x

Firli Bahuri. Sumber foto: twitter.com/firlibahuri

Iklan

Zenwen Pador

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 7 Juni 2023

Minggu, 10 September 2023 10:27 WIB

Senjakala Jokowi, Senjakala Pemberantasan Korupsi

Pamor KPK terlihat redup di akhir masa jabatan para komisionernya. Mungkinkah citra KPK diperbaiki di tengah melemahnya imagi anti korupsi Pemerintahan Jokowi yang juga akan berakhir di awal 2024 ini? Senjakala Jokowi dan Pemeberantasan Korupsi?

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Banyak faktor yang menyebabkan gagalnya badan anti korupsi di banyak negara. Dua diantaranya adalah lemahnya kemauan politik dan Undang-undang yang tidak memadai (Jeremy Pope, 2003).

Bagaimana halnya dengan Komisi Pemeberantasan Korupsi (KPK)? Apakah kedua hal tersebut telah atau sedang dialami oleh lembaga yang lahir sebagai salah satu buah manis Reformasi 1998 terkait tuntutan pemberantasan korupsi?

Dalam laporan dua tahun kinerja KPK 2019-2022, tiga LSM anti korupsi (ICW, TII dan Pukat UGM) antara lain menyebutkan pemberantasan korupsi di Indonesia tidak pernah mengalami lompatan kemajuan yang berarti. Salah satu penyebabnya, regulasi yang dibutuhkan tidak kunjung tersedia. Dua tahun terakhir tidak ada regulasi yang didorong apalagi disahkan untuk mendukung percepatan pemberantasan korupsi. Setidaknya terdapat empat rancangan maupun perbaikan undang-undang yang perlu segera diundangkan.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

RUU dan UU yang dimaksud adalah RUU Perampasan Aset Hasil Kejahatan yang tak kunjung disahkan, revisi UU No. 31/1999 masih mengandung banyak kelemahan, RUU Pembatasan Transaksi Tunai yang belum jelas posisinya serta ketiadaan sanksi ketidakpatuhan atas LHKPN dalam UU Nomor 28 tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas KKN.

Ketiadaan UU atau tidak kunjung jelasnya RUU yang dibutuhkan dalam mendukung pemberantasan korupsi sudah barang tentu berangkat dari lemahnya kemauan politik Presiden dan DPR sebagai lembaga negara yang berwenang dalam pembentukan UU.

Padahal kalau kita cek kembali Nawacita Presiden Jokowi dalam periode pertama pemerintahannya pada poin 4 sangat jelas mencantumkan janji politiknya terkait pemberantasan korupsi yaitu menolak negara lemah dengan melakukan reformasi sistem dan penegakan hukum yang bebas korupsi, bermartabat dan terpercaya.

Beberapa agenda prioritas yang dijanjikan dalam poin 4 ini antara lain membangun politik legislasi yang kuat termasuk dalam pemberantasan korupsi, memperkuat KPK dan memberantas Mafia Peradilan.

Terkait KPK, agenda pemberantasan korupsi hanya berpeluang bertahan selama peminpin politik masih memiliki imaji anti korupsi. Ketika bayangan dalam pikiran (imaji) tersebut meleleh, agenda pemberantasan korupsi segera berubah menjadi bangkai dan semua akan bermuara pada monomen kegagalan (Saldi Isra, 2016).

Pemandulan KPK

Kekuatiran akan hilangnya imaji anti korupsi Presiden Jokowi semakin terlihat jelas pada pertengahan periode kedua pemerintahannya. Revisi UU KPK yang kemudian banyak memangkas kewenangan KPK telah menjadikan lembaga yang awalnya menjadi tumpuan harapan utama pemberantasan korupsi, kini terlihat mandul. Bahkan menangkap buronan kecil seperti Harun Masiku saja sampai saat ini KPK terlihat tidak mampu.

Pada sisi lain KPK terlihat sibuk dengan masalah internal antara lain dugaan suap yang melanda Rutan KPK dan gugatan salah seorang ketua KPK ke Mahkamah Konstitusi terkait masa jabatan anggota KPK.  Persoalannya kemudian KPK seperti tidak menyadari bahwa banyak kalangan menilai KPK seperti sudah terjinakkan. KPK tak lagi terlihat garang ketika menjalankan tugasnya.

Tepatnya bagi saya KPK telah kehilangan wibawa dan tak lagi bermarwah dan telah kehilangan kepercayaan diri. Bahkan ketika menetapkan salah seorang petinggi TNI, KPK sempat menyampaikan permohonan maafnya atas tindakannya yang diakui salah.

Bila dihubungkan juga dengan pernyataan beberapa elit pemerintahan misalnya sebagaimana disampaikan Menko Marvest Luhut Binsar Panjaitan. Luhut mengkritik keras Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dulu kerap dilakukan KPK. Luhut bahkan menyebut OTT itu adalah tindakan kampungan.

Sikap Luhut ini seperti juga mengacu kepada sikap Presiden Jokowi sendiri. Presiden memang memerintahkan aparat penegak hukum untuk aktif terlibat dalam pemberantasan korupsi. Namun, Jokowi juga mengingatkan agar penegakan hukum atas pemberantasan korupsi tidak menghambat program-program pembangunan bangsa.

“Jangan sampai upaya pemberantasan korupsi dan penegakan hukum membuat pelaku bisnis tidak berani berinovasi dalam investasi bagi pembangunan,” ujar Jokowi dalam Upacara Peringatan Hari Bhakti Adhyaksa yang ke-55, di Lapangan Upacara Kejaksaan Agung, Jalan Sultan Hasanudin, Jakarta Selatan pada Rabu, 22 Juli 2015 (VIVA.co.id, 22/6/2015).

Sementara itu Kepala Staf Kepresidenan (KSP), Moeldoko juga menyebut KPK bisa menghambat investasi. Oleh karena itu, menurut dia, pemerintah dan DPR sepakat merevisi UU KPK. Hal tersebut disampaikan Moeldoko menjawab pertanyaan wartawan kenapa Jokowi menyetujui revisi UU KPK tetapi meminta revisi UU KUHP ditunda (Kompas.com, 23/9/2019).

Akibatnya berbanding lurus dengan fakta sejak kepemimpinan KPK berganti catatan OTT KPK memang terlihat sangat minim sekali.

Senjakala

Lalu apa yang bisa kita harapkan dari Pemerintahan Jokowi yang tak lama lagi akan berakhir? Masa bakti anggota KPK pun seharusnya berakhir pada Desember 2024 ini, kecuali putusan MK berlaku surut.

Nama baik KPK masih bisa sedikit diberi suluh bila KPK di akhir masa jabatannya ini bisa menuntaskan pekerjaan rumah yang sepertinya terlihat sepele yaitu antara lain segera menangkap buronan KPK Harun Masiku, menuntaskan kasus korupsi di Basarnas yang melibatkan pejabat TNI serta mencegah dan mengusut indikasi politik uang yang besar potensinya dalam Pemilu 2024 ini. Presiden Jokowi harus  memberikan dukungan kongkret atas semua kerja penegakan hukum. Tentunya termasuk segera menuntaskan RUU Perampasan Aset serta segera menyikapi dan bertindak tegas atas minimnya Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara.   

Pemerintah juga harus mendukung upaya refresif penegakan hukum yang dilakukan KPK termasuk tindakan OTT yang sesungguhnya cukup ampuh dalam memberikan kabar pertakut dan pemberi efek cegah bagi calon pelaku korupsi.

Apabila hal tersebut tidak terlihat, sepertinya tidak ada lagi asa yang tersisa terkait pemberantasan korupsi dari Pemerintahan Jokowi. Senjakala Jokowi, Senjakala Pemberantasan Korupsi.

______________________

Penulis Advokat, Direktur Lembaga Studi dan Advokasi Hukum Indonesia (eLSAHI)

Ikuti tulisan menarik Zenwen Pador lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 hari lalu

Terkini

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 hari lalu