Penulis lepas yang gemar menulis cerpen, cerita anak, dongeng, dan apa saja yang bisa ditulis. Penggemar donat yang suka membaca.

Potong Tangan

Minggu, 3 September 2023 14:07 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content0
img-content
Iklan
Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Jujur Prasetyo menangis di bawah pohon rambutan di dekat sungai. Di pertigaan ada tiang lampu; sinar lampu berpendar hingga ke bawah pohon rambutan. Anak lelaki 10 tahun itu memandangi telapak tangannya, kanan-kiri, seperti sedang menentukan pilihan. Jujur meratap lirih, “Jangan potong tangan saya, Ya Allah.”

Subuh itu seperti biasa Jujur berangkat sendiri ke musala. Ayahnya yang sopir truk masih berselimut di kamar. Seperti biasa, dari balik selimut, dengan mata terpejam dan suara seperti orang mengigau ayah berkata, “Kamu duluan, nanti ayah menyusul.” 

Di dapur, ibu sibuk memasak.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

“Sudah, kamu berangkat sana. Nanti terlambat,” kata ibu seperti subuh yang sudah-sudah.

Jujur berjalan menuju musala Ustaz Arifin, karena dekat rumahnya. Nama resmi musala itu Al Ikhlas, sang imam Ustaz Arifin. Begitulah orang kampung; menyebut musala sesuai nama imamnya.

Tak banyak orang yang datang. Jujur menghitung hanya ada sepuluh orang yang jadi makmum, termasuk dirinya. Ustaz Arifin jadi imam, seperti lazimnya. 

Usai salat subuh, Ustaz Arifin memberikan tausiah singkat. Kata ustaz berusia 40-an tahun itu, orang yang mencuri harus dipotong tangannya. “Seandainya negara kita menerapkan syariah, mungkin akan sangat banyak orang yang buntung,” kata ustaz Arifin tersenyum.

Orang-orang ikut tersenyum pula. 

Usai dari musala, Jujur berjalan bersama Pak Kobar dan Pak Kobir. Dua lelaki itu membicarakan berita beberapa pejabat yang digerebek oleh KPK.

“Untung saja negara kita nggak pakai syariah. Sesepuh negara kita memang pengertian. Mereka tahu tabiat orang-orang kita. Hahaha!” kata Pak Kobar tertawa, di perjalanan.

“Memang menyenangkan hidup di negara kita. Mencuri berkali-kali, tetapi tangan tetap utuh. Hahaha!” sahut Pak Kobir tertawa pula.

Jujur berjalan di belakang dua bapak itu, sampai mereka berpisah di sebuah pertigaan. Jujur masih mendengar dua bapak itu tertawa, tetapi ia tak bisa tertawa. Tubuh Jujur bergetar dan ia berhenti di bawah pohon rambutan di dekat sungai. 

Cukup lama Jujur menangis, memandang kedua tangan, lalu bibirnya bergetar memohon, “Jangan potong tangan saya, Ya Allah.”

Tak lama kemudian Ustaz Arifin muncul dan bertanya, “Mengapa kamu menangis, Nak?”

Jujur mengusap mata dengan punggung tangan.

“Saya sedang memohon pada Allah, Ustaz,” suara Jujur bergetar.

“Memohon apa?”

Jujur diam, ragu, namun melihat senyum Ustaz Arifin yang hangat, anak itu pun berkata, “Bulan lalu saya mencuri mangga. Saya takut kehilangan tangan saya. Karena itu saya memohon agar Allah jangan memotong tangan saya.”

Ustaz Arifin tersenyum, mengelus kepala Jujur, lalu berkata, “Bertobatlah. Jangan ulangi lagi perbuatan tercela itu. Semoga Allah mengampunimu, Nak.”

Jujur tersenyum lega mendengarnya. Mereka berjalan berbarengan menuju rumah masing-masing. Di tengah perjalanan, Ustaz Arifin bertanya, “Kalau boleh tahu, mangga siapa yang kamu curi?”

“Mangga di kebun Pak Ustaz Arifin,” jawab Jujur, spontan.
***
Suatu hari menjelang subuh terdengar suara kentongan bertalu-talu. Seorang warga telah menangkap seorang pencuri ayam. Mereka berkerumun di kebun, tak jauh dari musala. Jujur yang hendak ke musala, ikut pula menonton. 

Orang-orang menghajar pencuri itu. Si pencuri seorang lelaki muda, mukanya bonyok kena bogem orang-orang.  Seorang warga, lelaki muda bertato jangkar di lengan kanan, datang mengacungkan parang.

“Bawa ke sini pencuri itu! Mana tangannya!” teriak si lelaki bertato.

Beberapa orang menggiring si pencuri, merentangkan tangan si pencuri di sebuah batu besar. 

“Pegang yang kuat! Biar kapok dia!” si lelaki bertato siap menganyunkan parang.

“Tunggu!” seseorang berteriak.

Orang-orang menoleh ke selatan, melihat Ustaz Arifin berjalan gegas menuju mereka.

“Apa yang kalian lakukan?” tanya Ustaz Arifin.

Si lelaki bertato menjawab, “Kebetulan Ustaz datang. Ini. Ustaz saja yang melakukan.” Si lelaki bertato menyerahkan parang pada Ustaz Arifin.

“Melakukan apa?” tanya Ustaz Arifin.

“Orang ini mencuri ayam. Tangannya harus dipotong. Cepat, Ustaz. Potong tangannya!” sahut si lelaki bertato.

Bergetar tubuh Ustaz Arifin memegang parang. Wajahnya memucat. Orang-orang menunggu dengan wajah tegang. Si pencuri tampak pasrah, menangis dan memohon. Ustaz Arifin bimbang.

Azan subuh berkumandang dari musala. Ustaz Arifin memejamkan mata dan menghela napas. Ia membuang parang ke tanah, dekat kakinya.

“Sudah subuh. Bawa pencuri ini ke polisi. Yang lain ke musala. Cepat!” perintah Ustaz Arifin.

Orang-orang bubar.

Sementara itu, Jujur merasakan getar di tubuhnya yang datang mendadak. Peristiwa itu sungguh mengerikan baginya. Saat salat subuh berjamaah di musala, air mata Jujur tiada henti meleleh.
***
Pada subuh-subuh berikutnya, Ustaz Arifin masih menjadi imam. Tetapi, usai salat berjamaah, ustaz itu langsung pulang. Orang-orang saling pandang dan pada subuh ke sekian, ada yang berani bertanya. “Tak ada tausiah lagi, Ustaz?”

“Tak ada,” jawab Ustaz Arifin, kaku dan dingin, lalu berlalu dari musala.

Beragam dugaan memenuhi kepala orang-orang. Mereka ingin bertanya, tetapi tak berani. Apalagi Jujur yang seorang anak kecil.

Pada minggu ke sekian, Ustaz Arifin memberikan tausiah lagi, usai jamaah subuh. Konon, Pak Kadus telah menegur Ustaz Arifin. Begitulah, Ustaz Arifin aktif lagi bertausiah. 

Namun, sampai bertahun-tahun kemudian, sampai ketika Jujur sudah kuliah di Fakultas Hukum karena dapat beasiswa, Ustaz Arifin tidak pernah bertausiah tentang potong tangan lagi.

***SELESAI***
Sulistiyo Suparno, lahir di Batang, 9 Mei 1974. Karyanya tersebar di media lokal dan nasional. Bukunya yang telah terbit novel remaja Hah! Pacarku? (2006) serta antologi cerpen bersama Bahagia Tak Mesti dengan Manusia (2017) dan Sepasang Camar (2018). Bermukim di Limpung, Batang, Jawa Tengah.

Bagikan Artikel Ini
img-content
Sulistiyo Suparno

Penulis Indonesiana

0 Pengikut

img-content

Menari Bersama Bidadari

Sabtu, 21 Oktober 2023 13:57 WIB
img-content

Jangan Pacari Kakakku

Senin, 16 Oktober 2023 09:43 WIB

Baca Juga











Artikel Terpopuler











Terkini di Fiksi

img-content
img-content
img-content
img-content
Lihat semua

Terpopuler di Fiksi

img-content
img-content
img-content
img-content
Lihat semua