x

Ilustrasi Persekonglolan Politik. Ilustrasi oleh Gerd Altmann dari Pixabay.com

Iklan

Ilham Pasawa

Penulis
Bergabung Sejak: 8 November 2021

Senin, 31 Juli 2023 18:39 WIB

Makna Kemerdekaan dalam Politik yang Beradab

Kemerdekaan dapat diartikan sebagai bebas, bebas dalam memilih atau menentukan. Dalam hal politik makna kemerdekaan harus dimaknai dengan penuh kehati-hatian agar tercipta iklim politik yang beradab.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

Tanggal 17 Agustus 1945 adalah momen bersejarah bagi bangsa Indonesia. Pada hari Jum'at itu digaungkan kalimat yang menentukan nasib bangsa Indonesia. Kalimat-kalimat itu kini dikenal sebagai teks proklamasi yang dibacakan oleh the Founding Father Soekarno.

Pembacaan teks proklamasi di Jalan Pegangsaan Timur 56, Jakarta itu sebagai penanda berakhirnya masa imperialisme di Indonesia. Meskipun saat itu penjajahan belum sepenuhnya hilang dari tanah Indonesia, namun hari itu dikenang sebagai hari kemerdekaan bagi bangsa Indonesia.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Sebagai bangsa yang telah merdeka selama puluhan tahun, kita telah mengalami berbagai dinamika politik yang menguji kedewasaan dan kematangan demokrasi dan ideologi pancasila. Dalam momentum kemerdekaan ini, penting bagi kita untuk merefleksikan makna kemerdekaan dalam menjalankan atau menyatakan sikap politik. Kita mesti merayakan kemerdekaan dengan memulai haluan politik yang beradab.

Satu momen politik terbesar di suatu bangsa yang menganut demokrasi adalah pemilu, di mana pemilu seharusnya menjadi sarana untuk mencapai tujuan bersama dalam suasana yang damai dan penuh tanggung jawab. Namun, keadaan pasca pemilu 2019 kemarin, agak sedikit rawan jika dibiarkan. Perpecahan dan perselisihan akibat perbedaan pandangan dan pilihan politik serasa semakin tajam. Hal jika dibiarkan akan sangat mengkhawatirkan, sebab perpecahan itu akan memicu konflik antar warga negara.

Perselisihan dan konflik itu mesti dicegah dan diatasi dengan segera, agar tidak menimbulkan konflik horizontal yang berkepanjangan. Dalam tulisan ini, akan disajikan dan diuraikan sedikit bagaimana cara-cara yang dianggap perlu untuk menyelesaikan persoalan di atas. Kita akan melihat pandangan beberapa ahli filsafat politik dan sosiolog tentang pentingnya pemilu yang damai sebagai wahana membangun politik yang beradab.

Sebagai warga negara yang memiliki hak pilih dalam pemilu, kita mesti menggunakan hak pilih itu sebagai mana mestinya. John Rawls, seorang filsuf politik terkenal, memperkenalkan konsep "keadilan sebagai kesetaraan" (justice as fairness) dalam teorinya. Ia berargumen bahwa kesetaraan dan partisipasi aktif semua anggota masyarakat adalah prinsip dasar dalam menciptakan sebuah masyarakat yang adil.

Dalam konteks pemilu, keadilan sebagai kesetaraan mengajarkan bahwa hak memilih adalah hak universal yang harus diberikan setara kepada semua warga negara tanpa diskriminasi, memastikan bahwa setiap suara memiliki bobot yang sama. Dengan memahami hak universal dalam memilih, seyogyanya kita harus sadar dan menunjukan sikap saling menghargai antara satu pilihan dengan pilihan yang lain. Konsep keadilan sebagai kesereraan mesti dimaknai sebagai kemerdekaan hak dalam hal pilah memilih calon.

Kita harus menanggalkan cara-cara intimidasi untuk memilih salah satu calom tertentu dengan cara-cara tertentu. Jika setiap warga negara menyadari hak kesetaraan ini diharapkan akan sedikit membantu untuk mewujudkam pemilu yang damai. Dengan pemilu yang damai, hak-hak warga negara dihormati dan dilembagakan, sehingga menciptakan fondasi politik yang beradab dan berkeadilan.

Namun untuk mewujudkan pemilu yang beradab dan berkadilan serta damai tak semudah membalikan telapak tangan atau mengupas kulit salak yang terjadi di atas meja. Terlebih kondisi sosial masyarakat modern memiliki sifat individulia dan sangat mudah terfragmentasi. Seperti yang dikatakan oleh Alexis de Tocqueville, seorang sosiolog dan filsuf politik terkenal dari Prancis, ia mengamati bahwa dalam masyarakat modern, masyarakat cenderung menjadi lebih individualistis.

Tantangan utama dalam pemilu saat inibadalah mengatasi fragmentasi masyarakat dan menggalang kesatuan di tengah perbedaan haluan politik yang ada. Dalam pandangannya, pemilu yang damai memainkan peran penting dalam memfasilitasi dialog dan komunikasi antarwarga negara, membangun kesepahaman, dan memperkuat ikatan sosial yang menjadi pondasi politik yang beradab.

Mengatasi sifat indivudualistik dan pasifnya masyarakat bisa dilakukan dengan cara memperbanyak ruang publik, hal ini bisa dihadirkan secara nyata atau saat ini salah satu ruang publik yang sering dimanfaatkan dalam moment politik adalah media sosial. Peran media sosial sebagai ruang publik pun bisa dikatakan seperti pisau bermata dua, dalam fungsinya sebagai ruang publik tentu sangat bermanfaat untuk terciptanya pemilu yang terbuka.

Menurut Hannah Arendt, seorang filosof dan teoritikus politik Jerman, menekankan pentingnya ruang publik politik sebagai tempat di mana warga negara dapat berpartisipasi aktif dalam kehidupan politik. Dalam pemilu yang damai, ruang publik politik menjadi tempat untuk berdiskusi, berdebat, dan bertukar pandangan secara terbuka tanpa adanya kekerasan atau intimidasi.

Melalui pemilu yang damai, masyarakat dapat mengekspresikan kehendaknya dan menciptakan keputusan bersama yang berlandaskan pada kepentingan publik. Namun, penggunaan media sosial sebagai ruang publik dan berdebat mesti diawasi secara serius agar tidak ada kampanye-kampanye gelap dan hal-hal yang bersifat negatif seperti ujaran kebencian dan hoax.

Emile Durkheim, seorang sosiolog terkenal, mengemukakan konsep solidaritas sosial sebagai elemen penting dalam keberlangsungan masyarakat. Solidaritas sosial mencakup kesatuan dan persatuan antarindividu dan kelompok dalam masyarakat. Tantanganya solodaritas sosial ini mesti didasari kesamaan pandangan sebagai satu bangsa yang utuh. Akan lain cerita jika solidaritas sosial hanya berdasarkan haluan politik atau partai tertentu. Solidaritas semacam itu hanya akan membuat pengkotakan semu, yang pada akhirnya akan melebarkan jurang perbedaan antar golongan.

Teori solidaritas sosial ini perlu bahkan sangat perlu didasari oleh hal-hal fundamental yang mempondasi suatu bangsa, hingga saat digelar gelaran pemilu, akan tercipta pemilu yang cenderung stabil dan damai. Pemilu yang damai berkontribusi dalam memperkuat solidaritas sosial dengan mendorong partisipasi dan partai politik yang berupaya menjembatani perbedaan dan kepentingan yang ada demi kebaikan bersama. Dengan demikian, pemilu yang damai memperkuat ikatan sosial dan menciptakan politik yang beradab dan saling menghargai.

Dalam kesimpulannya, pemilu yang damai memegang peranan krusial dalam mewujudkan politik yang beradab. Pandangan ahli filsafat politik dan sosiolog menggambarkan bagaimana pemilu menjadi representasi dari kesetaraan, dialog, partisipasi aktif, dan solidaritas sosial. Saat merayakan hari kemerdekaan, marilah kita selalu mengingat pentingnya menjunjung tinggi proses pemilu yang damai sebagai langkah maju dalam membangun masyarakat yang beradab dan demokratis.

Semoga bangsa Indonesia senantiasa menjadi contoh bagi negara-negara lain dalam mengimplementasikan pemilu yang berintegritas dan berkeadilan, sebagai perwujudan nyata dari makna sejati kemerdekaan dalam politik. Merdeka! Merdeka! Merdeka!

 

Ikuti tulisan menarik Ilham Pasawa lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

5 hari lalu

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

5 hari lalu