x

Digital Photography by Tasch

Iklan

Taufan S. Chandranegara

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 23 Juni 2022

Minggu, 11 Juni 2023 14:27 WIB

Gegabah Selangit (5)

Gegabah Selangit (5) Siapa gegabah, tak guna untuk sesama. Jauhkan amarah. Hanya mendatangkan kemurkaan. Tidak baik. Merugi diri sendiri. Rezeki kebaikan senantiasa ada. Cerita pendek, meski cuma pendek, dalam kisah ini alegoris menyentuh imaji. Cerpen, juga hiburan, juga edukasi. Salam baik saudaraku.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Gegabah Selangit (5) Episode (5): 
Panakawan Gonjang Ganjing Gundah Gulana. Romo Semar Prihatin.


Karang Tumaritis. Malam.

Setelah kejadian Bagong salah kaprah memberi keterangan pers. Bagong, sungguh bersedih. Menyesal, telah melanggar kode etik keluarga panakawan. Dia merasa tidak bisa memaafkan dirinya, atas kejadian di wilayah Barat Negeri itu. Sebagai salah satu dari ananda Semar, sekaligus abdi penasihat keluarga Pandawa. Seyogianya dia memberi keteladanan dalam bertutur, berpendapat, tidak asal nyelonong begitu saja, cuap-cuap melewati batas kewenangan tatalaku ketenteraman secara luas. Bagong amat menyesal, namun nasi sudah jadi kolak singkong. Malang tak dapat ditolak untung tak dapat diraih. Sekali lagi, Bagong teramat sedih nian.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

"Haduh ... Sungguh aku menyesal. Walah! Gawat dunia akhirat. Ciloko tenan-Celaka betul. Duh Gusti, kebangetan, hamba ini, super begog kelewat te o el o el. Tol, alias tolol banget," menghela napasnya berulang kali, berkali-kali. Tapi perasaan dag dig dug, sungguh ogah hilang. 

Lanjut Bagong. "Gawat! Berat! Pelanggaran banget hiks hiks," sedih tak tertahan, lalu menangis sekeras-kerasnya. 

Suara sedih Bagong. "Haduh! Biyung. Biyuung! Sungguh tak mampu membayangkan. Aku ini diciptakan dari bayangan Romo Semar. Kok bisa, aku melakukan hal fatal seperti itu. Mari mengarang kata-kata seolah-olah diskursus, tanpa titah Romo Semar. Hampura Romo ... Huh! Huu! Hiks!" Menangis semakin menjadi-jadi ... Huaaa huu hiks." Bagong, amat bersedih.

Suara tangis Bagong, mengundang kekagetan Gareng-Petruk. Makjedul-mendadak muncul, di hadapan Bagong, tengah amat bersedih. Membawa teknologi terkini di tangan Gareng-Petruk.

Serentak Gareng-Petruk, suaranya bagai menggema. "Ono suoro ono rupo Bro Bagong-Ada suara ada rupa Bro Bagong."

Lalu Gareng mendekat berbisik "Viral yo yo ehe ehe you know!" Memperlihatkan pada Bro Bagong, dia sedang bergaya hidup, bertele-video terekam di telepon genggam di tangannya.

Petruk menyela menunjukan video serupa. "Perhatikan secara saksama, dalam tempo cepat Bro. Sungguh gegabah dirimu."

"Duhhh biyung. Gawat Darurat," keluh Bagong, lanjutnya. "S.O.S sungguh S.O.S, tak bermaksud sengaja membuat keonaran pernyataan pers sedemikian itu. Daku, hanya mencoba berbagi wawasan mengenai ..."

"Boten saget-tidak bisa. Tidak dibenarkan. Panjenengan ge ga bah-anda gegabah," Gareng menyela cepat.

"Nah! Demikian itu lohh. Maksudku pula." Petruk menimpali.

"Kami berdua tidak mendampingi dirimu, karena Romo Semar, mengutus, memberi pendampingan, pemahaman mengenai pentingnya irigasi sebelum musim penghujan. Setidaknya, memberi payung sebelum hujan, di wilayah Selatan Negeri, sebelahnya lagi. Mengantisipasi, memberi pencerahan wawasan, agar terhindar dari longsor dadakan."

Gareng melanjutkan. "Mengingat demografi wilayah Selatan itu tujuh puluh persen terdiri dari bukit berbaris berpenduduk berkesinambungan. Penataan subak-subak terpenting diperhatikan. Sehubungan pembenihan, pengairan. Termasuk mengembangkan wawasan agroteknologi, agrobis, agrobiologi, agroekologi, seterusnya terkait lestari spesies langka."

Lanjut Petruk. "Termasuk tatakelola pertanian serentak, antara lain agrikultura, agroekonomis, agroekosistem, and gro and sys and go on ya toh. Termasuk juga, menginformasikan jalur-jalur distribusi sesuai sebagaimana telah terencana. Memetakan konsep paguyuban koperasi perwilayah, dalam sistem komitmen kerja terbuka. Nah, akeh toh-banyak toh. Tugas kami berdua."

Gareng menambahkan. "Mencakup jalan keluar kemungkinan gagal panen. Memberi pemahaman bahaya laten ladang berpindah. Termasuk juga manfaat lestari ekosistem berkeseimbangan dengan usaha-usaha agropertanian, serentak secara sambung rasa antar desa-desa wilayah perbatasan. Nah tuh."

Lanjut Petruk. "Loh dirimu malah memaparkan hal-hal mustahal ..."

"Mustahil." Suara Gareng.

Lanjut Petruk. "Nah itu. Darimana dirimu memberi ungkapan macam itu, melenceng dari butir-butir ketentuan pesan-pesan Romo. Dirimu kan tau toh yo ya oye. Bahwa wilayah keamanan udara tugas Om Gatotkaca. Keamanan laut dijaga Om Bimasena, sedangkan keamanan darat hingga episentrum dijaga ketat oleh Om Antareja. Kok berani-beraninya kamu omong ini-itu, menyoal itu-ini, termasuk perang bintang. Jan edan tenan panjenengan Bro Bagong-Gila banget kamu Bro Bagong. Nalar toh Bro. Nalar. Kamu lupa ya, sebelum Superman lahir, Om Gatotkaca sudah miber alias terbang sana-sini. Kalau cuma menangkap rudal antar benua, hiahaha sambil merem dia." 

"Wajib nalar selalu." Suara Gareng, lanjutnya. "Melenceng dari pesan Romo, sebagaimana ditugaskan padamu, hal demikian itu merupakan pelanggaran kode etik keluarga Karang Tumaritis, bukan hanya Romo Semar. Pripun sih dikau Bro-bagaimana sih dikau Bro. Bro. Bro? Loh kok malah mewek terus. Kita ini masih keturunan dewa, wajib menjaga perilaku juga ucapan, dimanapun berada, termasuk hal-hal bersifat umum, terbuka."

Suara Bagong terbata-bata. "Hamba sungguh khilaf saudara-saudaraku. Sungguh hamba amat menyesal. Romo, mengunci diri dalam meditasi. Hamba tak berani mengganggu, untuk memohon maaf pada beliau hiks hiks."

"Sesal kemudian tak berguna." Petruk melirik Gareng.

"Sesal sudah berlari sulit dikejar." Gareng melirik Petruk.

Dari arah dapur terdengar suara Kanjeng Ibu Kanastren, ibunda dari panakawan. "Ibu mendengar Romo, dehem-dehem tiga kali. Itu pertanda beliau sudah memaafkan kesalahan anak-anaknya, termasuk kamu Bagong. Hanya saja ibu menerima dawuh dari Romo Semar, untuk memberi denda hukuman pada Bagong, wajib mencuci baju para panakawan selama satu minggu, tanpa mesin cuci. Paham?" 

"Paham ibu," suara panakawan.

***
.
Jakarta Indonesiana, Juni 10, 2023.

 

Ikuti tulisan menarik Taufan S. Chandranegara lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

8 jam lalu

Terpopuler