x

Ilustrasi peran AI dalam pendidikan literasi. Sumber gambar: Tara Winstead dari Pexels via Canva.com.

Iklan

Liliek Purwanto

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 9 Mei 2022

Senin, 11 September 2023 16:20 WIB

Mencermati Peran AI dalam Pendidikan Literasi

Ketergantungan pada AI berpotensi menimbulkan pelbagai dampak yang tidak menguntungkan. Sebab itu, perlu langkah-langkah bijak memanfaatkan kecerdasan buatan agar benar-benar memberikan manfaat dalam kehidupan.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Peran AI dalam pendidikan, khususnya literasi, tentu saja harus bersinergi. Jangan sampai, keberadaan kecerdasan buatan justru mengeliminasi kemampuan literasi.

Sudah akrab dengan teknologi tinggi bernama artificial intelligence? Sejauh mana peran kecerdasan buatan itu dalam kehidupan Anda? Apakah Anda sangat mengandalkannya?

Anda perlu berhati-hati “berkawan” dengan AI. Serupa kita, mereka makhluk biasa yang memiliki kelemahan juga.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Jangan pernah melimpahkan semua tanggung jawab ke pundak AI. Sebab, sebagai produk rekaan manusia, mereka jelas bukan teknologi sempurna yang sakti mandraguna.

Sejauh Mana “Kesaktian” AI?

Satu hal yang pasti, seperti pengakuannya sendiri, AI tak memiliki hati. Jadi, menelan mentah-mentah “nasihat” mereka bisa membuat kita tertimpa perkara.

Memang, mesin pintar itu hampir selalu bisa menyodorkan informasi apa pun yang kita pinta. Bahkan, ia tak menolak memberikan saran menyangkut perasaan.

Peranti teknologi itu dirancang memiliki kemampuan menghimpun pelbagai informasi dan data dari seluruh belahan dunia maya. Dengan algoritma yang dicekokkan ke “otak”-nya, AI bakal mengolah data yang dihimpunnya dan menyajikan hasilnya kepada manusia yang membutuhkannya.

Produk AI tampak bagai durian ranum jatuh dari pohonnya. Adakalanya kita terlalu bernafsu untuk segera membelah dan menyantap isinya.

Harap selalu diingat. AI hanyalah mesin yang tak punya hati. Ketika input yang diterimanya tidak berkualitas, maka output yang dihasilkannya pun tidak jelas.

Jenis kecerdasan yang banyak dibicarakan ini mendapatkan masukan dari berbagai sumber, di antaranya internet dan pelatihan. Kita tahu, hampir semua orang bisa memasukkan informasi ke jaringan internet sehingga tidak ada pihak yang bisa menjamin keakuratannya.

Mutu pelatihan ditentukan oleh kualitas pelatih dan materi latihan. Menyangkut kedua faktor ini pun tak ada jaminan bisa diandalkan.

Di luar urusan hati, AI juga bukan ahli. Rekomendasi yang diberikannya bukan harga mati yang harus kita ikuti.

Sebaiknya kita menggunakannya dengan hati-hati. Kita perlu menelusuri sumber-sumber referensi yang mumpuni.

Risiko yang Harus Diwaspadai dalam Menggunakan AI

Selain manfaat yang kita nikmati dari keberadaan AI, kita juga perlu menaruh perhatian pada risiko yang mungkin timbul darinya. Berikut ini beberapa risiko penggunaan AI yang perlu diwaspadai.

  1. Hak cipta

Urusan hak cipta bisa membawa manusia masuk penjara. Oleh karena itu, kita harus berhati-hati jika berhadapan dengan masalah ini.

Output yang dikeluarkan AI bukan hasil pemikiran mereka sendiri. Seperti sudah dijelaskan sebelumnya, AI bertindak laksana pengepul informasi dan data. Lantas, berbekal pelatihan dan faktor-faktor lain yang diterimanya, mereka mengolah masukan-masukan itu dan menyampaikan hasilnya kepada orang-orang yang memintanya.

Nah, agar tidak sampai masuk bui, kita harus lebih teliti. Periksalah kembali, apakah kita punya hak menggunakan materi hasil kerja robot bernama AI. Sebaiknya, budaya copas tidak menjadi kebiasaan yang terus dipelihara.

  1. Bahasa

Konon, AI telah diajari untuk menggunakan bahasa yang baik dan sopan. ChatGPT misalnya, selalu terlihat santun dalam “bertutur kata”.

Masalahnya, bahasa tidak hanya berkaitan dengan sopan santun dan tata krama. Sebagai alat komunikasi, bahasa juga harus digunakan dengan memerhatikan budaya dan kebiasaan di lingkungan sekitarnya.

Jadi, kita tak bisa begitu saja menyampaikan atau menyajikan informasi olahan mesin kecerdasan buatan. Kita perlu memoles penggunaan kata-kata dan unsur-unsur bahasa lainnya, dan menyesuaikannya dengan tujuan dan situasi yang kita hadapi.

  1. Privasi

Dalam mengumpulkan informasi, ada kemungkinan AI juga menghimpun data pribadi. Penggunaan data pribadi oleh pihak-pihak yang tak punya hak bisa berbuah petaka.

Maka, seyogianya kita menjaga data pribadi kita. Selain itu, mestinya kita juga waspada agar tidak terjebak melakukan kegiatan melanggar hukum berkaitan dengan penggunaan data dan informasi dari dari pihak ketiga, termasuk produk AI di dalamnya.

  1. Ketergantungan

Segala yang memberi kenikmatan berpotensi menimbulkan ketergantungan. Ketika kita terlalu bergantung pada sesuatu, nalar dan kreativitas bakal terganggu.

Oleh karena itu, alangkah bijaknya bila kita membatasi diri dalam menggunakan AI. Sungguh malapetaka besar telah terjadi bila kita tak lagi mampu berkarya tanpa bantuan AI.

Peran AI dalam Pendidikan dan Pengembangan Literasi

Nah, di sinilah literasi bakal mengambil peran penting. Kemampuan literasi yang baik akan membimbing kita memperlakukan produk-produk bikinan AI dengan bijak dan hati-hati.

Kita mafhum bahwa artificial intelligence bisa menjadi sahabat baik, tetapi ia pun mampu “berkamuflase” menjadi musuh dalam selimut.

Di satu sisi, AI menjadi sebuah alternatif peranti yang bakal membantu kita memudahkan pelbagai urusan. Namun, di sisi lain, tool yang sedang populer itu akan menjelma parasit yang menggerogoti kreativitas dan kemampuan literasi kita.

Kita membutuhkan kecerdasan buatan untuk memperbaiki kualitas kehidupan. Namun, kita juga mesti memilah-milah dan memilih-milih, mana produk yang bermanfaat dan mana yang berpotensi merusak dan hanya menimbulkan ketergantungan.

Di luar itu semua, ketika semakin banyak orang mengadopsi produk AI apa adanya, niscaya kita hanya akan menemukan keseragaman dalam setiap karya. Saya ikut cemas memikirkan kekhawatiran Walt Disney yang tersirat dalam ucapannya, “The more you like yourself, the less you are like anyone else, which makes you unique.

Literasi bangsa kita sedang kurang menggembirakan saat ini. Nah, sebagai wujud cinta Indonesia, alangkah bagus bila kita memanfaatkan teknologi dengan tetap mengedepankan literasi yang benar.

Sudah selayaknya, peran AI dalam pendidikan pada umumnya dan lebih khusus menyangkut literasi bersifat positif, bukan justru menjerumuskan.

Ikuti tulisan menarik Liliek Purwanto lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 hari lalu

Terkini

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 hari lalu