x

Data Google

Iklan

Taufan S. Chandranegara

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 23 Juni 2022

Kamis, 18 Mei 2023 08:08 WIB

Transendental (4)

Cerpen Transendental (4). Cerita tentang kesetiaan, cinta, tanpa slogan do re mi. Salam baik saudaraku.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Episode (4): Gali Sagano.

"Natamori, itu namamu."
"Ya."
"Cantik."
"Lumayan."

Dialog itu, saat jumpa denganmu. Harapan tumbuh di setiap taman bunga. Kau, tak selalu ada. Apa mungkin, kau, hadir di antara lebah betina beterbangan sebelum siang pukul sepuluh pagi. Menyapa setiap kuncup bunga hari-harimu membuat penasaran. Rias, wajah sederhana, seadanya, bibir basahmu memicu tak sampai menyentuhnya. 

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

"Boleh? Kalau kau ingin," desah, semirip lirih. Tak mungkin aku menyentuhnya. Ini, bukan parodi permainan cinta, melumatnya lantas pergi. Lelaki, sangat tak pantas kurang sopan pada perempuan. Ibu, senantiasa mengingatkan hamba menyoal hal itu. 

Tapi, ayah? "Dor!" mati oleh peluru misterius dini hari. Terkelupas seluruh tato di punggungnya, tertelungkup jenazahnya penuh sayatan.

"Gali Sagano, nama ayahmu."
"Ya."
"Dia bajingan?"
"Bukan. Dia pembela si lemah."
"Siapa si kuat."
"Pembunuh ayahku."

"Sinten Sagano. Nama ibumu."
"Ya."
"Dia guru?"
"Ya. Guru bagi muridnya, termasuk aku."
"Dimana ibumu."
"Bersama Tuhan," manusia itu terlihat jengkel dengan kebohonganku. 

"Namamu?"
"Gali Sagano."
"Nama julukan atau nama asli," masam muka jelek penanya itu, dia, tahu aku bohong.
"Nama asli," wajah predator penginvestigasi itu sinis, mendengar jawabanku, santai.

Pelaku investigasi, berhenti di persimpangan jalan. Mereka ragu, setiap kali mulutku menjawab pertanyaan pandir dari mereka-kaum suruhan, serupa narahubung formal. Manusia robot, otaknya cuma berisi kalkulasi untung rugi jumlah bayaran masuk kantong kresek, mental terasi pengkhianat negeri. Entah mereka berafiliasi pada gerombolan siapa, untuk apa, mau kemana, ke neraka mungkin, pantas bagi mereka. 

Tuhan? Sudah mati bagi gerombolan itu. Kaum licik tak punya hati, nyalinya sebesar biji kacang ijo, mengelak berhadapan, beraninya keroyokan, intimidasi, ngumpet di gorong-gorong, hipokrit, mandul. Dikebiri oleh sistem mereka. Lawan paling mereka takuti, hanya satu, komando pasukan sunyi elite khusus pisau merah, berkekuatan personel satu banding seratus.

Peluru bermilimeter panjang, memberondong tembok tebal gedung itu. Jebol, mereka kebobolan, rekan komando pisau merah penyelamat berkecepatan siluman, menghantam habis kaum suruhan para si kepinding, terpanggang api. "Glar!" kaum suruhan, tak menduga kesinambungan gelegar ledakan mengurung mereka.

"Kembali kerantai pasukan," suara komando di radio panggil telah terpasang di telingaku. 

Dia, dinyatakan hilang dalam penyerbuan itu. Tak berapa lama setelah umpan penyerbuan, kami, kembali menyusuri jejakmu, sirna tak terlacak, seluas area sarang gerombolan kaum suruhan, telah lebur jadi daging panggang. 

"Aku, sahabatmu cantik. Beri aku tanda," tak jua muncul apapun. "Anak, angkatmu dalam perlindungan kami, jangan kau risau ya." 

Sampai waktu tiba, pada usia tertentu anggota komando pisau merah, di istirahatkan sementara, dengan catatan, aktif kembali jika dibutuhkan, umumnya masuk tim ahli membidangi kurator strategis keselamatan negeri sesuai keahlian masing-masing.

Anakmu, menjadi remaja cekatan, trengginas, sama cantiknya denganmu. Identitasnya telah kami ubah, untuk keselamatannya. Kau tahu, kini dia memanggilku ayah, itu keinginannya, aku penuhi. Doakan ya dimanapun kamu, semoga aku mampu menjadi ayah untuk anakmu. Oh ya, dia menjadi cucu kesayangan dari kedua orang tuaku. 

**

Kedekatan persahabatan, tak sebanding kedekatan perasaan cinta, sulit membuka hati, ringan jujur saja, mendadak berton-ton beratnya. Ragu, mungkin saling menahan. Terasa kalau kau menggamit lenganku erat, getar perasaan itu seperti bercengkerama, gelora dadaku. Pelangi di matamu berlompatan, transendental. Bola dunia penyok berdegup kian kemari. Kangen terbendung. Siasat cinta sejati tak mampu merebak harum.

"Kenapa kalian tak bersatu saja," suara anakmu, di taman itu suatu ketika, dia telah beranjak usia sembilan tahun. 

Serentak, kita menjawab "Oh, kami teman baik. Bersahabat," bukan luka di jantung hadir menyapa, takkan mungkin. Terasa senyap bergulir, waktu berjarak perlahan, bukan untuk saling menghindar. 

Memelihara cinta penyubur hati menjadi kekuatan tugas utama. Khawatir, ya selalu. Tak jauh aku darimu, dalam tugas-tugas, saling menjaga kasih, keselamatan jiwa personel. Aku, terluka berat tertembus beberapa peluru, kau, tak jauh, cinta menjangkauku, sekalipun peluru menembus pundakmu. Kawan-kawan, luar biasa, kecepatan penyelamatan komando pisau merah, mereka patriot asli penjaga negeri, bukan patriot abal-abal. 

Pertempuran di hutan benua asing, perbatasan negeri, selalu terjaga. Mati untuk negeri, bukan hitungan angka patriotisme kepalsuan berkedok euforia. Setiap personel komando pisau merah-senantiasa bergerak dalam iman kesetiaan penjaga negeri nan tulus. Bukan sembunyi di dalam paradoks kepentingan, di balik alasan pencapaian materialisme penguasa kecil, dodol banget, mental bokis.

**

Aku, memimpin kuratorial keamanan strategis, dari atas kursi roda, dalam semboyan "Komando!"

"Mati sekali hidup berkali-kali," serentak, selalu, setelah pemetaan strategi menuju kecepatan serangan metode siluman dalam sunyi. 

Anakmu, maunya sendiri, ikhlas tekadnya seperti kelakuanmu. Terkesiap aku, ketika pelatihan dasar komando, dia hadir di antara peserta, di baris paling depan. Bisu, tak mampu aku melihatnya. Kau, dia telah menjadi dirimu, memimpin pasukan dalam satu tugas penyanderaan. Berhasil, klasifikasi prima spekta. 

"Ya Tuhan, aku seperti melihatmu hadir. Ketika dia tegap di barisan bersama peleton komando pisau merah, aku, sematkan bintang kristal di dadanya," kau tahu, sahabat kekasih hatiku. Ada trah Sagano, di belakang namanya. 

***

Jakarta Indonesiana, Mei 17, 2023.
Salam kasih sayang saudaraku.

Ikuti tulisan menarik Taufan S. Chandranegara lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler