Kristalisasi Stratifikasi

Minggu, 21 Mei 2023 17:36 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content0
img-content
Iklan
Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Memecahkan kristalisasi stratifikasi dengan konsep teori Abraham Maslow hierarki kebutuhan

Untuk mempermudah mendefinisikan makna Kristalisasi Stratifikasi penulis mengartikannya sebagai konsep status sosial dimana yang kaya semakin kaya, yang miskin semakin miskin. Stratifikasi sosial yang sulit diubah, sehingga disebut kristalisasi.

Contoh, Anak yang lahir dari keluarga kaya raya akan lebih mudah mendapatkan kesuksesan di masa depannya, karena ia mendapatkan keistimewaan kekayaan dari lahir. Tetapi tidak menutup kemungkinan ia akan jatuh miskin dikarenakan keputusan-keputusan yang diambil kurang bijak, begitu pun sebaliknya untuk masalah anak orang miskin.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Lantas, apakah kristalisasi stratifikasi tidak bisa diubah? Jika mengacu pada teori Abraham Maslow, hierarki kebutuhan. Terdiri dari lima tingkatan: 1) psikologis, 2) perlindungan diri, 3) sosial, 4) penghargaan, dan 5) aktualisasi diri. Teori menjelaskan bahwa apabila kebutuhan substansial sudah terpuaskan maka kebutuhan yang lain akan dominan terpenuhi. Jadi apabila anak terlahir miskin tetapi kebutuhan akan psikologis, perlindungan diri, dan sosialnya sudah terpenuhi maka untuk memperoleh penghargaan dan aktualisasi diri akan lebih mudah untuk dicapai.

Apakah orang tua bisa dikatakan durhaka? Semisal dalam kasus pasangan suami – istri yang miskin (ekonomi dan pengetahuan) memaksa memiliki banyak anak karena menganut pemikiran “banyak anak banyak rezeki”. Sehingga karena keterbatasan ekonomi anak-anaknya tidak bisa melanjutkan pendidikan, atau biasanya, anak yang paling tua dipaksa tidak bisa melanjutkan pendidikannya agar adik-adiknya bisa melanjutkan pendidikannya. Hal tersebut mengakibatkan anak pertama kesulitan dalam aktualisasi diri. Pada kasus tersebut apakah orang tua bisa dikatakan durhaka? Karena telah berdosa membiarkan anak-anaknya hidup susah di masa depannya?

Istilah “banyak anak banyak rezeki” cocok diterapkan pada zaman purba, Homo Sapiens, waktu di mana untuk mendapatkan makanan harus berburu dan bertani. Pada era tersebut sumber daya alam yang tersedia sangat berlimpah maka untuk memperoleh kekayaan diperlukan sumber daya manusia yang banyak juga. Oleh karena itu, Homo Sapiens menggunakan kecerdasannya dengan cara memiliki banyak anak untuk mengefisiensikan pekerjaannya. Istilah itu kurang relevan diterapkan di era sekarang karena sumber dayanya terbatas dan anggaran semakin mahal.

Bagikan Artikel Ini
img-content
naufal sulthan

Penulis Indonesiana

0 Pengikut

img-content

Kristalisasi Stratifikasi

Minggu, 21 Mei 2023 17:36 WIB

Baca Juga











Artikel Terpopuler