Menemui Memori, Menyelami Emosi dalam Pertunjukan Berhati Sal Priadi

Selasa, 15 Agustus 2023 18:53 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content0
img-content
Iklan
Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Sebuah pertunjukan musik unik untuk merayakan album pertama Sal Priadi, Berhati. Dengan sentuhan misterius dan penggabungan seni dari berbagai disiplin, pertunjukan ini menghadirkan pengalaman emosional yang mendalam bagi penonton. Definisi musik semakin meluas dengan inovasi yang disajikan.

Kalau umumnya pertunjukan musik jauh-jauh hari diberitahu lokasinya, tapi yang satu ini justru enggak. Kalau umumnya dalam perayaan album, penyanyi atau musisi akan jadi center of attention, ini justru juga enggak. Kalau umumnya saat lagu-lagu mulai dinyanyikan, lautan ponsel di berbagai sudut berlomba mengabadikan. Lagi-lagi, ini juga enggak. Lho?

Inilah hal-hal menarik dari Pertunjukan Berhati: Memomemoria. Sebuah pertunjukan musik yang dibuat untuk merayakan album pertama Sal Priadi, Berhati, pada 5-6 Agustus 2023. Kata “Memomemoria” muncul sebagai sebuah tempat misterius yang mampu memutar dan menampilkan memori seseorang. Pada perayaan album itu, memori yang diputarkan adalah memori seseorang bernama M.

 

Gerbang Teka-Teki

Aku sendiri sebagai penonton baru tahu dua hari sebelumnya, kalau lokasi pertunjukan ternyata di Gedung Produksi Film Negara, Jakarta. Mungkin aku lebih beruntung dari mereka yang berasal dari luar kota, karena tak perlu memikirkan booking penginapan, akibat lokasi yang misterius. Pendekatan teka-teki ini membuat proses menantikan pertunjukan jadi lebih menarik dan tidak terduga. Nyatanya, pada perkembangan dunia yang terlihat serba berkeinginan instan, masih banyak manusia yang sabar bertahan dalam ketidakpastian, demi menemui sesuatu yang indah. Dalam konteks ini, nampak dari ludesnya tiket beberapa jam usai pengumuman. Sekali lagi tanpa mereka tahu lebih dulu lokasi tepatnya di mana.

Saat hari H tiba, aku dan penonton mulanya diminta menunggu di Sarmal (paSAR MALam). Sebuah ruang tunggu yang menyajikan berbagai booth makanan, minuman serta merchandise. Ada menara ikonik yang sengaja dibuat sebagai titik pusat semacam prawajah. Benar-benar berbeda dari pasar malam umumnya. Pasar malam ini menjadi gerbang pengantar menuju Memomemoria yang dibuka dengan pertunjukan dua monolog. 

Pemeran monolog pertama tergambar seperti tuan rumah Sarmal. Karakter Tujuh yang diperankan Ravi Septrian menyapa semua penonton dengan permainan dialog interaktif. Kalimat-kalimat yang sering dilontarkannya sambil berteriak, kutangkap seperti sebuah simbol. Di antaranya agar penonton lebih fokus dan berani menghadapi pengalaman baru yang sebentar lagi dimulai. Ia meminta penonton untuk meninggalkan memorinya sejenak untuk menikmati apa yang terjadi sekarang. Demi menghayati memori seseorang yang akan mereka saksikan. “Temukan Dirimu!” itulah kutipan dialog yang paling kuingat, bagai isyarat mengundang untuk mencari makna dalam pengalaman.

Lalu monolog kedua, karakter Sonet diperankan Fannya Franklin. Meski ada bagian beberapa suara yang terdengar sangat pelan dan audio mic terputus beberapa detik, setidaknya dua kalimat berikut ini menjadi yang paling membekas. Pertama, “Kita hanya dipinjamkan semesta untuk menciptakan perasaan. Kita terus dipinjamkan dan dipinjamkan lagi". Mendengar kalimat itu, yang kurasakan seperti menyadari bahwa salah satu bagian penting hidup ialah menciptakan dan mengalami perasaan sebaik-baiknya. Entah dalam interaksi dengan lingkungan, orang lain, atau diri sendiri. Kalimat itu seolah mengajak untuk merenungkan bagaimana manusia berhubungan dengan alam semesta dan perasaan-perasaan yang dialami selama ini. Sebuah kehidupan yang berkelanjutan dan tanpa henti. Lalu kedua dalam kalimat, "Kehancuran itu menyembuhkan." Seakan menjelma pengingat untuk tidak melihat kehancuran sebagai akhir, tetapi sebagai pintu gerbang menuju pengertian lebih dalam. Penampilan Tujuh dan Sonet ialah pengantar penuh makna, teka-teki, dan kejutan.

Pertemuan Memori Dimulai

Sampailah pada bagian ruang pertunjukan Memomemoria. Mataku takjub melihat sebuah suguhan yang amat sangat berbeda dari kebanyakan pertunjukan musik pada umumnya. Sepanjang lagu-lagu dimainkan, hatiku merasa dikuras dengan pertunjukan yang emosional, dramatik, magis, dan punya keindahan tersendiri. Sal ternyata menyajikan cerita yang utuh pada album “Berhati”. Menggabungkan pertunjukan teater, tari kontemporer, dan musik dalam satu kesatuan cerita. Ini adalah pendekatan non-konvensional yang baru ini kulihat dalam perayaan album seorang penyanyi. Sebuah pendekatan inovatif. 

Singkatnya yang mampu kuceritakan dalam batasan interpretasiku, cerita utuh ini menghadirkan memori seseorang bernama M, yang hampir menyerah dan sangat terluka menghadapi sakit di hatinya. Ia berusaha terus bernafas meski harus melalui perlawanan yang tak mudah, baik dalam diri maupun luar dirinya. Tarian kontemporer saat M bertarung hancur lebur, jatuh serebas-rebasnya menghadapi dirinya sendiri, menjadi adegan paling duka untukku. Dukungan artistik, tata cahaya, sound jernih, dan aroma wewangian, menjadi unsur-unsur hebat yang menyempurnakan jalan cerita.

Lalu jika biasanya di pertunjukan musik, penonton akan fokus pada penampilan si artis/penyanyi/band, coba tebak di mana Sal saat itu? Ia justru terlihat seperti hantu yang kadang muncul, kadang hilang, tapi suaranya tetap menggema. Ngeri, kan? 

Pada lagu pertama "Nyala", aku sempat terpukau melihat Sal berada di sebrang panggung utama dan lokasinya tinggi sekali. Dari sebrang, dia memandang tajam lurus mata si M (seorang yang memorinya dipertontonkan). Sal terus melantunkan lirik demi lirik sambil menatap M dari jauh, seperti tengah menyalurkan energi dalam lagu. Namun, ketika lampu mati penanda pergantian lagu, Sal bisa tiba-tiba hilang. Pada lagu-lagu berikutnya ia bisa berada di pojok panggung utama, di sebrang ketinggian lagi, bahkan ada pula momen ketika ia muncul di tengah-tengah penonton. Ngagetin, kan? Tapi posisi kemunculannya, bagiku semakin menghadirkan makna lebih kukuh.

Penggabungan lintas disiplin dalam pertunjukan musik ini berhasil menghasilkan perasaan kuat dan autentik. Sebuah perayaan album paling menyenangkan yang kujumpai. Kalau biasanya aku jarang sekali suka dengan konser musik yang riuh berdesak-desakan. Tapi pertunjukan musik kali ini tidak hanya menjadi hiburan, ia memungkinkan penonton untuk terhubung lebih dalam dengan cerita yang disampaikan. Sampai pada titik tubuhku sempat tergemap mendengar banyak penonton terharu bahkan menangis tersedu. Entah mereka tengah “biru, sembab dan berantakan” atau mungkin merasa turut dirayakan.

Tepian yang Amat Indah

Mulanya, kuduga pada pertunjukan Sal ini bagian favoritku ada pada lagu “Amin Paling Serius”, yang ia bawakan bersama Nadin Amizah. Ini karena lagu itu adalah yang paling sering kuputar sehari-hari. Namun ternyata aku keliru. Suguhan Sal dan kerja sama timnya yang luar biasa membuatku begitu khusyuk menikmati lagu “Jelita”. Lagu dengan lirik terakhir sebelum “Nyalak” yang tanpa lirik. Paduan suara penonton saat menyanyikan “Jelita” terdengar begitu syahdu dalam hening. Hatiku seketika penuh dengan rangkaian rasa sesak, lalu tiba-tiba tersenyum sendiri. Malam itu, aku bernyanyi demi ikut menguatkan aku dan siapapun di sekitarku. "Semoga diberi kekuatan mereka yang tengah hancur", dengan amat lirih kalimat hatiku menyertai usai lagu.

Mekarlah kau abadi

Di taman-taman hati

Yang bunganya kau rapihkan diri

Riang menari

Menarilah kau terus

“Menarilah Kau Terus,” menjadi lirik penutup pertunjukan yang begitu magis. Ia serupa ajakan kuat untuk tetap berani menghadapi tantangan hidup, meski tak diketahui kapan berakhir. Dalam kehidupan yang alurnya tak mampu diduga, penuh kejutan, rintangan, perubahan, lirik ini bisa mewakili semangat untuk terus berjuang di atas kaki sendiri. 

Pengalaman emosional yang kuat dalam perayaan album seperti ini, kupikir dapat memiliki dampak jangka panjang bagi penonton. Mereka bisa menyimpan kenangan bermakna dari setiap lagu yang semakin hidup. Ini karena uniknya pengalaman visual, terasa seperti pengalaman personal. Hal itu kemudian bisa saja mempengaruhi perasaan dan pandangan mereka terhadap musik, seni pertunjukan, bahkan kehidupan secara umum.

Begitu pun pemilihan logo "Pertunjukan Berhati, Memomemoria" patut diapresiasi menjadi pilihan tepat. Logonya ialah yang menjadi sampul dalam tulisan ini. Dengan suguhan kemasan definisi musik yang lebih luas, gambar Rorschach nomor 5 serupa pemberian ruang aman untuk siapapun penonton malam itu. Mereka bebas menginterpretasi dengan cara semampunya. Termasuk memahami, lalu menerima perasaan apapun yang kemudian muncul seusainya. 

 

Bagikan Artikel Ini
img-content
fiezu himmah

Penulis Indonesiana yang gemar jalan, dan menyelami pengalaman hidup melalui karya seni.

0 Pengikut

Baca Juga











Artikel Terpopuler