x

Ilustrasi anak, karya Kevin Phillips dari Pixabay.com

Iklan

Malik Ibnu Zaman

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 16 Oktober 2022

Jumat, 7 April 2023 21:35 WIB

Pengalaman Bermain Lotre Saat Sekolah Dasar

Sekolah dasar tempat saya sekolah dulu tidak mempunyai kantin, akan tetapi di belakang sekolah terdapat enam pedagang yang berjualan di tempat tersebut. Dua dari enam pedagang tersebut selain berjualan makanan, juga menjual lotre.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Sekolah dasar tempat saya sekolah dulu tidak mempunyai kantin, akan tetapi di belakang sekolah terdapat enam pedagang yang berjualan di tempat tersebut. Dua dari enam pedagang tersebut selain berjualan makanan juga menjual lotre.

Kami menyebut lotre tersebut dengan nama lot, sepuluh tahun kemudian saya baru tahu bahwa ternyata lot itu merupakan singkatan dari lotre. Bentuk lotrenya ada dua macam, yaitu nomor berhadiah, dan gosok kartu.

Untuk dari nomor berhadiah itu macam-macam, mulai dari mainan, mie, piring, uang, sabun cuci, minuman bersoda, dan lain sebagainya. Nah, jika tidak beruntung alias zonk, hanya mendapatkan sebutir permen.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Membeli lotre itu bagaikan candu, bikin nagih. Bahkan beberapa teman saya sampai merelakan uang sakunya habis hanya untuk membeli lotre, pada akhirnya timbul penyesalan manakala hasilnya zonk. Kemudian berjanji untuk tidak membeli lotre lagi, tetapi keesokan harinya janji hanya sekedar janji, kembali membeli lotre lagi.

Sementara saya tidak sering membeli lotre, saya membelinya jika peluang untuk mendapatkan hadiah itu besar. Untungnya setiap kali saya membeli lotre, saya tidak pernah zonk. Pernah saya mendapatkan uang 50 ribu hanya dengan membeli lotre seharga 500 perak. Nominal tersebut tentu sangat besar, bisa mentraktir satu kelas.

Ketika saya mendapatkan uang tersebut, tidak kemudian saya membeli lotre lagi, karena saya paham betul ketika membeli lagi besar kemungkinan akan zonk. Hal tersebut membuat pedagang lotre marah kepada saya, begitu juga dengan kawan-kawan saya. Uang hadiah dari lotre tersebut saya gunakan sebagai tambahan uang saku, lumayan beberapa hari kedepan bisa jajan sepuasnya.

Selain uang, saya juga pernah mendapatkan 2 botol Sprite. Bagi kami saat itu, Sprite merupakan minuman mewah. Itulah pertama kalinya saya minum Sprite, dan itu hasil dari hadiah lotre.

Pada akhirnya saya di-blacklist oleh si pedagang lotre dengan alasan pasti tidak pernah zonk. "Kamu itu jarang banget beli lotre, tetapi sekalinya beli pasti tidak pernah zonk. Kamu jangan beli lotre lagi, bisa rugi saya," ujar pedagang lotre.

Selain lotre nomor berhadiah, dua pedagang lotre di belakang sekolah saya juga menjual lotre gosok. Bentuk kartunya 4×3 terdapat 8 gosokan, dalam 8 gosokan tersebut terdapat 1 gosokan berisi gambar bom. Tugasnya adalah jangan sampai menggosok gosokan berisi bom. Jika berhasil, maka hadiahnya adalah uang 10 ribu.

Untuk lotre yang satu ini cukup sulit, maka dari itu saya cuman satu kali saja membelinya karena penasaran. Beberapa teman saya menggunakan beberapa metode supaya tidak menggosok gambar berisikan gambar bom, ada yang dengan cara menerawang, ada juga dengan cara menggunakan peniti. Kemudian ada juga yang membuka plastik putih tipis pada kartu untuk melihat di mana letak gambar bom, lalu menutupnya lagi.

Mengetahui banyak siswanya yang membeli lotre, para guru melarang siswanya untuk membeli lotre. Para guru mengatakan bahwa lotre itu termasuk judi, "Lotre itu haram, loh, termasuk ke dalam judi, namanya jadi kecil. Awal-awal sih jadi kecil, tetapi lama-kelamaan kalau dibiasakan bisa merumus ke judi besar."

Selain itu kepala sekolah juga menasehati dua pedagang yang berjualan lotre di belakang sekolah, ia meminta kedua pedagang tersebut tidak menjual lotre lagi. Setelah mendapat nasehat dari kepala sekolah, kedua pedagang tersebut kembali hanya menjual makanan saja.

Melihat tidak ada lagi pedagang yang menjual lotre, membuat salah seorang kawan saya bernama Agof (nama samaran) berinisiatif untuk menjual lotre. Ia membuatnya begitu sederhana, meskipun begitu teman-teman sekelas pada membelinya. Tentu Agof menjualnya dengan cara-cara diam, kalau sampai ketahuan bisa berabai, mengingat dia adalah siswa terpintar di kelas.

Itulah cerita pengalaman saya bermain lotre saat sekolah dasar, saking seringnya mendapatkan hadiah lotre. Membuat saya dijuluki oleh kawan-kawan saya sebagai "Dewa Lotre".

 

 

 

Ikuti tulisan menarik Malik Ibnu Zaman lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler