x

Kita mesti jalan bersama Tuhan

Iklan

Rikhardus Roden Urut Kabupaten Manggarai-NTT

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 25 Oktober 2022

Minggu, 3 September 2023 14:01 WIB

Yang Kita Kehendaki Bukanlah Jalan Tuhan

YANG terbaik dan yang terindah, yang ternyaman dan menyenangkan serta yang memuaskan, itulah yang jadi idaman hati. Demi diri sendiri, kita pasti tak asal memilih. Bukankah sedapatnya kita hindari segala yang rumit-rumit, yang menantang, yang terlalu banyak bikin repot dan dianggap buat susah diri. Dan, lihatlah! Bukankah orang bisa hilang jejak dan hindari diri dari apa-apa yang menantang?

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

YANG terbaik dan yang terindah, yang ternyaman dan menyenangkan serta yang memuaskan, itulah yang jadi idaman hati. Demi diri sendiri, kita pasti tak asal memilih. Bukankah sedapatnya kita hindari segala 'yang rumit-rumit, yang menantang, yang terlalu banyak 'bikin repot' dan dianggap 'buat susah diri.' Dan, lihatlah! Bukankah orang bisa 'hilang jejak dan hindari diri dari apa-apa yang menantang?'

TAK hanya itu. Yang dianggap merugikan, yang tuntut banyak pengorbanan, yang memaksa harus pada ketentuan suatu proses penuh pertarungan, semuanya itu diusahakan sekian untuk dielakkan. 'Jika memang ada jalan mudah, murah meriah, tanpa derita dan korban, untuk apalah bersikap segila amat hanya untuk masuk ke dalam 'jalan penuh sakit dan derita?'

Mari ambil satu contoh sederhana namun penuh makna. Apa untungnya bagi ke 32 biksu di Mei - Juni 2023 lalu yang mesti berjalan kaki 2600 Km dari Thailand menuju Candi Borobudur-Indonesia? Dan semuanya harus dengan  perlengkapan pribadi dan makanan - minuman seadanya? Bukankah ini yang 'namanya bikin capeh diri yang tidak perlu?' Namun, di baliknya?

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Itulah ritual perjalanan demi ikuti jalan Budda saat di masanya itu belum ada vihara, tempat tinggal dan transportasi. Inilah satu perjalanan bebas. Tanpa ikatan, tanpa harapan yang muluk-muluk akan serba keterjaminan dan kepastian. Semuanya demi berfokus pada tujuan yang pasti dan sungguh membebaskan!

Yesus beritakan kepada para muridNya tentang perjalananNya menuju Yerusalem. Ia isyaratkan jelas, sesungguhnya, ini adalah jalan penderitaan, jalan kematian dan berpuncak pada kebangkitan. Perjalanan ini memang terasa sangat menyedihkan. Sebuah jalan yang terasa amat sulit ditangkap dan diterima hati dan pikiran manusia (Petrus). Bagaimanapun Jalan menuju Yerusalem mesti Ia lewati demi apa yang dipikirkan Allah. 

Kita memang banyak kali terganjal pada "apa yang dipikirkan manusia." Ketika "yang dipikirkan itu" hanyalah berkiblat pada diri sendiri dan segala kepentingan di baliknya.

Sungguh! Pilihan demi nilai, demi kebaikan umum, demi kehidupan bersama, bukanlah pilihan yang mudah. Sebab kita lebih banyak cemas dan gentar akan risiko 'yang tidak enak punya di baliknya.' Siapakah yang ingin bertaruh 'sakit dan derita' jika memang segala kemungkinan akan kemudahan dan jaminan lagi terbuka lebar di hadapan? 

 

Harus menyangkal diri? Bersiaplah untuk rendah hati penuh tulus. Bersiaplah pula demi 'senyap yang hidup.' Tak gulana untuk jadi tak tenar tanpa titik. Jauh dari segala bisingnya lalu lintas popularitas diri, serba elitis di papan atas. Sebaliknya, biarlah kita menjadi apa adanya. Dengan segala punyanya kita. Bahkan dengan segala keterbatasan serta kekurangan diri sendiri.

Memang kita mesti sangkal diri demi diri kita sendiri yang sebenarnya di hadapan Tuhan.

 

Dan Salib-salib itu? Iya, perlu jiwa besar untuk menghadapi, alami dan memikul salib. Jalan derita, penuh tantangan sekiranya ditangkap sebagai jalan demi mencintai Tuhan. "Tanpa kesakitan dan penderitaan di dunia ini, kita tidak bisa benar-benar mencintai Tuhan" (St Arnoldus Janssen). 

 

Dan bukankah 'Allah menghendaki semua yang baik bertumbuh perlahan-lahan di tengah-tengah serba kesulitan?'

 

Dan,  tak sekedar "menyangkal diri" dan "memanggul salib." Kita tetaplah dipanggil di jalan mengikuti Yesus, Tuhan dan Guru. Kita terlalu rapuh untuk berniat dari diri sendiri untuk menyangkal diri. Sebab unjuk diri demi diri dan hidup tanpa derita itulah godaan berat yang selalu mengitari. Kita memang butuh rahmat untuk ikuti Dia, "yang meskipun berwujud Allah, Dia tidak mau berpegang teguh pada kemuliaanNya yang setara dengan Allah. ....Ia yang telah merendahkan diri sampai mati. Bahkan mati di kayu salib" (Flp 2:6-11).

 

Kita memang tergoda untuk miliki yang 'segala yang indah.' Demi menggapai segala yang menyenangkan, yang memberikan kepuasan. Kita terlarut dan terikat oleh segala yang dianggap sebagai yang mempermudah, yang dianggap miliki daya penjamin hidup.

 

Bagaimanapun, Yesus titipkan satu pertanyaan penuh tantangan:
Apakah gunanya seseorang memperoleh seluruh dunia tetapi kehilangan nyawanya?" (Mat 16:26).

 

Kita bisa 'kehilangan  muka, nama baik, harga diri, kehormatan, wibawa dan pengaruh.' Iya, ketika kita telah terserap oleh nafsu untuk memperoleh seluruh dunia. Meraih dan mengumpulkannya dengan jalan-jalan yang mudah, murah dan meriah. 

 

Maka, mari pilih jalan-jalan Tuhan yang membebaskan dan menyelamatkan. Walau semuanya terasa sulit.  Kita renungkan kata-kata Rasul Paulus, "Janganlah kamu serupa dengan dunia ini, tetapi berubalah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah, mana yang baik, yang berkenan pada Allah dan yang sempurna" (Rom 12:2).

Bukankah demikian?

Verbo Dei Amorem Spiranti

 

Ikuti tulisan menarik Rikhardus Roden Urut Kabupaten Manggarai-NTT lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 hari lalu

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 hari lalu