x

Iklan

Priyadi

Watulemperisme
Bergabung Sejak: 8 April 2023

Kamis, 31 Agustus 2023 16:16 WIB

Sampah Visual Bendera Partai Politik

Bendera partai politik yang terpasang di publik kita saat ini sangat riuh dan liar. Pemasangan itu sebagian besar mengabaikan aturan yang sudah ada sehingga menjadi sampah visual yang menjajah lingkungan kita. Selain itu, bendera partai politik terkesan membawa pesan tak mampu berdiri sendiri, seakan-akan mencerminkan organisasinya yang hanya menjadi benalu bagi rakyat Indonesia.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Di negara merdeka seperti halnya Indonesia, bendera adalah simbol negara. Ia juga menjadi simbol kebanggaan sekaligus pemersatu bangsa. Ia selalu terlihat menantang matahari dengan gagahnya di depan gedung instansi pemerintahan dan sekolah.

Keriuhan bendera Sang Merah Putih sangat semarak terlihat di Agustus, dari awal hingga akhir bulan. Dia hadir di depan setiap rumah penduduk, entah itu terikat pada tiang kayu, bambu atau pipa besi. Dia akan berkibar riang saat diterpa semilir angin.

Bendera itu membawa kisah masa lalu, tentang darah, semangat dan perjuangan. Dia kadang juga mengejawantah, membawa serta moralitas bahwa “penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.”

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Tapi di Agustus kali ini, keriuhan bendera Merah Putih juga ditemani oleh bendera partai politik dengan beragam warnanya. Meski tiap rumah penduduk tidak mengibarkannya, tapi bendera partai ini berbaris sangat liar dan meriah di pinggiran jalan.

Bendera-bendera itu memang kerap muncul secara masif ketika mendekati pemilu, persis seperti saat ini. Mereka terkadang berdiri sendiri, seringkali menumpang-menempel pada tiang telepon, pagar jalan atau jembatan.

Tak jarang pula, bendera partai politik tak mampu berdiri sendiri pada tiangnya, sehingga letoy dan harus bersandar pada pohon-pohon atau menumpang di fasilitas publik.

*****

Perayaan kemerdekaan ke-78 tahun ini, berbarengan dengan tahun politik yang sangat ramai. Di media sosial, keriuhan bendera partai politik di berbagai tempat ini pernah menjadi pembahasan serius oleh warganet yang budiman.

Ada yang mengeluh, ada yang memaki, ada pula yang menyalahkan Bawaslu karena dianggap tidak bertindak.

Tak sedikit dari mereka yang menilai bahwa salah satu partai tertentu yang memasang bendera secara masif, telah berkampanye di luar jadwal. Tapi berdasar PKPU 33/2018 Pasal 25, diperbolehkan sosialisasi dengan memasang bendera partai yang tercetak beserta nomor urutnya.

Di Kabupaten Semarang, pemasangan bendera partai politik ini juga telah terlihat secara masif. Tidak hanya di lingkungan urban saja, tapi di lingkungan perdesaan juga demikian.

Ironisnya, pemasangan bendera partai sepertinya tidak bersandar pada aturan. Banyak bendera partai yang dipasang di pagar jembatan, pagar pemisah jalan, di pohon, atau pada tiang listrik/telepon, yang itu jelas melanggar Perda Kab. Semarang 10/2014 Pasal 36.

Ada semacam kesewenang-wenangan yang telah dipraktikkan oleh partai politik kita dengan mengabaikan hukum yang ada demi kepentingan mereka sendiri. Mereka seakan tidak mau tahu apa itu kerapian, kebersihan atau estetika lingkungan.

*****

Ada pesan berbeda saat kita melihat keriuhan bendera Merah Putih dan bendera partai politik. Jika Merah Putih membawa semangat persatuan, bendera partai politik membawa pesan sebaliknya.

Bendera partai adalah ejawantah kehadiran organisasi tersebut di hadapan para konstituennya. Tapi kehadiran itu dilandasi dengan kesewenang-wenangan, tidak berlandaskan moral penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, tapi melakukan penjajahan di lingkungan tempat tinggal konstituennya.

Itu mengirim pesan kepada kita bahwa mereka merupakan pihak yang merasa berkuasa, tidak tahu aturan atau sengaja mengabaikan aturan.

Lebih dari itu, bendera partai ini juga lebih sering tak mampu berdiri sendiri sehingga harus bertopang pada fasilitas umum seperti pagar jembatan, pagar jalan dan tiang listrik/telepon. Hal tersebut mengabarkan pada kita, bahwa partai politik hidup seperti benalu dengan menumpang fasilitas publik yang kita biayai dengan uang pajak kita, demi keuntungan kelompok mereka sendiri.

Ikuti tulisan menarik Priyadi lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu