x

Untitled, cetak saring, 70x50 cm, edisi 5/29, 1980

Iklan

fiezu himmah

Penulis Indonesiana yang gemar jalan, dan menyelami pengalaman hidup melalui karya seni.
Bergabung Sejak: 8 Juli 2023

Jumat, 28 Juli 2023 16:54 WIB

Ketakutan Menantang Hidup

Hidup adalah siklus magis yang tak terduga. Bagaimana perubahan identitas dapat menghadapi tantangan?

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Siklus hidup seperti komposisi magis yang tak mudah diterka. Ia memainkan simfoni, membuat mata menari-nari menyaksikan rute ajaib kehidupan. Tentang kelahiran, pertumbuhan, perubahan, hingga barangkali kematangan.

Siklus hidup seperti labirin yang rumit. Tak mudah untuk mengenali seberapa banyak jejak langkah yang telah terlewati, seberapa jauh yang terlampaui. Beberapa orang mungkin membutuhkan pengantar untuk membangkitkan ingatannya. Termasuk dengan cara-cara tak terduga.

Decenta yang Memicu Kenang

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Karya seni yang menjadi sampul tulisan ini, kutemui saat berkunjung ke Komunitas Salihara, di pamerannya yang berjudul, “Daya Gaya Decenta” awal Juni 2023. Menampilkan karya dan sejarah kelompok seniman bernama Decenta (Design Center Association), yang berdiri pada 1973 di Bandung. Decenta menjadi pelopor biro desain Indonesia serta penemu istilah “cetak saring”. Gambar itu adalah salah satu karya cetak saring mereka.

Sebenarnya tak ada penjelasan rinci mengenai arti karya itu. Hanya bertuliskan "Untitled, cetak saring, 70x50 cm, edisi 5/29, 1980". Namun setelah memandangnya lekat dan cukup lama, aku menangkap pemakna’an tiga bagian yang menurutku saling berhubungan. Mulanya aku berhenti karena tertarik dengan perpaduan warnanya yang kaya.

  • Gambar paling atas, seperti menampilkan pemandangan rumah sederhana di tengah sawah. Bagian ini membawaku menuju siklus masa kecil sebagai awal perjalanan hidup. Ia begitu bersahaja dan tenang. 
  • Gambar tengah seperti menampilkan pegunungan di malam hari. Semacam metafora tantangan dan rintangan. Bagian ini membawaku mengingat kembali berbagai rekam liku, dan perihal ketidakpastian. Gunung itu juga seperti memancarkan gagasan ketahanan dan keteguhan. 
  • Lalu gambar paling bawah, membawaku mengingat kembali tentang keputusan-keputusan berat yang merubah jalan hidup. Burung itu ibarat simbol kebebasan berkehendak. Ia leluasa bergerak di langit yang luas dan terbuka.

 

Usai pulang dari pameran, aku berlanjut memandangi hasil potret karya cetak saring itu lagi. Tiba-tiba penjelajahan ruang ingatan mengarah pada tulisan Arash Emamzadeh, penulis Psychology Today, organisasi media Amerika yang fokus pada psikologi dan perilaku manusia, terbitan Juli 2022. Aku ingat ia pernah menuliskan bahwa merefleksi identitas pribadi adalah bukan hanya tentang siapa diri saat ini, namun juga siapa dulunya, dan kemungkinan dapat menjadi siapa ia di masa depan.

Hasil penelitian itu kemudian juga mengingatkanku pada cuitan-cuitan yang pernah terdengar, seperti:

"lho anak ini kan dulunya gini, kok tiba-tiba berubah gitu?"

"bukannya dulu dia kerja itu ya, sekarang arahnya kok jadi gini sih?"

"ah dia itu kan dulu bekas ini, pasti sekarang sama aja!"

Ada orang lain yang mungkin cenderung menilai sesamanya karena mengacu gambaran tertentu dari masa lalu, atau satu momen yang pernah mereka temui. Padahal setiap manusia bisa saja mengalami hal tak disangka, yang membuatnya menempuh pergulatan batin hingga membentuk siapa ia sekarang. Seharusnya tak ada orang lain yang berhak menilai secara permanen hanya berdasarkan satu waktu.

Meskipun identitas terlihat seperti sesuatu yang tetap, namun sebenarnya dapat pula mengalami perubahan. Terkadang, keputusan mengubah identitas juga bermanfaat untuk konteks terapi. Dalam Jurnal of Applied Social Psychology yang disebut Arash, perubahan identitas sosial seringkali diperlukan untuk memenangkan adaptasi dan penyesuaian. 

Misalnya, ada pria yang mulanya pengguna obat-obatan terlarang. Ia bertekad berubah dengan salah satu cara berpindah lingkungan bermain, yang menjadi penyebabnya terpengaruh. Ini berarti perubahan identitas membantu mengatasi kebiasaan buruk.  

Contoh berikutnya saat seseorang baru saja mengalami kehilangan orang terdekatnya, seperti orang tua. Setelah kehilangan, ia mungkin harus menghadapi peran baru dalam keluarga, lingkungan sosial, bahkan pekerjaan. Pada proses perubahan identitas, ia belajar bagaimana berperan dalam konteks baru ini. Ia berupaya menyesuaikan diri dengan tanggung jawab yang berbeda dari sebelumnya. Perubahan identitas pun dapat menjadi bagian dari proses penyembuhan emosional. 

Kecemasan yang Tak Pasti 

Barangkali yang mungkin kerapkali terjadi, perubahan sering bertentangan dengan ego yang menolak. Ketakutan-ketakutan untuk mengoleksi kaca mata baru pernah kualami bukan hanya berasal dari dalam diri yang tak henti meragu, namun juga dari luar diri. Tentang ketakutan menantang dan ditantang. Sampai di sini aku jadi teringat kutipan novel The Return of The Young Price, Karya A.G. Roemmers, 

"Setiap perubahan, berarti meninggalkan sebagian diri kita di belakang. Itu satu-satunya cara untuk tumbuh dan membuat kemajuan. Ya, memang menyakitkan".

Terus-menerus terjebak bersama kacamata tunggal, memungkinkan tubuh melewatkan berbagai peluang dan keindahan yang ada di sekitar. Terkadang, tubuh memang harus belajar rela melepas kacamata yang telah dikenakan begitu lama. Melangkah ke luar untuk memberi kesempatan bagi tubuh, agar berani terbuka melihat dunia. Perubahan atau mencoba hal baru bukan berarti meninggalkan seutuhnya yang telah terbentuk. Tetap terhubung dengan nilai-nilai inti bisa menjadi kunci untuk bergerak lebih damai. 

Ini ke-sekian kalinya, karya seni dengan kemampuan ajaibnya berhasil membantuku berdialog dengan diri menggali histori. Ia juga telah menciptakan ruang renung tanpa merasa dibatasi.

 

Sumber: https://www.psychologytoday.com/intl/blog/finding-new-home/202107/how-identity-change-happens

Ikuti tulisan menarik fiezu himmah lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

13 jam lalu

Terpopuler