x

Pekerja penyelamat membawa jenazah seorang anak yang ditemukan dari bawah reruntuhan rumah yang hancur akibat serangan Israel di Khan Younis di selatan Jalur Gaza, 16 Oktober 2023. REUTERS/Mohammed Salem.

Iklan

Auli Muhafidoh

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 18 Oktober 2023

Rabu, 18 Oktober 2023 15:31 WIB

Gaza Lumbung Kematian, Merawat Korban adalah Mustahil

Kondisi di Jalur Gaza kian memburuk. Kelaparan, kehausan, dan kekurangan obat obatan adalah kenyataan hidup yang mereka alami.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Gaza – “Yerusalem Arab” Serangan Israel yang terus meningkat setiap hari, serta tidak adanya dukungan Internasional membuat kondisi di Jalur Gaza kian memburuk. Kelaparan, kehausan, dan kekurangan obat obatan adalah kenyataan hidup yang dialami warga sipil. Penderitaan ini tentu lebih berat dibanding kondisi masyarakat lain. Komunitas Internasional terus berupaya memberi bantuan kemanusiaan untuk Gaza, disamping juga terjadi pertempuran di luar terutama krisis perang di Ukraina.

Penyebab Kematian

Tingkat kematian di Gaza mencapai setiap lima menit. Namun, bukan hanya tragedi kematian yang membayangi kehidupan warga sipil. Melainkan sulitnya akses pengobatan akibat dari serangan pesawat tempur Israel (buatan Amerika) yang menjadi masalah utama. Hal inilah yang menyebabkan meningkatnya jumlah korban. Terhitung sudah ada 3.000 korban meninggal dunia dan 9.200 lebih korban luka-luka yang meliputi korban luka parah serta korban yang dirawat intensif menunggu pemulihan. Jumlah korban tersebut merupakan total di rumah sakit Gaza, sedangkan banyak korban lain yang meninggal di dekat wilayah perbatasan dan belum diketahui pasti jumlahnya hingga kini. 

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Tingginya jumlah korban, memberi tekanan lebih bagi tim medis. Mereka seringkali tidak dapat memberikan perawatan yang baik. Beberapa penyebabnya karena kekurangan alat medis, atau kondisi korban yang terlambat di bawa ke rumah sakit terlebih setelah 24 jam dari penyerangan. Banyaknya jumlah korban juga tidak sebanding dengan tenaga medis yang tersedia, apalagi medis bagian spesialis. Kurangnya tenaga medis sebenarnya sudah sejak pengepungan ketat di Gaza 17 tahun lalu. 

Kementerian Kesehatan Gaza mengumumkan bahwa kondisi layanan medis telah memasuki tahap yang sangat kritis dan dapat dipastikan stok obat-obatan, bahan medis, serta bahan bakar hampir habis. 

Operasi Penyelamatan yang Mustahil

Sebelum para korban tiba di rumah sakit untuk dirawat, ada proses evakuasi yang tidak mudah. Penyerangan terus menerus dari Israel menghancurkan banyak bangunan menjadi puing puing yang berserakan di jalan. Hal ini tentu menghalangi pergerakan jalan ambulans dan menyulitkan relawan untuk mengevakuasi korban yang tertimbun oleh puing bangunan. 

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan bahwa para relawan/kru ambulans terpaksa membuat "pilihan buruk" antara siapa yang harus dibantu atau ditinggalkan. 

Penyerangan yang sengit mengancam kematian banyak korban, terutama penderita onkologi. Mengingat kurangnya pengobatan yang diberikan kepada korban, termasuk dari 1.000 lebih pasien dialisis.

Selain itu, di Gaza juga terdapat sekitar 50.000 perempuan hamil, 550 diantaranya membutuhkan perawatan karena diperkirakan melahirkan bulan ini. Sementara itu, kekhawatiran akan penyebaran epidemi sebab kepadatan pengungsi dari Gaza Utara yang nampak jelas di ‘’pusat penampungan’’ juga menjadi masalah serius. Mengingat terjadinya krisis kekurangan air dan listrik yang parah. 

Tragedi Pengungsian

Jumlah pengungsi Gaza terus bertambah. Sebagian mereka pergi ke pusat penampungan yang didirikan di sekolah atau menumpang di tempat kerabat akibat rumah mereka yang hancur dibom. Jumlah mereka mencapai 2,3 juta jiwa dengan 1 juta jiwa orang dewasa Gaza. Ini merupakan jumlah warga Gaza termasuk Gaza Utara yang berpindah ke wilayah tengah dan selatan karena ancaman Israel. Mereka menderita kelaparan dan kekurangan air minum bersih karena tidak adanya bantuan dari Badan Internasional. 

Ketakutan besar melanda kehidupan masyarakat Gaza termasuk para pengungsi. Wakil Sekretaris Jenderal PBB bagian Kemanusiaan, Martin Griffith mengatakan, “Momok kematian membayangi Gaza, dengan tanpa air, listrik, makanan, atau obat-obatan ribuan orang akan mati.”

Badan Bantuan dan Pekerjaan PBB untuk Pengungsi juga mengkonfirmasi bahwa warga sipil di Jalur Gaza meminum air yang terkontaminasi karena kurangnya persediaan air bersih sehingga 1 juta penduduk menghadapi risiko kematian karena kehabisan air.

Selain itu, penyerangan udara juga menjatuhkan banyak korban berceceran menjadi beberapa bagian yang sulit diidentifikasi (kondisi tubuh tidak utuh). Hal ini mendorong Kementerian Kesehatan di Gaza untuk memindahkan 100 jenazah korban tak dikenal ke kuburan massal di sebelah timur Kota Gaza.

Berita ini bersumber dari harian berbahasa Arab alquds.co.uk, diunduh pada Selasa 17 Oktober 2023 pukul 22.03 WIB.

Ikuti tulisan menarik Auli Muhafidoh lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

20 jam lalu

Terkini

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

20 jam lalu