x

Sakura Jepang

Iklan

Azka Aryadhika Hadiutomo

Mahasiswa Universitas Airlangga Fakultas Ilmu Budaya Studi Kejepangan
Bergabung Sejak: 9 April 2023

Selasa, 11 April 2023 06:17 WIB

Perayaan Anak nan Unik di Jepang

Artikel ini berisi pembahasan mengenai beberapa perayaan unik untuk anak di Jepang. baik itu yang baru lahir maupun yang sudah berumur 1-3 tahun.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Setiap negara pastinya memiliki kebudayaan yang menjadi identitasnya masing-masing. Jepang meskipun merupakan sebuah negara maju, merupakan sebuah negara yang memiliki berbagai macam budaya, ritual, dan tradisi yang kaya dan unik yang masih dijaga dari zaman dahulu sehingga sekarang.

Ritual di Jepang memiliki kaitan yang erat terhadap agama dan kepercayaan yang dianut oleh masyarakatnya. Sama seperti di Indonesia, Jepang memiliki berbagai macam ritual unik yang dilakukan oleh masyarakatnya, dimulai dari ritual untuk merayakan kelahiran bayi hingga ritual yang dilakukan oleh orang-orang yang sudah tua, diantaranya adalah;

  1. Oshichiya

Oshichiya (お七夜) merupakan perayaan yang diadakan pada malam hari ke 7 setelah bayi tersebut lahir. Pada zaman dahulu di Jepang banyak bayi yang meninggal pada saat usianya belum mencapai satu minggu (7 hari setelah kelahiran). Oleh karena itu, perayaan ini diadakan untuk merayakan kesehatan sang bayi beserta mendoakan untuk dapat tetap sehat ke depannya. Pada perayaan Oshichiya (お七夜) ini biasanya keluarga besar beserta teman dekat akan diundang untuk datang untuk ikut serta dalam perayaan kesehatan sang bayi dan juga untuk ikut serta di upacara pemberian nama bayi tersebut. Seiring berjalannya waktu perayaan Oshichiya (お七夜) ini mengalami sedikit perubahan, pada masa modern ini banyak ibu dan bayi yang masih dirawat di rumah sakit pada hari ketujuh setelah melahirkan, karena itu perayaan ini dilakukan setelah ibu dan bayi sudah dalam keadaan sehat.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Pada ritual ini juga orang tua akan memberikan nama untuk anak mereka, pada zaman dahulu biasanya sang kakek dari pihak keluarga ibu lah yang akan memberikan nama untuk sang anak, atau seseorang yang dihormati oleh ayah dan ibu sang anak yang akan diminta untuk memberi nama kepada anak mereka. Pada zaman ini sudah tidak dilakukan seperti itu lagi dan ayah ibunya langsung lah yang akan memberi nama kepada anak. Upacara pemberian nama anak dilakukan dengan menulis nama anak tersebut menggunakan kuas dengan tinta warna hitam di atas Meimeisho (命名書). Meimeisho merupakan sebuah kertas kosong yang belum memiliki coretan sedikitpun di dalamnya, nama bayi tersebut ditulis dengan ukuran besar besertai cara bacanya dengan huruf hiragana disampingnya. Meimeisho biasanya digantung di dinding sampai dengan hari ke dua puluh satu sang bayi, namun ada juga yang masih menggantungnya hingga hari ke 30 sang bayi atau setelah ia melakukan kunjungan pertama ke kuil.

  1. Omiyamairi

Omiyamairi (お宮参り) yang berarti “berkunjung ke kuil” merupakan perayaan yang dilakukan oleh keluarga sang anak untuk meminta perlindungan, dan mendoakan kesehatan sang bayi dari dewa-dewa yang berada di Kuil Shinto. Kunjungan ke kuil ini biasanya dilakukan pada hari ke 31 setelah kelahiran untuk laki-laki, sedangkan untuk perempuan biasa dilakukan pada hari ke 32 setelah kelahiran. Meskipun begitu peraturan ini tidak terlalu ketat sehingga bisa dilakukan kapan saja mengikuti keadaan cuaca, atau kesehatan sang ibu dan bayi.

Untuk Omiyamairi biasanya kedua orang tua membeli atau merental dress bayi atau kimono bayi untuk digunakan saat melakukan kunjungan ke kuil. Terdapat 2 tipe kimono yang dikenakan oleh sang bayi, yang pertama adalah inner kimono yang bernama Shirohabutae yang berarti kain putih yang digunakan dibagian dalam kimono bayi, yang kedua adalah Kakegi yang biasanya dikenakan diatas sang bayi dan diikat ke punggung orang yang menggendong bayi tersebut. Biasanya ibu dari sang ayah lah yang akan menggendong bayi, namun tradisi ini sudah tidak terlalu ketat pada zaman ini sehingga sang ibu dapat menjadi orang yang menggendong sang bayi ke kuil. Pakaian yang biasanya digunakan oleh pihak keluarga adalah kimono, jas formal, atau dress sederhana yang digunakan untuk sang ibu, dan nenek. Untuk ayah dan kakek biasanya menggunakan jas formal, perayaan ini dilakukan untuk sang bayi sehingga pihak orang tua biasanya mementingkan pakaian sang bayi terlebih dahulu dan memakai pakaian yang pantas dengan sang bayi. Kunjungan ke kuil ini biasanya memerlukan reservasi terlebih dahulu, dalam Bahasa Jepang disebut Hatsuhoryo. biaya yang dikenakan untuk reservasi berbeda setiap kuil namun harganya berkisar antara 3000 yen hingga 10000 yen (sekitar Rp.300.000 hingga Rp.1.000.000 dalam rupiah). Selain menggunakan kimono khusus sang bayi juga digambarkan karakter jepang (kanji) pada dahinya pada saat melakukan Omiyamairi, untuk bayi laki-laki digambarkan kanji Dai (大) yang berarti besar, dan untuk bayi perempuan digambarkan kanji sho (小) yang berarti kecil. Huruf kanji yang didahi bayi ini tidak hanya sekedar sebagai hiasan saja tetapi memiliki makna tersendiri, kanji Dai (大) merupakan harapan orang tua agar sang bayi dapat tumbuh besar dan kuat, sedangkan untuk kanji Sho (小) merupakan harapan agar sang bayi tumbuh halus, dan sederhana.

Berdoa bersama dengan pendeta Shinto memakan waktu sekitar 30 menit, dan diakhir doa, sang pendeta akan memberikan hadiah untuk sang bayi berupa batu yang berbentuk figure simbol dari kuil yang dikunjungi,  omamori, dan sumpit yang akan digunakan untuk perayaan Okuizome yang merupakan salah satu perayaan tradisional lain yang dilakukan untuk bayi.

  1. Okuizome

Okuizome (お食い初め) merupakan ritual perayaan untuk merayakan 100 hari kehidupan sang bayi dalam harapan agar sang bayi tumbuh dengan sehat dan tidak pernah kekurangan makanan dalam hidupnya. Okuizome dapat diartikan menjadi “waktu pertama kali makan” perayaan ini biasanya dilakukan di rumah dengan sang bayi “disuapi” makanan menggunakan sumpit untuk pertama kalinya.  Ada juga orang yang menyebut perayaan ini denga “hashizore” atau “hashihajime” karena ini adalah kali pertama sang bayi “menggunakan” sumpit.

Biasanya sang bayi akan mengenakan kimono bayi ketika sedang melakukan perayaan ini, kimono bayi berwarna putih untuk dikenakan pada pagi hari, dan kimono berwarna untuk malam hari, karena dalam kepercayaan Jepang bayi yang berumur 100 hari merupakan anak dari dewa, oleh karena itu pergantian antara kimono putih yang melambangkan dewa dengan kimono berwarna lain yang melambangkan manusia berarti sang bayi tersebut sudah menjadi manusia melalui perayaan Okuizome ini.

Dalam Okuizome dibutuhkan 3 alat, wadah makanan untuk sang bayi, sumpit, dan Hagatameishi (batu yang diberi oleh pendeta kuil setelah melakukan Omiyamairi), biasanya orang tua akan membeli 3 alat ini dalam 1 set atau diberikan oleh kakek-neneknya. Wadah makanan yang digunakan berwarna merah karena dipercaya dapat mengusir roh-roh jahat, sumpit yang digunakan terbuat dari kayu Yanagi karena dipercaya sebagai pohon yang suci dan baunya dapat mengusir roh jahat. Dan terakhir adalah Hagatameishi sebagai harapan agar gigi bayi tersebut sehat dan kuat seperti batu yang ia pegang.

Makanan yang dihidangkan dalam perayaan Okuizome memiliki arti tertentu dan harus diberikan pada bayi sesuai dengan urutannya. Makanan yang disajikan antara lain adalah,

  1. Ikan air tawar yang menggambarkan keberuntungan dalam budaya Jepang
  2. Nasi merah
  3. Aneka macam sup
  4. Makanan rebus, dan
  5. Sayuran atau seafood yang diberi cuka

Urutan memakan makanannya biasanya adalah dengan memakan nasi, sup, nasi, sup, ikan, nasi, lalu sup lagi. Dan urutan ini akan diulang sebanyak 3 kali lalu Hagatameishi lah yang terakhir. Namun karena bayi yang masih berumur 100 hari belum bisa memakan makanan ini maka orang tua atau kakek-nenek sang bayi yang akan berpura-pura menyuapinya.

Dengan ini dapat disimpulkan bahwa perayaan bayi di Jepang merupakan bagian yang sangat penting dari budaya mereka yang kaya dan unik. Melalui perayaan-perayaan yang dilakukan dengan orang tua, dan keluarga dapat merayakan kehadiran bayi baru dalam kehidupan mereka dan memperkuat ikatan keluarga yang sudah ada.

Ikuti tulisan menarik Azka Aryadhika Hadiutomo lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

Sabtu, 27 April 2024 14:25 WIB

Terkini

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

Sabtu, 27 April 2024 14:25 WIB