Sebuah laporan baru-baru ini dari Icelandic food and veterinary authority menunjukkan bahwa paus membutuhkan waktu hingga dua jam untuk mati selama perburuan. Laporan tersebut memicu kecaman dari kelompok hak asasi hewan dan mendorong pembahasan ulang tentang praktik perburuan paus yang kontroversial di Iceland.
Pada tahun 2022 organisasi tersebut meneliti beberapa bangkai paus sirip yang ditembak dengan harpun ledakan selama perburuan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hampir 40% dari paus tersebut berjuang selama sekitar 11 setengah menit sebelum mati dan dua paus lainnya membutuhkan waktu lebih dari satu jam untuk mati. Lebih lanjut, 25% paus sirip harus ditusuk dengan harpun kedua kali karena tidak mati setelah ditusuk pertama kali. Hanya 59% yang mati seketika.
Para ahli menyatakan bahwa laporan tersebut mengungkapkan penderitaan yang tidak perlu bagi hewan yang sangat cerdas dan sosial ini. Selain itu, praktik perburuan paus juga mengancam kelangsungan hidup spesies ini, yang terancam punah.
Saat ini, Islandia masih merupakan salah satu negara yang memperbolehkan perburuan paus, , meskipun ada larangan perburuan paus komersial yang telah diberlakukan sejak 1986 di bawah komisi perburuan paus internasional.
Namun, dengan adanya laporan ini, kelompok hak asasi hewan dan lingkungan mulai mempertanyakan keberlanjutan praktik perburuan paus di Islandia dan meminta pemerintah untuk menghentikannya. Pada tahun 2022 Islandia berencana untuk menghentikan perburuan paus mulai tahun 2024 karena permintaannya semakin menurun. Pada bulan Agustus tahun lalu, kementerian mengeluarkan aturan yang memerintahkan otoritas makanan dan kesehatan hewan untuk melakukan inspeksi rutin terhadap perburuan paus, guna meningkatkan kesejahteraan hewan.
Beberapa pengamat juga menganggap bahwa praktik perburuan paus di Islandia lebih banyak dipengaruhi oleh kepentingan ekonomi daripada tradisi dan budaya. Menurut Patrick Ramage, direktur senior di International Fund for Animal Welfare (IFAW), temuan tersebut akan mengejutkan baik masyarakat Islandia maupun internasional, terlepas dari pandangan mereka tentang perburuan paus. Ia menyatakan bahwa tidak ada cara yang manusiawi untuk membunuh paus di laut, dan bahwa praktik perburuan paus sudah usang dan harus segera dihentikan. Paus, yang merupakan makhluk yang cerdas dan kompleks, menderita secara fisik dan psikologis selama pembantaian yang traumatis ini, dan tidak ada satupun hewan yang seharusnya menderita selama waktu yang begitu lama.
Pada tahun 2022, sebanyak 148 paus dibunuh di Islandia dan 58 di antaranya difilmkan dan dianalisis oleh para ahli yang bekerja atas nama otoritas makanan dan kesehatan hewan. Analisis menunjukkan bahwa dari 36 paus yang ditembak lebih dari sekali, lima paus ditembak tiga kali dan empat paus ditembak empat kali. Bahkan ada satu paus yang ditembak di punggungnya dan dikejar selama lima jam tanpa berhasil. Ramage menegaskan bahwa tidak ada alasan bagi orang di Islandia untuk bergantung pada daging paus, dan bahwa pembantaian ini harus segera dihentikan.
Di tengah meningkatnya kesadaran global tentang perlindungan hewan dan lingkungan, praktik perburuan paus semakin menuai kecaman dan tuntutan untuk dihentikan. Laporan ini menjadi suara yang lebih kuat bagi mereka yang memperjuangkan hak-hak paus dan perlindungan lingkungan di Islandia dan di seluruh dunia.
Ikuti tulisan menarik Yusril Izha Mahendra lainnya di sini.