas 11 Sosial 4 muridnya harus ganjil. Jadilah aku yang terasingkan dari perebutan teman bangku ini. 

Saat kelas 10 keadaan tidak seperti ini. Aku punya teman sebangku, Davin. Dia sahabat terbaik yang pernah aku miliki. Dia tidak ragu meminta bantuanku, misalnya setiap kali pulsanya habis untuk beli kuota, dia selalu minta tolong padaku. Begitulah teman sejati. Dia juga sering curhat padaku, ongkos jajan nya sedikit, jadi sering tidak cukup untuk beli bensin motor dan jajan ke kantin. Jadi kubantu dia, setiap hari kujajani. Ini tidak bertepuk sebelah tangan yah, dia juga sering membantuku. Dia selalu memotivasi agar aku jadi siswa paling cerdas di kelas, jadi setiap kalau ada PR dia selalu memercayakannya padaku. Jadi aku bisa belajar dua kali lipat di rumah karena mengerjakan PR Davin juga. 

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Davin juga menjagaku dari gangguan anak-anak lain. Sahabatku yang pentolan angkatan itu memastikan aku aman di sekolah, dia keren dan jago berkelahi. Pernah sekali aku dipalak kakak kelas, demi aku dia sampai adu jotos dengan mereka. Hebatnya dia menang. Yah, walau setelah itu dia akhirnya minta tolong padaku untuk biaya periksa ke dokter karena ada giginya yang goyang. Seingatku dia waktu itu meminta 3 jutaan. Tapi, tak masalah. Begitulah sahabat sejati yang saling membantu. Pada saat ada Davin semuanya sangat menyenangkan. Tapi sayang Davin meninggal sebelum naik ke kelas 11. Semenjak itu, semuanya jadi tidak menyenangkan lagi.

Davin juga kadang protektif padaku, tapi aku paham alasannya. Dia melarangku berteman dengan anak-anak lain karena katanya mereka semua mau memanfaatkanku. Wajar, karena aku anak orang kaya. Tapi, gara-gara itu aku jadi tidak punya teman satu pun. Coba saja kalau Davin masih ada. 

Di kelas yang sekarang ada yang mirip-mirip dengan Davin, namanya Sandi. Kini dia yang jadi pentolan setelah Davin tiada. Hm, padahal dulu dia kacungnya Davin. tikang disuruh-suruh beli rokok dan minuman. Sekarang dia bahkan berani memacari Lena, pacarnya Davin dulu. 

Sandi memang ada kemiripan dengan Davin, tapi dia tidak pernah mau berteman denganku. Entah kenapa. Apa mungkin gara-gara kejadian tahun lalu yah. Ah iya, tahun lalu, beberapa waktu sebelum Davin meninggal aku sempat kena masalah. Masalah sepele sih. Ayahku bereskan semuanya. Aku cuma mengintip anak-anak perempuan ketika mereka di toilet. Haha, seru tahu. Sebenarnya aku dari sejak SMP juga sudah sering melakukan itu. Untuk dokumentasi aku juga sering mengambil foto wanita-wanita itu menggunakan kamera hape. Semuanya untuk koleksi pribadi, tidak pernah aku sebarkan kemana pun. Sumpah.

Foto-foto itu hanya kujadikan pemulus setelah hampir selesai menonton video tema step sister di PornHub. Pas mau keluar baru kupantengi foto-foto itu agar referensinya lebih realistis. Tidak ada yang dirugikan, tidak menyakiti siapa pun, tapi tetap saja orang-orang lebay menanggapinya. Iya, waktu itu aku sial. Seperti biasa aku sudah siap di salah satu bilik toilet, saat mulai mengambil foto ternyata wanita yang sedang ngeden BAB itu menengok ke arah atas dan melihat setengah kepalaku dan hape yang nongol. Dia kaget, aku lebih kaget saat itu. Sialan, ternyata itu Lena pacarnya Davin dulu.

Lena teriak kencang, orang-orang mulai masuk ke toilet. Aku kemudian digiring seperti maling ke ruang guru BK. Aku sudah meminta maaf, menjelaskan, dan bahkan menunjukan kepada semua orang kalau aku langsung menghapus koleksiku di hape saat itu juga. Tapi tetap saja orang-orang lebay itu tidak mau terima dan malah hampir membuatku dikeluarkan dari sekolah. Untung ada ayah. Dia yang merupakan donatur terbesar sekolah ini memastikan semua orang tutup mulut. Uang damai disebar agar semua ini selesai. Lena jelas yang dapat paling banyak uang dari Ayah. Tapi, anehnya semenjak saat itu semua orang mulai membenciku. Apa salahku coba. 

Jadi anak orang kaya itu tidak selalu enak katanya, tapi mereka salah. Itu enak kok. Seharusnya enak. Aku bisa beli apapun yang aku mau, aku tidak pernah khawatir kehabisan kuota saat streaming PornHub dari A ke Z, dan aku juga bisa membantu sahabatku Davin. Iya, sahabatku Davin yang sudah meninggal itu. Jadi makin teringat pada dia. 

Hampir lupa cerita, selain kejadian di toilet itu ada satu kejadian lagi yang membuat aku sepertinya dibenci anak-anak satu sekolah. Ini soal kematian Davin, orang-orang memfitnah kalau akulah yang membunuh Davin hari itu. Padahal tidak. 

Memang saat itu Davin sedang agak kesal padaku, dia seminggu tidak menyapaku. Gara-gara si Lena jalang itu. Dia memanasi Davin, kuyakin begitu. Cuma diintip sedikit saja membuatnya menjauhkan Davin dariku. Padahal dia kan sudah tidak perawan, Davin sering menceritakan bagaimana dia menunggangi Lena dengan berbagai gaya. Lagi pula aku kan tidak sengaja menargetkan dia, cuma kebetulan saja. Tapi bodohnya Davin sepertinya termakan hasutan Lena. 

Hari itu, jumat, seperti biasa Davin bolos jumatan dan sembunyi di kelas. Aku tahu dia pasti begitu, jadi aku kabur dari masjid untuk menghampirinya. Aku yakin kalau diajak ngobrol dia pasti mau minta maaf karena sudah mendiamkan aku berhari-hari. Ternyata benar saja, Davin ada di lantai 3, sedang merokok, dia terkejut saat aku menghampirinya. Dia coba menghindar tapi kutahan. Kami berdebat, dia entah kemasukan apa tidak mau minta maaf padaku. Sampai akhirnya dia mendorongku ke tembok karena aku tidak membiarkan dia pergi.

Itu kali pertama Davin kasar padaku, kami sudah berteman baik setahun ke belakang semenjak masuk SMA, tapi hari itu dia sampai tega berbuat seperti itu. Kesal, kususul dia saat mau menuju tangga. Kudorong punggungnya, dia pun terjatuh. Menggelinding sepanjang tangga, haha lucu sekali, seperti bola. Kulihat kepalanya beberapa kali berbenturan sudut-sudut tangga sampai akhirnya dia terlipat di sudut bawah tangga. 

“Vin bangun, hahaha, lucu ih kaya bola barusan…” ujarku sambil tak kuat menahan tawa. Tapi dia diam saja, aneh pikirku saat itu. Davin kan kuat, palingan sebentar lagi juga bangun. Pikirku begitu. Kulihati terus dari atas, aku menunggu dia mengagetkanku dan balas tertawa. Sampai lebih dari tujuh menitan dia tidak bangun juga. Saat itu anak-anak lain sudah mulai kembali, Davin masih saja pura-pura tiduran. Sekali lagi, pikirku begitu.

Anak-anak lelaki pulang dari jumatan dan dan anak-anak perempuan keluar dari auditorium setelah selesai kelas kewanitaan. Di sekolahku, kalau para lelaki sedang Jumatan, yang wanita harus ikut kelas khusus itu. Ketika mereka mulai menuju kelas masing-masing akhirnya beberapa anak-anak lain menemukan Davin yang tergeletak, para wanita histeris karena melihat kepala Davin tidak berhenti mengucurkan darah. Ketika David diangkut menuju UKS ampai berceceran di lantai loh, ih ngeri. Di UKS akhirnya perawat disana menyampaikan bahwa Davin sudah tiada.

Disitulah mulai munculnya sangkaan padaku, hanya karena aku satu-satunya yang berada di tempat kejadian. Hal selanjutnya yang terjadi adalah aku dibawa ke ruangan kepala sekolah. Di sanalah aku tahu bahwa saat kejadian Davin jatuh dari tangga tidak ada yang melihat. Coba saja kalau ada yang melihat, pasti tidak akan ada yang memfitnah aku membunuhnya. Sebab Davin mati karena tempurung kepalanya terbentur, bukan karena aku. 

Kejadian Davin itu ternyata sedikit terekam CCTV, meski tidak jelas menyorot seluruh kejadian karena posisinya yang jauh dan merekam dari pojok yang tidak mengarah langsung ke tempat Davin terjatuh. Untungnya orang-orang sekolah itu cerdas, mereka tahu harus menjaga nama baik sekolah katanya. Jadi daripada memberikan video itu ke polisi mereka jauh lebih memilih menyerahkannya pada ayahku. Tentunya ayahku menyelesaikannya. Lagi pula ayahku itu tahu betul kalau aku tidak bersalah, ayah sependapat denganku kalau Davin meninggal karena kepalanya terbentur. Kamu juga setuju kan?

Semua ditutup dengan Ayah yang memberikan uang bela sungkawa yang sangat besar pada keluarga Davin yang miskin. Lihat kan, orang kaya seperti kami itu baik hati. Terlebih untuk Davin dan ibu tunggalnya yang sangat miris hidupnya. Ternyata bapaknya sudah lama meninggal, dia punya tiga orang adik yang masih kecil-kecil. Rumahnya berada di daerah kumuh belakang pasar. Saat aku dan ayah melayat kesana banyak tikus dan anak-anak kecil yang kumel di perkampungan itu, mereka mirip, hehe. Davin bisa bersekolah di tempat elit seperti sekolahku itu ya karena ada program beasiswa untuk anak yatim. Pantas hampir setiap hari dia minta bantuan padaku untuk uang jajan. Malangnya nasib sahabatku itu. 

Sedih aku tiap kali mengingat acara melayat itu. Ibunya Davin saat itu sampai mencium kaki ayahku saking berterimakasihnya dia untuk uang pemberian ayahku yang jumlahnya besar menurutnya, kasihan, tidak tahu saja dia kalau uang segitu sebenarnya hanya sejumlah uang jajanku sebulan. Oh iya, manusia itu aneh, padahal awalnya dia sempat mengusir kami karena mungkin dia termakan fitnah orang-orang di sekolah yang menuduh aku membunuh Davin. Tapi setelah diberi uang dia langsung berubah sikap. Aku juga dengar betul kalau ibunya Davin berjanji akan tutup mulut. Padahal kenapa harus tutup mulut, itu kan kecelakaan. Terserahlah, orang dewasa memang rumit.

Masalah toilet dan gosip tentang kematian Davin tidak terbendung. Tatapan siswa dan guru di sekolah semenjak hari itu mulai berbeda padaku. Antara takut dan jijik, entahlah. Ayah sempat menawarkan aku pindah sekolah. Tapi aku menolak, aku betah disini meski tidak punya teman. Setidaknya di sini kekuasaan Ayah menaungiku sepenuhnya. Yah, sampailah pada momen ini, aku duduk di pojokan, di tengah-tengah sekolah yang isinya orang-orang yang membicarakanku di belakang. Aku bisa dengar bisikan mereka, bodoh kalau mereka pikir aku tidak tahu. Dasar kalian semua bajingan tukang fitnah! Apa kamu juga sama dengan mereka?



[Tamat?]

Ikuti tulisan menarik Samroyani lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler