x

Apa itu Virtual Banking

Iklan

Aulia Muannasa

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 10 Juli 2023

Senin, 10 Juli 2023 12:26 WIB

Penurunan Capital Adequacy Ratio? Waspadai Indikasi Financial Distress!

Isu financial distress merupakan risiko yang muncul di perbankan dan menjadi momok bagi masyarakat dalam melakukan kegiatan simpan pinjam di bank. Hal ini menjadi tugas perbankan syariah untuk meningkatkan kinerjanya.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Pandemi Covid-19 yang telah berlalu sedikit banyak mempengaruhi kondisi perekonomian Indonesia, temasuk sektor keuangan dan perbankan. Tidak ada kepastian pandemi akan berakhir menyebabkan menurunnya investasi yang berdampak pada terhentinya bisnis di sektor keuangan. Hal ini dapat dilihat pada fenomena yang terjadi, yakni banyaknya lembaga keuangan bahkan bank yang mengalami kesulitan keuangan atau financial distress bahkan kebangkrutan.

Kesulitan keuangan disebabkan oleh banyak faktor antara lain faktor eksternal dan internal. Namun, secara garis besar bisa disebabkan oleh pengeluaran yang tinggi, terlalu banyak aset yang tidak likuid, perencanaan keuangan yang salah, atau pendapatan yang terancam karena kurangnya investasi yang pada akhirnya berdampak pada pemberhentian kerja karyawan.

Isu financial distress merupakan risiko yang muncul di perbankan dan menjadi momok bagi masyarakat dalam melakukan kegiatan simpan pinjam di bank. Hal ini menjadi tugas perbankan syariah untuk meningkatkan kinerjanya mengingat pertumbuhan bisnis perbankan yang semakin ketat, serta kenyataan bahwa pada kondisi saat ini semua aktivitas dibatasi selama pandemi Covid-19 agar dapat tetap menjaga kepercayaan nasabah, bersaing dan lebih menarik minat investor serta masyarakat. Selain itu masyarakat sebagai nasabah juga harus mengetahui bagaimana tingkat kesulitan keuangan dari bank syariah.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Indikasi awal terjadinya financial distress diperbankan dapat diketahui dari laporan keuangan bank yang sudah diterbitkan oleh bank tersebut. Banyak prediktor yang digunakan untuk memprediksi tingkat kesulitan perusahaan. Dari sisi rasio keuangan, kesehatan bank dapat diukur dari rasio permodalan (capital), rasio aset (assets quality), manajemen (management), rasio laba (earning), dan rasio likuiditas (liquidity). Rasio permodalan yang lazim digunakan untuk mengukur kesehatan bank adalah Capital Adequacy Ratio (CAR). Namun perlu diingat bahwa CAR bukanlah satu-satunya rasio yang dipakai sebagai pengukuran kinerja perbankan, melainkan masih banyak faktor fundamental lain yang bisa dipakai sebagai bahan pertimbangan kinerja perbankan.

Besarnya CAR diukur dari rasio antara modal sendiri terhadap Aktiva Tertimbang Menurut Resiko (ATMR). Sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/15/PBI/2008 besarnya CAR yang harus dicapai oleh suatu bank minimal 8%. Bank yang dianggap sehat adalah bank yang memiliki Capital Adequacy Ratio (CAR) di atas 8%. Hal ini serupa dengan ketentuan dari Bank for International Setlement (BIS) yang menetapkan minimal rasio Capital Adequacy Ratio perbankan sebesar 8%.

Tingkat Capital Adequacy Ratio bank yang menurun, maka semakin rendah pula modal bank untuk menanggung aktiva resiko. Bank akan cenderung mengalami kesulitan karena bank tidak memiliki cukup modal untuk menanggung penurunan nilai aktiva beresiko. Hal ini karena modal merupakan komponen penting dalam menutupi resiko kerugian yang dapat timbul akibat investasi pada aktiva produktif yang mengandung risiko, serta tidak dapat digunakan untuk investasi aktiva tetap dan pembiayaan investasi.

Dilansir dari Bank Indonesia, data Rasio Kecukupan Modal Indonesia saat ini per April 2023 rata-rata 25.54 %. Angka ini masih dikatakan berada pada level yang cukup kuat meskipun kita berada pada masa recovery pasca pandemi Covid-19 serta dibarengi dengan banyak permasalah eksternal lain seperti kenaikan laju inflasi. Dibanding saat pandemi, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebut industri perbankan mencatat penurunan rasio kecukupan modal (CAR) sebesar 0,57 persen. Yaitu, dari 22,33 persen pada Februari 2020 menjadi 21,77 persen pada Maret 2020 atau saat virus corona masuk ke dalam negeri. Tentu, hal ini membuat resiko tingkat kesulitan keuangan semakin meningkat.

Untuk lembaga perbankan syariah, Bank Mega Syariah juga turut mengalami kenaikan CAR pada tahun 2022 berada pada angka 26.99%. Kenaikan tersebut juga tergolong optimal dibandingkan saat pandemi yaitu 2020 yang berada pada angka 24.15%. Berbeda dengan Bank Bukopin Syariah yang justru mengalami penurunan sejak covid-19 pada tahun 2020 rasio kecukupan modal sebesar 22.22%. Sedangkan pada tahun 2022 turun menjadi 19.46% meskipun tetap berada pada level aman. Hal ini perlu dimaksimalkan dalam upaya menjaga stabilitas CAR untuk mengantisipasi kemungkinan financial distress.

Maka dari itu, lembaga perbankan berlomba-lomba dalam memaksimalkan upaya capital adequacy ratio pada level stabil untuk antisipasi financial distress. Dikutip dari kontan.id, Bank Mandiri menargetkan rasio kecukupan modal pada angka 18-20%, meskipun saat ini sudah mencapai di level 19.7%. Bank Mandiri melakukan strategi dengan memaksimalkan return dari setiap modal yang disalurkan. Dalam hal ini adalah dengan memaksimalkan rasio return on risk weighted asset (RORWA). Selanjutnya, mendorong efisiensi modal (capital) dengan mendorong nasabah untuk mendapatkan rating independent yang akan menurunkan pembebanan risk weighted asset kepada nasabah tersebut. Terakhir, menjaga rasio pembayaran dividen (dividend payout ratio) yang optimal sehingga bank dapat memberikan nilai tambah kepada shareholders dan di sisi lain juga menjaga rasio kecukupan modal secara sehat.

PT Bank Central Asia Tbk (BCA) telah mencatat CAR sebesar 25,8% di tahun 2022. Rasio kecukupan modal tersebut naik tipis dari tahun sebelumnya yang sebesar 25,7%. Cara ampuh Bank BCA mengantisipasi penurunan CAR yaitu dengan menerapkan prinsip kehati-hatian dengan manajemen risiko yang disiplin. Hal tersebut guna menjaga kualitas kredit dan menyalurkannya secara pruden. Dengan adanya hal itu tingkat NPL (Non-Performing Loan) akan tetap terjaga dan membuat CAR tetap berada di level yang tinggi. Sehingga, rasio kecukupan modal yang tinggi akan menurunkan kemungkinan financial distress.

Pada akhirnya, kelancaran operasional bank sebagai lembaga intermediasi yaitu menyalurkan dana dari debitur ke kreditur memerlukan kinerja bank yang baik dan sehat. Maka, penting untuk memaksimalkan kinerja keuangan agar bank tetap dalam keadaan sehat agar terhindar dari kemungkinan adanya financial distress.

Ikuti tulisan menarik Aulia Muannasa lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler