x

Gambar oleh Barta IV dari Pixabay

Iklan

Almanico Islamy Hasibuan

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 22 November 2021

Senin, 4 September 2023 10:27 WIB

Uang di Jalan yang Tergeletak dan Terlihat Mencurigakan

Seperti yang dimaksudkan di judulnya, hati-hatilah dalam mengambil uang yang berada di jalan. Kau tidak tahu apakah ada yang lain yang kau bawa pulang.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Aku selalu sial. Menginjak kotoran kucing, anjing, dan semua hewan lainnya. Keserempet air di pinggir jalan. Perempuan idamanku ditembak orang lain dan mereka sekarang berpacaran. Aku selalu diganggu oleh kakak-kakak kelas di sekolah. Aku bahkan tidak punya orang untuk melimpahkan semua ini. Orang tuaku hanya memerhatikan adikku yang pandai matematika, sedangkan aku hanya menyukai seni. Hidup tidak adil. Aku selalu mengatakan itu kepada diriku, tetapi semakin lama hatiku semakin remuk ditimpa semua ini. Namun, semua itu berubah ketika aku melihat peristiwa itu. Hari itu, aku sangat menginginkan kuas baru, tetapi aku bahkan tidak mendapatkan uang jajan untuk ditabung. Aku yang masih meratapi nasibku, melihat kertas merah di jalan. Sisi kanan dan sisi kiriku semakin sengit memperdebatkan apakah aku harus mengambilnya atau mengembalikannya. Aku teringat lomba melukis yang akan diadakan di sekolah. Jika aku menang, mungkin kehidupan sekolahku bisa berubah. Sisi kananku akhirnya kalah dan aku berlari untuk mengambil uang itu. Aku tiba-tiba ditabrak oleh seseorang yang berlari. “Lihatlah, aku mendapatkan uang. Ini mungkin hari keberuntunganku. Maaf bang, aku tidak melihatmu tadi.”, ujarnya sambil menunjukkan uang itu ke teman-temannya. Mengapa aku berharap? Aku akan selalu seperti ini. Aku bahkan mendarat di genangan air. Hebat sekali.

 

Aku kemudian melihat mereka yang sudah sampai ke gerobak abang bakso. Cepat sekali. Aku menyerah. Kehidupanku tidak akan pernah lebih baik dari ini. “Duarrrrr!!!!!!!” Ledakan tiba-tiba terdengar dari belakangku. Aku melihat rempahan daging bakso dan daging lainnya yang bercampur dan menghujani daerah sekitar untuk sesaat. Cairan merah juga berjatuhan yang berbau sambal dan anyir. Orang-orang di sekitar histeris, sedangkan aku hanya sedang meluruskan semua asumsiku sambil melihat uang seratus ribu tadi tepat berada di hadapanku. Aku kemudian berlari pulang ke rumah.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

 

Keesokan harinya, aku tidak datang. Aku tidak ingin keluar dari kamarku, namun kelaparan memaksaku untuk melakukannya.“Gerobak bakso baru saja meledak pada hari ini. Peristiwa ini disebabkan oleh tabung gas di gerobak tersebut bocor dan meledak saat penjualnya hendak memanaskan makanannya.”, ujar seorang wartawan di acara berita. “Aku dengar dia berada dekat di lokasi kejadiannya.”, ujar ibuku. Ayahku kemudian meletakkan rimutnya dan mulai memakan makanannya. “Itu bukan alasan untuk dia tidak datang ke sekolah. Bagaimana dia bisa mengikuti olimpiade nasional jika seperti ini? Betul kan Henri?” Adikku hanya mengangguk dan menunjukkan kartu pesertanya untuk olimpiade matematikan nasionalnya yang akan datang. Aku tidak jadi mengambil makanan dan kembali ke kamarku. Aku tidak tahu mengapa, tetapi kebencianku terhadap segalanya di waktu itu tidak dapat terbendung lagi. Aku kemudian pergi keluar rumah mengendap-endap di malam hari.

 

Aku sampai di lokasi kejadian itu dan melihat uang merah itu lagi. Aku memberanikan diri untuk mengambilnya dan berharap yang terburuk. Beberapa menit kemudian, asumsiku ternyata benar. Aku kemudian membawa kertas itu pulang. Mulai hari ini, aku akan merubah nasibku.

 

“Ma, aku berangkat dulu.”, ujar adikku. Namun, dia tidak jadi keluar rumah dan kembali ke kamarnya. Dia mungkin melupakan sesuatu. Aku kemudian keluar dari kamarku. “Henri, semoga sukses di olimpiade nanti. Abang bangga untukmu. Abang hanya bisa memberikan ini.”, ujarku sambil memberikannya uang saku. Dia mengerutkan dahinya. “Terima kasih bang. Aku tidak yakin kalau ini uangmu, tetapi jajan tetaplah jajan.”, ujarnya sambil mengambil uangnya. Aku hanya tersenyum sambil melihat dia menuruni tangga. Dia sedikit ketakutan melihatku seperti itu. Aku dapat merasakan itu sekarang.

 

“Aneh sekali dia hari ini. Aku rasa dia hanya cemburu kalau aku bisa masuk ke nasional.”, ujarnya. Henri kemudian melihat toko es krim dan memutuskan untuk menyegarkan diri dulu sebelum olimpiade. Dia kemudian membeli es krim coklat yang menyegarkan tenggorokan. Mengapa aku bisa tahu? Tentu saja aku memerhatikannya dari kejauhan. Aku tidak ingin melewati momen ini. Aku terus menunggu sambil melihati dia memakan es krim. Apakah asumsiku salah? Setelah dia menghabiskan es krimnya, angin kencang tiba-tiba datang. Semuanya bergoyang, termasuk baliho kosong di dekat toko itu. “Awas!!!” Baliho itu tiba-tiba rusak dan mengarah tepat ke posisi si Henri. “Krassss!!!” Aku kembali melihat cairan merah anyir itu, kali ini tanpa ada campuran sambal. Aku tidak tahu mengapa, tetapi semua ini membuatku tersenyum kecil.

 

Aku tidak pulang ke rumah di hari itu. Aku melihat dari kejauhan reaksi kedua orang tuaku. Mereka terlihat sangat terpukul, terutama ayahku. Jelas saja, sekarang tidak ada yang bisa mengabulkan cita-citanya di masa sekolahnya yang tidak bisa dicapainya. Haha. Hal itu membuat hariku. Aku rasa aku telah menemukan tempatku menyurahkan segala stresku. Betul kan, partner? Monyet besar berbulu di sampingku ikut tersenyum bersamaku melihat kesengsaraan ayah dan ibuku. Aku rasa kami bisa akrab dengan satu sama lain. “Sekarang siapa yang harus kita kasih pelajaran?” Makhluk itu hanya menatapku. “Ayah dan ibuku? Jangan langsung ke mereka berdua. Simpan yang terbaik untuk penutupan nanti. Bagaimana kalau seniorku yang di sekolah dulu? Baru teman-temanku yang hanya membiarkannya. Lalu guru-guruku yang selalu menceramahiku.”, ujarku sambil memegang tangan makhluk itu. Aku rasa keresahanku dijawab. Aku tidak tahu siapa yang menjawabnya, tetapi terima kasih atas itu.

 

“Angin kencang yang terjadi hari ini membuat kekacauan dimana-mana. Baliho yang tumbang, mobil kas uang yang tabrakan dan menerbangkan uang-uangnya, serta tiang listrik yang rusak membuat banyak pihak kewalahan.”, ujar seorang wartawan. Dia kemudian menyelesaikan pekerjaannya. “Cukup. Hei lihat, uangnya ada yang kemari.”, ujar wartawan itu sambil menunduk. Berbeda dengan kameramennya yang terus merekam. “Mba, aku tidak akan mengambilnya jika aku menjadi kau.”, ujarnya sambil melihat monyet besar berbulu dari mata kamera yang sedang keluar dari uang itu.

Ikuti tulisan menarik Almanico Islamy Hasibuan lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler