Konflik gajah dengan manusia rupanya sudah terjadi lebih dari dua abad silam, khususnya di Sumatera. Adalah sebuah tulisan Raden Ronggowarsito, seorang pujangga besar yang mengisahkan mengenai pertempuran antara gajah dan manusia. Kisah dongeng itu berupa sebuah tembang dalam bahasa Jawa.
Dikisahkan sebuah konflik antara gajah dan manusia, perburuan dan pembunuhan gajah yang dilakukan manusia sering terjadi. Nah saat itulah, muncul seekor gajah yang merupakan jelmaan Dewa Gajah (Dewa Ghana). Gajah putih ini mengobrak-abrik perkampungan. Terpaksa di sebuah kerajaan kecil yang diceritakan itu, mendatangkan beberapa prajurit, dan prajurit tak dapat membendung amukan Sang Dewa Ghana, semua dapat dikalahkan oleh gajah putih itu.
Penguasa terpaksa mendatangkan seorang satria dari Pulau Jawa sakti mandraguna bernama Raden Sutasoma. Terjadilah pertempuran antara Gajah Putih dengan Sang Ksatria. Ringkas ceritera, Gajah putih tersebut kalah dan mati terbunuh, namun setelah gajah itu tumbang, munculah sang dewa. Dan Dewa Ghana serta sang ksatria, melakukan gencatan senjata.
Maka kedua mahluk yang berbeda itu mengadakan pertemuan dan membuat sebuah perjanjian. Gajah diwakili Dewa Ghana dan manusia diwakili oleh Sutasoma. Dalam perjanjian tersebut disepakati manusia dan gajah melakukan pembagian lahan. Hutan yang masih lebat dijadikan tempat tinggal Gajah, dan lahan yang sudah terlanjur diolah jadi tempat tinggal dan pertanian, dijadikan tempat tinggal manusia.
Selain itu disepakati saling menghormati antara manusia dan satwa gajah. Gajah tidak boleh mengganggu manusia, dan sebaliknya manusia tidak boleh mengusik ketenangan gajah di dalam hutan.
Maka setelah itu muncul kedamaian. Antara satwa dan manusia berbagi ruang hidup. Apabila perjanjian dilanggar, masing-masing akan mendapatkan hukuman.
Kisah ini merupakan cikal bakal sebuah pemikiran dan konsep mengenai kawasan pelestarian. Dan tulisan Raden Mas Ronggowarsito ini muncul lebih dulu dibandingkan penetapan kawasan kawasan konservasi alam pertama di AS, yaitu di Yellow Stone.
Ikuti tulisan menarik Edy Hendras Wahyono lainnya di sini.