Ketika ku tengok kotaku,
Ku lihat:
lampu-lampu gemerlapan
di sepanjang jalan
dan
Gedung-gedung pencakar: yang saling berlomba
menampakan: kegagahannya
Tampak berbondong-bondong:
Orang-orang berdasi memasuki gedung
seolah berbangga atas segala rupa dan tawa
pada diri mereka
yang terhormat, bergelung dengan sanjung
dan derap kebisingan kota
Di sudut gedung:
Coba kau tengok pinggiran kota,
Gubuk-gubuk reyot berjejer di tepi sungai
menanti pengharapan sepanjang masa
Lalu: tembok-tembok rapuh menangis dan mengais hidup,
ditiup mulut roboh bagai debu
Dan orang-orang pinggiran:
terlampau kusut tak berdaya
menahan asa yang tak kunjung datang
hanya tangis yang tersisa, tak punya kuasa:
dihantam segala derita, tersiksa pada harap yang terus dibuai sepanjang masa
Janji-jani manis:
Isapan jempol tak pernah mati,
Berdengung-dengung membuai kasih pada orang-orang pinggiran
Bagi dongeng yang hilir mudik saban waktu,
Itu-itu saja,
Ini-ini saja,
Dan mereka seolah lupa: para pendongeng memang begitu adanya
Dongeng adalah rupa
hanya imaji dan khayal,
: yang tak akan terujar dengan benar.
Ikuti tulisan menarik Ratna Nisrina Puspitasari lainnya di sini.